Sabtu, 25 Februari 2017

12- SAYA SALAFI! INI BUKTINYA!!



SAYA SALAFI! INI BUKTINYA!!

Imam Qawwamus Sunnah Isma’il bin Muhammad Al-Ashbahani (wafat th. 535 H) -rahimahullaah- berkata dalam kitabnya al-Hujjah Fii Bayaanil Mahajjah Wa Syar-hi ’Aqiidati Ahlis Sunnah:

”(1)- Kalau dikatakan: Setiap kelompok mengaku mengikuti Sunnah, dan menganggap orang-orang yang menyelisihi kelompoknya telah menyelisihi kebenaran; maka apa dalilnya bahwa kalian-lah yang Ahlus Sunnah; bukan selain kalian?

Kita katakan: Dalilnya adalah firman Allah -Ta’aalaa-:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا

“…Apa yang diberikan Rasul kepadamu; maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu; maka tinggalkanlah…” (QS. Al-Hasyr: 7)

Maka Allah memerintahkan untuk mengikuti Rasul dan mentaati beliau dalam apa yang beliau perintahkan, serta (meninggalkan) apa yang beliau larang.

Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ ...

“Wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku…”

Dan kita bisa mengetahui Sunnah beliau dengan melalui hadits-hadits yang diriwayatkan dengan sanad-sanad yang shahih. Dan golongan Ahlul Hadits-lah yang paling semangat mencari hadits-hadits, paling cinta terhadapnya, dan paling mengikuti yang shahih dari hadits-hadits tersebut.

Maka kita mengetahui -berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah- bahwa mereka-lah Ahlus Sunnah; bukan kelompok-kelompok yang lainnya.

Karena, setiap orang yang mengaku memiliki sebuah keahlian -jika dia tidak memiliki bukti yang menunjukkan atas keahliannya-; maka pengakuannya adalah bathil (tidak benar). Dan yang bisa menunjukkan akan keahlian seseorang adalah dengan dilihat dari ALAT-nya:

- Jika anda melihat seseorang membuka kiosnya -sedangkan dihadapannya ada peniup api, palu dan landasannya-; maka anda akan tahu bahwa dia adalah pandai besi.

- Jika anda melihat seseorang dihadapannya ada jarum dan gunting; maka anda tahu bahwa dia adalah penjahit.

[- Demikian juga jika anda melihat seseorang membuka kiosnya yang berisi kain; maka anda tahu bahwa dia adalah tukang kain -walaupun anda belum mengujinya-.

- Kalau ada seseorang membuka kiosnya yang berisi kurma; maka anda tahu bahwa dia adalah tukang kurma.
- Kalau ada seseorang membuka kiosnya yang berisi minyak wangi; maka anda tahu bahwa dia adalah tukang minyak wangi.]

- Dan lain-lain yang semisalnya.

Kalau tukang kurma berkata kepada tukang minyak wangi: “Saya-lah tukang minyak wangi!” Maka otomatis tukang minyak wangi akan berkata kepadanya: “Engkau dusta! Saya-lah tukang minyak wangi!!” Dan setiap orang awam yang menyaksikannya akan membela tukang minyak wangi tersebut.

Dan kami dapatkan kawan-kawan kami telah mendalami pencarian hadits-hadits yang menunjukkan atas Sunnah-Sunnah Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-, mereka mengambilnya dari sumber-sumbernya, mereka kumpulkan dari tempat-tempatnya, mereka menghafalkannya, mereka mengajak manusia kepadanya, dan mereka mencela orang-orang yang menyelisihinya, telah banyak hadits-hadits tersebut pada mereka dan di tangan mereka; sehingga sampai mereka masyhur (terkenal) dengan kedekatan mereka terhadap hadits-hadits, -sebagaimana tukang kain terkenal karena kainnya, tukang kurma terkenal karena kurmanya, dan tukang minyak wangi karena minyak wanginya-.

Sebagaimana kami dapati juga suatu kaum yang berpaling dari mengenal hadits-hadits, berpaling dari mengikutinya, mereka mencelanya, dan membuat orang lari dari mengumpulkannya dan dari menyebarkannya, BAHKAN MEREKA MEMBUAT PERMISALAN YANG PALING JELEK BAGI HADITS DAN AHLI HADITS.

Maka, dengan petunjuk-petunjuk ini kita mengetahui bahwa: Orang-orang yang cinta terhadap hadits-hadits, cinta dalam mengumpulkannya, menghafalkannya dan mengikutinya; mereka lah yang paling berhak dijuluki Ahlul Hadits dibandingkan kelompok-kelompok lainnya yang berpaling dari hadits-hadits tersebut. Karena menurut ulama; mengikuti hadits-hadits itulah yang dimaksud dengan: Mengambil Sunnah-Sunnah Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- yang telah shahih dari beliau; yang Allah perintahkan untuk mengambil apa yang beliau perintahkan dan meninggalkan apa yang beliau larang darinya. Dan ini merupakan penunjukkan yang jelas bagi Ahlus Sunnah bahwa mereka-lah yang paling berhak untuk menyandang nama ini; bukan orang-orang yang hanya mengikuti pendapat dan hawa nafsu saja.

(2)- Kalau dikatakan: Perkaranya adalah seperti yang anda sebutkan, akan tetapi; setiap kelompok selalu berdalil -untuk menguatkan madzhabnya- dengan sebuah hujjah (hadits).

Maka dijawab: Barangsiapa yang berdalil dengan hadits dha’if (lemah) untuk menentang hadits shahih, atau hadits mursal (yang sanadnya terputus) digunakan untuk melawan hadits musnad (yang sanadnya bersambung), atau berdalil dengan perkataan tabi’in (atau orang setelahnya) untuk melawan sabda Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-; maka keduanya tidak akan sama.

Karena barangsiapa yang mengikuti perkataan Rasul -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-; maka dia telah berpegang dengan hujjah (dalil) -secara pasti-. Orang yang berdalil dengan sesuatu yang kuat (shahih); maka jelas lebih baik keadaannya dibandingkan orang yang berdalil dengan sesuatu yang lemah (dha’if).

Dari sinilah menjadi jelas perbedaan antara Ittiba’ (mengikuti Sunnah) dengan selainnya. KARENA AHLUS SUNNAH HANYA MENGIKUTI YANG PALING KUAT, SEDANGKAN AHLUL BID’AH DAN PENGIKUT HAWA NAFSU; MENGIKUTI YANG SESUAI DENGAN HAWA NAFSU (KEINGINAN)NYA.”

[Al-Hujjah Fii Bayaanil Mahajjah (II/411-4130 dan tambahan dalam kurung dari (II/246)]

Bandingkan perkataan Imam Al-Ashbahani di atas: “BAHKAN MEREKA MEMBUAT PERMISALAN YANG PALING JELEK BAGI HADITS DAN AHLI HADITS.”

Dengan orang-orang yang menyebut Ahlul Hadits dengan AHLUL HADATS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar