MAHABBATULLAAH (CINTA
KEPADA ALLAH)
Cinta kepada Allah termasuk cinta ibadah; yaitu: Cinta yang
mengharuskan adanya penghinaan diri dan pengagungan kepada yang dicintai, dan
didalam hati orang yang mencintai terdapat adanya pemuliaan dan pengagungan
terhadap yang dicintai yang menuntut adanya pelaksanaan terhadap perintahnya
dan menjauhi larangannya.
Cinta seperti ini harus dikhususkan bagi Allah semata. Inilah yang
dinamakan dengan Mahabbatullaah (cinta kepada Allah).
Kalau cinta ibadah ini dipersembahkan kepada selain Allah, maka
pelakunya terjatuh kedalam kesyirikan. Seperti yang Allah firmankan tentang
orang-orang musyrik:
وَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ
اللَّهِ ...
“Dan diantara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah
sebagai tandingan yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-yang
beriman sangat (lebih) besar cintanya kepada Allah…” (QS. Al-Baqarah: 165).
Mahabbah Syirkiyyah (cinta yang syirik) ini ada pada orang-orang yang
beribadah kepada kubur orang-orang shalih atau wali-wali, juga terjadi pada
sebagian pembantu (bawahan) kepada tokoh-tokoh atau atasan-atasannya.
[Lihat:
Al-Qaulul Mufiid (II/44 dan 47-48) karya Syaikh Muhammad bin Shalih
al-‘Utsaimin -rahimahullaah-]
Maka, untuk meraih kecintaan kepada Allah, para ulama
menyebutkan sebab-sebab untuk menggapainya:
Pertama: Membaca al-Qur’an dengan mentadabburinya dan berusaha
memahami makna-maknanya serta apa yang dimaksud darinya.
Kedua: Mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan
ibadah-ibadah yang wajib kemudian dilanjutkan dengan ibadah-ibadah sunnah.
Ketiga: Terus menerus berdzikir (mengingat Allah) dengan
lisan, hati, dan amalan, pada setiap keadaan.
Keempat: Lebih mendahulukan kecintaan kepada Allah dari
kecintaan-kecintaan pribadi ketika diri dikuasai hawa nafsu.
Kelima: Menelaah nama-nama dan sifat-sifat Allah.
Keenam: Menyaksikan kebaikan dan nikmat-nikmat Allah, baik yang lahir
maupun yang batin.
Ketujuh: Kepasrahan hati secara total dihadapan Allah.
Kedelapan: Menyendiri pada sepertiga malam terakhir -saat dimana
Allah turun ke langit dunia- dengan membaca al-Qur’an, kemudian diakhiri dengan
taubat dan istighfar.
Kesembilan: Berteman dengan orang-orang shalih yang cinta kepada
Allah dan jujur dalam kecintaannya dan mengambil perkataan dan nasehat-nasehat
mereka yang baik.
Kesepuluh: Menjauhi segala sebab yang bisa menghalangi hati dari
Allah -‘Azza Wa Jalla- (berupa dosa dan maksiat).
[Lihat:
Fat-hul Majiid (hlm. 384-385)]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar