Sabtu, 25 Februari 2017

34- MAHABBATULLAAH (CINTA KEPADA ALLAH)



MAHABBATULLAAH (CINTA KEPADA ALLAH)

Cinta kepada Allah termasuk cinta ibadah; yaitu: Cinta yang mengharuskan adanya penghinaan diri dan pengagungan kepada yang dicintai, dan didalam hati orang yang mencintai terdapat adanya pemuliaan dan pengagungan terhadap yang dicintai yang menuntut adanya pelaksanaan terhadap perintahnya dan menjauhi larangannya.

Cinta seperti ini harus dikhususkan bagi Allah semata. Inilah yang dinamakan dengan Mahabbatullaah (cinta kepada Allah).

Kalau cinta ibadah ini dipersembahkan kepada selain Allah, maka pelakunya terjatuh kedalam kesyirikan. Seperti yang Allah firmankan tentang orang-orang musyrik:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ...

“Dan diantara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-yang beriman sangat (lebih) besar cintanya kepada Allah…” (QS. Al-Baqarah: 165).

Mahabbah Syirkiyyah (cinta yang syirik) ini ada pada orang-orang yang beribadah kepada kubur orang-orang shalih atau wali-wali, juga terjadi pada sebagian pembantu (bawahan) kepada tokoh-tokoh atau atasan-atasannya.

[Lihat: Al-Qaulul Mufiid (II/44 dan 47-48) karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin -rahimahullaah-]

Maka, untuk meraih kecintaan kepada Allah, para ulama menyebutkan sebab-sebab untuk menggapainya:

Pertama: Membaca al-Qur’an dengan mentadabburinya dan berusaha memahami makna-maknanya serta apa yang dimaksud darinya.

Kedua: Mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan ibadah-ibadah yang wajib kemudian dilanjutkan dengan ibadah-ibadah sunnah.

Ketiga: Terus menerus berdzikir (mengingat Allah) dengan lisan, hati, dan amalan, pada setiap keadaan.

Keempat: Lebih mendahulukan kecintaan kepada Allah dari kecintaan-kecintaan pribadi ketika diri dikuasai hawa nafsu.

Kelima: Menelaah nama-nama dan sifat-sifat Allah.

Keenam: Menyaksikan kebaikan dan nikmat-nikmat Allah, baik yang lahir maupun yang batin.

Ketujuh: Kepasrahan hati secara total dihadapan Allah.

Kedelapan: Menyendiri pada sepertiga malam terakhir -saat dimana Allah turun ke langit dunia- dengan membaca al-Qur’an, kemudian diakhiri dengan taubat dan istighfar.

Kesembilan: Berteman dengan orang-orang shalih yang cinta kepada Allah dan jujur dalam kecintaannya dan mengambil perkataan dan nasehat-nasehat mereka yang baik.

Kesepuluh: Menjauhi segala sebab yang bisa menghalangi hati dari Allah -‘Azza Wa Jalla- (berupa dosa dan maksiat).

[Lihat: Fat-hul Majiid (hlm. 384-385)]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar