Minggu, 26 Februari 2017

78- HUJJAH HARUSNYA DILAWAN DENGAN HUJJAH PULA; BUKAN DENGAN TUDUHAN SEMATA



HUJJAH HARUSNYA DILAWAN DENGAN HUJJAH PULA; BUKAN DENGAN TUDUHAN SEMATA

[1]- Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa berfirman  tentang perkataan Fir’aun dan kaumnya kepada Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimas salaam:

قَالُوا أَجِئْتَنَا لِتَلْفِتَنَا عَمَّا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا وَتَكُونَ لَكُمَا الْكِبْرِيَاءُ فِي الأرْضِ وَمَا نَحْنُ لَكُمَا بِمُؤْمِنِينَ

“Mereka berkata: “Apakah engkau datang kepada kami untuk memalingkan kami dari apa (kepercayaan) yang kami dapati nenek moyang kami mengerjakannya (menyembah berhala), dan agar kamu berdua mempunyai kekuasaan di bumi (negeri Mesir)? Kami tidak akan mempercayai kamu berdua.”” (QS. Yunus: 78)

[2]- Harusnya Seorang Membantah Dalil Dengan Dalil Pula.

Orang yang membawakan dalil, keterangan dan bukti atas kebenaran perkataannya; maka ketika ada orang yang ingin membantahnya; dia harus membawakan dalil pula. Adapun bantahan semisal perkataan Fir’aun dan kaumnya ini; maka ini menunjukkan kelemahan mereka. Karena; kalaulah mereka mempunyai hujjah (bukti dan keterangan); tentunya mereka akan membawakannya dan tidak mencukupkan diri dengan menuduh niat lawan: “Kamu cuma ingin ini, kamu hanya mau jadi ini”.

[Lihat: Taisiirul Kariimir Rahmaan (hlm. 371-cet. Muassasah ar-Risaalah)]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah berkata:

“Bantahan dengan sekedar mencela dan membesar-besarkan masalah; mampu dilakukan semua orang. Seorang (muslim) yang ingin mendebat orang-orang musyrik dan ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani); maka dia harus menyebutkan hujjah (keterangan dan bukti) yang bisa menjelaskan kebenaran (Islam) yang ada padanya dan (bisa menjelaskan) kebatilan yang ada pada mereka. Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman kepada Nabi-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ...

“Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik…” (QS. An-Nahl: 125)

وَلا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ...

“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang baik…” (QS. Al-‘Ankabuut: 46)”

[Majmuu’ul Fataawa (IV/186-187)]

[3]- Beberapa kali kita dihadapkan dengan hal semacam ini: Ketika dibawakan hujjah-hujjah yang jelas; maka akan dihadapkan dengan tuduhan-tuduhan semata tanpa disertai hujjah yang nyata; hanya berisi ungkapan: “Jangan suu-u zhann!” atau: “Anda belum pantas mengeluarkan hujjah semacam ini!” atau “Mungkin ada dalil yang lain.” dan lain-lain.

Syaikhul Islam berkata: “Dan sudah diketahui bersama bahwa: I’tiraadh (membatalkan pendalilan) dan mencela; bukanlah ilmu dan tidak ada manfaat di dalamnya. Keadaan terbagus dari orang semacam ini adalah: dia seperti orang awam. Sedangkan ilmu adalah: dengan menjawab pertanyaan (hujjah yang dibawakan).”

[Majmuu’ Fataawaa (IV/28)]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar