HUJJAH HARUSNYA DILAWAN DENGAN HUJJAH PULA; BUKAN DENGAN
TUDUHAN SEMATA
[1]- Allah Subhaanahu
Wa Ta’aalaa berfirman
tentang perkataan Fir’aun dan kaumnya kepada
Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimas salaam:
قَالُوا أَجِئْتَنَا
لِتَلْفِتَنَا عَمَّا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا وَتَكُونَ لَكُمَا
الْكِبْرِيَاءُ فِي الأرْضِ وَمَا نَحْنُ لَكُمَا بِمُؤْمِنِينَ
“Mereka berkata: “Apakah engkau datang kepada
kami untuk memalingkan kami dari apa (kepercayaan) yang kami dapati nenek
moyang kami mengerjakannya (menyembah berhala), dan agar kamu berdua mempunyai
kekuasaan di bumi (negeri Mesir)? Kami tidak akan mempercayai kamu berdua.”” (QS. Yunus: 78)
[2]- Harusnya Seorang Membantah Dalil Dengan
Dalil Pula.
Orang yang membawakan dalil, keterangan dan
bukti atas kebenaran perkataannya; maka ketika ada orang yang ingin
membantahnya; dia harus membawakan dalil pula. Adapun bantahan semisal
perkataan Fir’aun dan kaumnya ini; maka ini menunjukkan kelemahan mereka.
Karena; kalaulah mereka mempunyai hujjah (bukti dan keterangan); tentunya
mereka akan membawakannya dan tidak mencukupkan diri dengan menuduh niat lawan:
“Kamu cuma ingin ini, kamu hanya mau jadi ini”.
[Lihat:
Taisiirul Kariimir Rahmaan (hlm. 371-cet. Muassasah ar-Risaalah)]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah
berkata:
“Bantahan dengan sekedar mencela dan
membesar-besarkan masalah; mampu dilakukan semua orang. Seorang (muslim) yang
ingin mendebat orang-orang musyrik dan ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani); maka
dia harus menyebutkan hujjah (keterangan dan bukti) yang bisa menjelaskan
kebenaran (Islam) yang ada padanya dan (bisa menjelaskan) kebatilan yang ada
pada mereka. Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman kepada Nabi-Nya shallallaahu
‘alaihi wa sallam:
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ
رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ...
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan
hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang
baik…” (QS. An-Nahl:
125)
وَلا تُجَادِلُوا أَهْلَ
الْكِتَابِ إِلا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ...
“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab,
melainkan dengan cara yang baik…” (QS. Al-‘Ankabuut: 46)”
[Majmuu’ul
Fataawa (IV/186-187)]
[3]-
Beberapa kali kita dihadapkan dengan hal semacam ini: Ketika dibawakan
hujjah-hujjah yang jelas; maka akan dihadapkan dengan tuduhan-tuduhan semata
tanpa disertai hujjah yang nyata; hanya berisi ungkapan: “Jangan suu-u zhann!”
atau: “Anda belum pantas mengeluarkan hujjah semacam ini!” atau “Mungkin ada dalil
yang lain.” dan lain-lain.
Syaikhul
Islam berkata: “Dan sudah diketahui bersama bahwa: I’tiraadh
(membatalkan pendalilan) dan mencela; bukanlah ilmu dan tidak ada manfaat di
dalamnya. Keadaan terbagus dari orang semacam ini adalah: dia seperti orang awam.
Sedangkan ilmu adalah: dengan menjawab pertanyaan (hujjah yang dibawakan).”
[Majmuu’
Fataawaa (IV/28)]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar