KITAB USHUULUS SUNNAH KARYA IMAM AHMAD BIN
HANBAL
[1]- Ketika
wafatnya Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-; kaum muslimin berada diatas satu manhaj (jalan), baik dalam
ushuul (prinsip) agama mereka maupun furu’ (cabang)nya, baik dalam
‘Aqidah/keyakinan-nya maupun dalam amaliah/ibadah-nya. Secara umum mereka
berpegang kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Demikianlah
keadaan para Shahabat Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-, mereka beragama dengan
mengikuti apa yang difirmankan Allah dan apa yang disabdakan oleh
Rasul-Nya. Tidak ada yang menentang dalil dengan akalnya, mereka tidak
berbicara dalam masalah agama melainkan sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh
Rasul. Jika mereka ingin mengetahui permasalahan apapun yang berkaitan dengan
agama; maka mereka melihat kepada apa yang terdapat didalam Al-Quran dan
As-Sunnah.
[2]- Hal ini
terus berlangsung pada zaman pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, ‘Umar bin
Al-Khaththab dan awal pemerintahan ‘Utsman bin ‘Affan -radhiyallaahu ‘anhum ajma’iin-. Sampai ketika terbunuhnya ‘Utsman bin
‘Affan -radhiyallaahu
‘anhu-; mulailah terjadi kekacauan. Setelah ‘Ali
bin Abi Thalib -radhiyallaahu
‘anhu- dibai’at menjadi khalifah; terjadilah
peperangan yang tiada henti. Sampai akhirnya terjadilah apa yang dikabarkan
oleh Nabi -shallallaahu
‘alaihi wa sallam- dalam sabda beliau dalam Hadits Perpecahan
Umat.
[3]- Pada
peperangan-peperangan yang terjadi pada zaman ‘Ali; muncullah dua firqah
(kelompok) yang saling berseberangan; yaitu: KHAWARIJ dan SYI’AH.
KHAWARIJ
adalah: orang-orang yang memberontak melawan ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu
‘anhu bahkan sampai mengkafirkan beliau, sampai akhirnya istilah KHAWARIJ
digunakan untuk siapa saja yang memberontak melawan pemerintahan yang sah yang
dianggap zhalim. Mereka (KHAWARIJ) juga berpendapat bahwa: pelaku dosa besar
adalah kafir dan kelak akan kekal di Neraka.
Adapun SYI’AH;
maka mereka adalah orang-orang yang berlebihan dalam membela dan mengkultuskan
‘Ali dan ahlul bait (keluarga) beliau sampai membenci -bahkan mengkafirkan-
para shahabat yang lainnya; seperti: Abu Bakar, ‘Umar dan lain-lain.
[4]- Kemudian
pada akhir-akhir zaman para shahabat; muncullah firqah QADARIYYAH yang ekstrim
dalam menolak takdir, mereka berpendapat bahwa segala sesuatu terjadi tanpa
adanya takdir dari Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa-. Maka mereka dikafirkan oleh ‘Abdullah bin ‘Umar bin
Al-Khath-thab -radhiyallaahu
‘anhumaa-. Dan alhamdulillaah kelompok QADARIYYAH
ini pun hilang, hanya saja muncul kelompok QADARIYYAH yang lainnya yang
berpendapat bahwa perbuatan makhluk adalah ciptaan mereka sendiri dan tidak ada
sangkut pautnya sama sekali dengan takdir Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa-.
[5]- Kemudian
muncul firqah MURJI’AH yang berseberangan dengan KHAWARIJ dalam salah satu
pendapatnya; yakni: kalau Khawarij mengatakan bahwa: pelaku dosa besar adalah
kafir, maka Murji’ah berpendapat bahwa: pelaku dosa besar masih sempurna
keimanannya; karena amalan tidak masuk dalam kategori iman, sehingga iman
pelaku ketaatan sama dengan iman pelaku kemaksiatan.
[6]- Kemudian
muncullah kelompok MU’TAZILAH yang berusaha bersikap pertengahan dengan
mengatakan: pelaku dosa besar tidak dikatakan kafir dan tidak pula dikatakan
beriman, akan tetapi dia berada dalam manzilah baina manzilatain (satu
kedudukan di antara dua kedudukan). Hanya saja pendapat mereka (MU’TAZILAH)
pada hakikatnya sama dengan pendapat KHAWARIJ; dimana mereka mengatakan: pelaku
maksiat tersebut di akhirat
nanti dia akan kekal di dalam Neraka.
[7]- Kemudian
pada akhir zaman tabi’in muncul firqah Jahmiyyah; para pengikut Jahm bin
Shafwan yang mengingkari sifat-sifat Allah; seperti: sifat ketinggian Allah
diatas makhluk-Nya, sifat Kalam (berbicara) bagi Allah, dan sifat-sifat
lainnya. Keyakinan ini diambil oleh Jahm bin Shafwan dari Ja’d bin Dirham yang
tewas disembelih penguasa pada waktu itu.
[8]- Kemudian
keyakinan ini diwariskan oleh Jahm kepada Bisyr bin Ghiyats Al-Marisi salah seorang
tokoh MU’TAZILAH; sehingga umumnya ‘Aqidah MU’TAZILAH dan JAHMIYYAH dalam
masalah sifat-sifat Allah adalah sama. Bisyr bin Ghiyats Al-Marisi hidup pada
zaman Khalifah Harun Ar-Rasyid yang beliau berniat untuk membunuh Bisyr ini
akan tetapi tidak kesampaian karena Bisyr terus bersembunyi.
[9]- Kemudian
setelah wafatnya Harun Ar-Rasyid dan digantikan oleh Al-Ma’mun, maka
orang-orang JAHMIYYAH MU’TAZILAH mulai menampakkan taringnya. Mereka
mempengaruhi Khalifah Al-Ma’mun agar mau meyakini ‘Aqidah mereka; khususnya
‘Aqidah bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. Karena mereka menolak sifat Kalam
(berbicara) bagi Allah; sehingga mereka mengatakan bahwa Al-Qur’an bukan
Kalamullah (Firman Allah), akan tetapi Allah menciptakan Al-Qur’an. Maka
Khalifah Al-Ma’mun terpengaruh dengan ‘Aqidah ini dan berniat memaksa para
ulama untuk meyakininya; di antaranya Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullaah. Maka
Imam Ahmad pun dibawa untuk menghadap Khalifah; akan tetapi belum sempat
bertemu; Khalifah meninggal terlebih dahulu.
[10]- Kemudian
Khalifah Al-Mu’tashim menggantikan Al-Ma’mun. Al-Mu’tashim inilah yang terus
menyiksa Imam Ahmad bin Hanbal agar beliau mau mengatakan bahwa Al-Qur’an
adalah makhluk. Beliau dipenjara sampai berbulan-bulan sebelum akhirnya
dilepaskan.
[11]- Tatkala
Al-Mu’tashim digantikan oleh Al-Watsiq maka pemaksaan terhadap kaum muslimin
untuk mengatakan Al-Qur’an makhluk terus berlanjut; untuk kemudian mereda.
Dikatakan bahwa Al-Watsiq bertaubat dari keyakinan ini setelah menyaksikan
debat antara Imam Ahmad dengan Ibnu Abi Du’ad pembesar JAHMIYYAH MU’TAZILAH.
[12]- Kemudian,
muncullah fajar Sunnah dengan diangkatnya Al-Mutawakkil sebagai Khalifah.
Karena beliau menyebarkan Sunnah dan mematikan Bid’ah.
[13]- Sejak
itulah para ulama mulai menulis kitab-kitab ‘Aqidah -yang sebagiannya mereka
namakan dengan kitab Sunnah- untuk menjelaskan ‘Aqidah yang diajarkan oleh
Rasulullah -shallallaahu
‘alaihi wa sallam- kepada para Shahabat beliau -radhiyallaahu ‘anhum-. Dalam rangka memberikan nasehat kepada
kaum muslimin setelah terjadinya perpecahan dikalangan mereka dengan munculnya
firqah-firqah Bid’ah yang mengusung pemahaman-pemahaman baru yang pada
hakikatnya bukan dari Islam. Pemahaman-pemahaman baru tersebut muncul
dikarenakan DANGKALNYA ILMU MEREKA DALAM MEMAHAMI AGAMA. Sebagaimana ada juga
sebagian oknum yang memang MNUAFIK; DIA PURA-PURA MASUK ISLAM UNTUK MERUSAK
ISLAM DARI DALAM; DENGAN MENYUSUPKAN ‘AQIDAH-‘AQIDAH YANG SESAT, BAHKAN KUFUR.
[14]- Maka di
antara kitab yang ditulis oleh para ulama adalah Kitab yang ada dihadapan
pembaca ini: Ushuulus Sunnah, yang ditulis langsung oleh Imam Ahmad bin Hanbal -rahimahullaah-, salah satu tokoh pelaku sejarah ketika
mulai munculnya firqah-firqah sesat. Sehingga Kitab ini walaupun ringkas; akan
tetapi isinya sangat kuat dalam menjelaskan ‘Aqidah yang Haqq (benar), ‘Aqidah
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan membantah kelompok-kelompok yang sesat yang
menyelisihi manhaj (jalan) Nabi dan para Shahabatnya; karena kitab ini ditulis
setelah munculnya Ushuulul Firaq (induk-induk
dari kelompok-kelompok sesat).
[Diambil
dari Muqaddimah Syarh Ushulus Sunnah; karya Ahmad Hendrix]
[15]- Bagi yang membutuhkan kitab Ushulus Sunnah (matan &
terjemahan) karya Imam Ahmad bin Hanbal; maka silahkan di-Download di link
berikut:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar