MENJADI
PEMIMPIN AGAMA; SEBELUM DAN SESUDAH
[SYARAT UNTUK
MENJADI PEMIMPIN AGAMA]
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
-rahimahullaah-
berkata:
“Allah
-Subhaanahu Wa Ta’aalaa- telah
mengabarkan bahwa Imaamah (kepemimpinan) ini hanya bisa diraih dengan
kesabaran dan keyakinan. Allah Ta’aalaa berfirman:
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا
لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu
pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar
dan mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As-Sajdah: 24)
Maka dengan SABAR
dan YAKIN; akan diraih kepemimpinan dalam agama.
[SABAR]
Ada yang
menafsirkan: Sabar dari dunia.
Ada lagi yang
menafsirkan: Sabar terhadap musibah.
Ada juga yang
menafsirkan: Sabar dari hal-hal yang dilarang.
Dan pendapat
yang benar adalah: Sabar dari semua itu: Sabar dalam melaksanakan
kewajiban-kewajiban kepada Allah, sabar dari hal-hal yang Dia haramkan dan
sabar terhadap takdir-Nya.
Allah
-Subhaanahu Wa Ta’aalaa- menggabungkan antara sabar dan yakin;
karena dengan keduanya seorang hamba akan bahagia, dan dengan kehilangan
keduanya; maka hilang pula kebahagiannya. Karena hati ini akan didatangi oleh
syahwat yang menyelisihi perintah Allah dan syubhat yang menyelisihi kabar dari
Allah. Maka, dengan kesabaran; syahwat bisa ditolak, dan dengan keyakinan;
syubhat bisa ditepis. Karena syahwat dan syubhat sangat bertentangan dengan
agama dari segala segi, sehingga tidak ada yang bisa selamat dari adzab Allah;
kecuali orang yang bisa menolak syahwat dengan kesabarannya dan menolak syubhat
dengan keyakinannya.
[YAKIN]
[Yakin; yaitu:
keimanan yang pasti dan tetap, yang tidak ada keraguan didalamnya, tidak ada
kebimbangan, tidak adak syakk dan tidak ada syubhat; dalam prinsip- prinsip
(Aqidah) yang di jelaskan oleh Allah -Ta’aalaa- dalam firman-Nya:
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا
وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ...
“Kebajikan itu
bukanlah menghadapkan wajahmu kearah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu
ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir,
malaikat-malaikat, kitab-kitab dan nabi-nabi…” (QS. Al-Baqarah: 177)…
Dan yang
dinamakan yakin adalah: sangat kuatnya keimanan terhadap
(prinsip-prinsip Aqidah) ini sampai seoalah-olah dapat dilihat dan disaksikan
oleh hati. Persamaanya dengan mata hati; seperti matahari dan bulan terlihat
oleh mata kepala. Oleh karena itulah ada Salaf yang berkata: Yakin merupakan
keimanan secara keseluruhan.]
[TUGAS SETELAH MENJADI PEMIMPIN AGAMA]
Sebagaimana
(dalam: QS. As-Sajdah: 24) Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa- mengaitkan Imaamah (kepemimpinan) dengan kesabaran
dan keyakinan; maka ayat tersebut (QS. As-Sajdah: 24) juga mengandung
dua prinsip yang lain:
Pertama:
Berdakwah (mengajak) kepada Allah dan memberikan petunjuk kepada makhluk-Nya.
Kedua: (Para
imam tersebut) memberikan petunjuk (kepada makhluk) dengan (petunjuk) yang
Allah perintahkan melalui lisan Rasul-Nya; tidak dengan akal-akal mereka saja,
pendapat, politik dan perasaan mereka, dan tidak juga dengan taklid terhadap
nenek moyang mereka tanpa ada bukti dari Allah, karena Allah berfirman:
... يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا...
“…yang memberi petunjuk dengan perintah Kami …” (QS. As-Sajdah:
24)…
Kesimpulannya:
Bahwa imam-imam yang bisa diteladani adalah: mereka yang menggabungkan antara:
(1)Sabar, (2)Yakin, (3)Berdakwah (mengajak) kepada Allah, (4)Dengan Sunnah dan
wahyu; tidak dengan pendapat-pendapat dan bid’ah-bid’ah. Mereka-lah para
khalifah Rasul -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- untuk umat beliau, mereka-lah
orang-orang khusus dan wali-wali Allah, barangsiapa yang memerangi mereka; maka
dia telah memusuhi Allah -Ta’aalaa- dan mengumumkan peperangan dengan-Nya.
Imam Ahmad -rahimahullaah-
berkata dalam muqaddimah kitab-nya ar-Radd ‘Alal Jahmiyyah:
“Segala puji
hanya milik Allah yang Dia telah menjadikan pada setiap masa yang kosong dari
para rasul: pewaris yang terdiri dari ulama yang berdakwah dan mengajak orang
yang sesat kepada hidayah. Mereka sabar menghadapi gangguan, mereka menghidupkan
hati yang mati dengan Kitabullah, menjadikan mata hati yang buta menjadi
terbuka. Tidak sedikit dari orang yang (hatinya) telah mati terbunuh oleh iblis
kembali dihidupkan oleh mereka, dan banyak dari orang yang sesat dan
kebingungan; mereka beri petunjuk. Alangkah baiknya pengaruh mereka untuk
manusia, dan alangkah buruknya sikap manusia terhadap mereka! Para ulama itu
tampil menolak penyelewengan terhadap (makna) Kitabullah yang dilakukan
orang-orang yang ghuluw (berlebih-lebihan), pemalsuan orang-orang yang batil,
dan ta’wil yang dilakukan oleh orang-orang yang bodoh; yang mengibarkan bendera
bid’ah dan melepaskan tali pengikat fitnah, berselisih dalam Al-Qur’an dan
menyelisihinya, sepakat untuk memisahkan diri dari Kitabullah, dan berkata atas
nama Allah, tentang Allah dan tentang Kitabullah dengan tanpa ilmu, berbicara
dengan perkataan yang tidak jelas untuk menipu orang-orang bodoh dengan
memberikan syubhat kepada mereka. Kita berlindung kepada Allah dari fitnah
orang-orang yang menyesatkan.”
[Risaalah Ibnil
Qayyim Ilaa Ahadi Ikhwaanihi (hlm. 16-27)]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar