Sabtu, 25 Februari 2017

19- MENJADI PEMIMPIN AGAMA; SEBELUM DAN SESUDAH



MENJADI PEMIMPIN AGAMA; SEBELUM DAN SESUDAH

[SYARAT UNTUK MENJADI PEMIMPIN AGAMA]

Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah -rahimahullaah- berkata:

“Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa-  telah mengabarkan bahwa Imaamah (kepemimpinan) ini hanya bisa diraih dengan kesabaran dan keyakinan. Allah Ta’aalaa berfirman:

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

 “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar dan mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As-Sajdah: 24)

Maka dengan SABAR dan YAKIN; akan diraih kepemimpinan dalam agama.

[SABAR]

Ada yang menafsirkan: Sabar dari dunia.

Ada lagi yang menafsirkan: Sabar terhadap musibah.

Ada juga yang menafsirkan: Sabar dari hal-hal yang dilarang.

Dan pendapat yang benar adalah: Sabar dari semua itu: Sabar dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban kepada Allah, sabar dari hal-hal yang Dia haramkan dan sabar terhadap takdir-Nya.

Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa- menggabungkan antara sabar dan yakin; karena dengan keduanya seorang hamba akan bahagia, dan dengan kehilangan keduanya; maka hilang pula kebahagiannya. Karena hati ini akan didatangi oleh syahwat yang menyelisihi perintah Allah dan syubhat yang menyelisihi kabar dari Allah. Maka, dengan kesabaran; syahwat bisa ditolak, dan dengan keyakinan; syubhat bisa ditepis. Karena syahwat dan syubhat sangat bertentangan dengan agama dari segala segi, sehingga tidak ada yang bisa selamat dari adzab Allah; kecuali orang yang bisa menolak syahwat dengan kesabarannya dan menolak syubhat dengan keyakinannya.

[YAKIN]

[Yakin; yaitu: keimanan yang pasti dan tetap, yang tidak ada keraguan didalamnya, tidak ada kebimbangan, tidak adak syakk dan tidak ada syubhat; dalam prinsip- prinsip (Aqidah) yang di jelaskan oleh Allah -Ta’aalaa- dalam firman-Nya:

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ... 

“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu kearah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab dan nabi-nabi…” (QS. Al-Baqarah: 177)…

Dan yang dinamakan yakin adalah: sangat kuatnya keimanan terhadap (prinsip-prinsip Aqidah) ini sampai seoalah-olah dapat dilihat dan disaksikan oleh hati. Persamaanya dengan mata hati; seperti matahari dan bulan terlihat oleh mata kepala. Oleh karena itulah ada Salaf yang berkata: Yakin merupakan keimanan secara keseluruhan.]

[TUGAS SETELAH MENJADI PEMIMPIN AGAMA]

Sebagaimana (dalam: QS. As-Sajdah: 24) Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa-  mengaitkan Imaamah (kepemimpinan) dengan kesabaran dan keyakinan; maka ayat tersebut (QS. As-Sajdah: 24) juga mengandung dua prinsip yang lain:

Pertama: Berdakwah (mengajak) kepada Allah dan memberikan petunjuk kepada makhluk-Nya.

Kedua: (Para imam tersebut) memberikan petunjuk (kepada makhluk) dengan (petunjuk) yang Allah perintahkan melalui lisan Rasul-Nya; tidak dengan akal-akal mereka saja, pendapat, politik dan perasaan mereka, dan tidak juga dengan taklid terhadap nenek moyang mereka tanpa ada bukti dari Allah, karena Allah berfirman:

...  يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا... 

“…yang memberi petunjuk dengan perintah Kami …” (QS. As-Sajdah: 24)…

Kesimpulannya: Bahwa imam-imam yang bisa diteladani adalah: mereka yang menggabungkan antara: (1)Sabar, (2)Yakin, (3)Berdakwah (mengajak) kepada Allah, (4)Dengan Sunnah dan wahyu; tidak dengan pendapat-pendapat dan bid’ah-bid’ah. Mereka-lah para khalifah Rasul -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- untuk umat beliau, mereka-lah orang-orang khusus dan wali-wali Allah, barangsiapa yang memerangi mereka; maka dia telah memusuhi Allah -Ta’aalaa- dan mengumumkan peperangan dengan-Nya.

Imam Ahmad -rahimahullaah- berkata dalam muqaddimah kitab-nya ar-Radd ‘Alal Jahmiyyah:

“Segala puji hanya milik Allah yang Dia telah menjadikan pada setiap masa yang kosong dari para rasul: pewaris yang terdiri dari ulama yang berdakwah dan mengajak orang yang sesat kepada hidayah. Mereka sabar menghadapi gangguan, mereka menghidupkan hati yang mati dengan Kitabullah, menjadikan mata hati yang buta menjadi terbuka. Tidak sedikit dari orang yang (hatinya) telah mati terbunuh oleh iblis kembali dihidupkan oleh mereka, dan banyak dari orang yang sesat dan kebingungan; mereka beri petunjuk. Alangkah baiknya pengaruh mereka untuk manusia, dan alangkah buruknya sikap manusia terhadap mereka! Para ulama itu tampil menolak penyelewengan terhadap (makna) Kitabullah yang dilakukan orang-orang yang ghuluw (berlebih-lebihan), pemalsuan orang-orang yang batil, dan ta’wil yang dilakukan oleh orang-orang yang bodoh; yang mengibarkan bendera bid’ah dan melepaskan tali pengikat fitnah, berselisih dalam Al-Qur’an dan menyelisihinya, sepakat untuk memisahkan diri dari Kitabullah, dan berkata atas nama Allah, tentang Allah dan tentang Kitabullah dengan tanpa ilmu, berbicara dengan perkataan yang tidak jelas untuk menipu orang-orang bodoh dengan memberikan syubhat kepada mereka. Kita berlindung kepada Allah dari fitnah orang-orang yang menyesatkan.”

[Risaalah Ibnil Qayyim Ilaa Ahadi Ikhwaanihi (hlm. 16-27)]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar