Minggu, 26 Februari 2017

66- SINDIRAN ADALAH METODE NABI…MAKA JANGAN DIINGKARI



SINDIRAN ADALAH METODE NABI…MAKA JANGAN DIINGKARI

[1]- Dari Anas bin Malik -radhiyallaahu ‘anhu-; bahwa sekelompok orang dari Shahabat Nabi  -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bertanya kepada istri-istri Nabi  -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- tentang amalan beliau yang tersembunyi. (Setelah mendengarnya); maka sebagian mereka berkata: “Saya tidak akan menikahi wanita.” Sebagian lagi berkata: “Saya tidak akan makan daging.” Dan yang lainnya lagi berkata: “Saya tidak akan tidur di kasur.”

Maka beliau (Nabi  -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-) memuji Allah dan menyanjung-Nya; kemudian berkata:

مَا بَالُ أَقْوَامٍ قَالُوا كَذَا وَكَذَا؟ لَكِنِّي أُصَلِّي وَأَنَامُ، وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي

“Kenapa ada suatu kaum yang berkata demikian dan demikian?! Aku ini puasa dan terkadang tidak, aku shalat malam dan juga tidur, dan aku menikahi wanita, maka barangsiapa tidak menyukai Sunnah-ku; maka dia bukan bagian dariku.”

[HR. Al-Bukhari (no. 5063) dan Muslim (no. 1401), dan ini lafazh Muslim]

[2]- Syaikh Imam Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin -rahimahullaah- berkata:

“Sabda beliau: “suatu kaum”; ini adalah nakiroh (tidak tertentu), dan Rasul -‘alaihish shalaatu was salaam- tidak menjelaskan siapa mereka. Karena, SUDAH MENJADI KEBIASAAN BELIAU; BAHWA BELIAU TIDAK MENYEBUTKAN (NAMA) SESEORANG (YANG BELIAU KRITIK); WALAUPUN SEBENARNYA BELIAU MENGETAHUINYA…Karena, penyebutan nama dalam keadaan semacam ini -pada hakikatnya- merupakan celaan, sedangkan YANG DIMAKSUD BUKANLAH MENCELA ORANG TERTENTU, AKAN TETAPI MAKSUDNYA ADALAH MENJELASKAN KEBENARAN, DAN (MENJELASKAN) BAHWA (APA YANG DIA LAKUKAN) INI ADALAH BATHIL; TIDAK DIPERBOLEHKAN.

Karena, menyebut nama orang (yang dikritik) dalam tempat-tempat umum; tidak akan ada maslahatnya -selama-lamanya-. Karena kalau seseorang menyebut nama orang lain (yang dikritik); maka bisa dianggap bahwa  mungkin (kritikan itu muncul) karena permusuhan pribadi dan dia ingin menyebarkan (kejelekan)nya.”

[Fat-hu Dzil Jalaal Wal Ikraam Bi Syar-hi Buluughil Maraam (V/7-8)]

[3]- Walau pun kita tidak mengingkari PENYEBUTAN NAMA KETIKA MENGKRITIK JIKA DIPERLUKAN.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahullaah- berkata:

“Maka harus diperingatkan dari bid’ah-bid’ah itu, walaupun hal itu mengharuskan untuk menyebutkan mereka beserta nama-namanya.”

[Majmuu’ Fataawaa (XXVIII/233)]

Syaikh ‘Abdul Malik bin Ahmad Ramadhani Al-Jaza-iri -hafizhahullaah- berkata:

“Barangsiapa yang menyangka bahwa ketika dirinya BERPALING DARI PENYEBUTAN NAMA SECARA MUTLAK (tidak boleh sama sekali) dengan itu dia telah berbuat baik; maka dia telah meremehkan perbuatan Muhajirin, Anshar, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in; di sepanjang masa dengan perbedaan kota, yang mereka mempunyai perhatian terhadap Jarh Wat Ta’dil (Mencela dan Memuji), mereka tidak segan-segan untuk menyebutkan ribuan perawi beserta nama-namanya dan nasab-nasabnya, dan juga tidak merasa sungkan untuk menyifati sebagiannya dengan: Dha’if (Lemah)! Munkar! Kadzab (Pendusta)! Dajjal! Dan lain-lain.

Kenapa (para Salaf) menyebutkan nama-nama (orang-orang yang dikritik) tersebut? Jawabnya: Untuk memperingatkan manusia (dan agar mereka tetap berada) di Jalan Allah -Ta’aalaa-.”

[Sittu Durar Min Ushuuli Ahlil Atsar (hlm. 8)]

[4]- Maka dari penjelasan di atas, semoga kita bisa menjaga keseimbangan; sehingga kita: tidak mengingkari sindiran, dan tidak juga mengingkari penyebutan nama, akan tetapi juga tidak berlebihan dengan seringnya menyebutkan nama di tempat/kajian umum.

Wallaahu A’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar