Minggu, 26 Februari 2017

47- JABATAN & KEPEMIMPINAN



JABATAN & KEPEMIMPINAN

[1]- Dari Abu Hurairah -radhiyallaahu ‘anhu-, dia berkata: Jibril duduk (menghadap) kepada Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-, kemudian melihat ke arah langit, ternyata ada seorang malaikat yang turun. Maka Jibril berkata: “Malaikat ini tidak pernah turun -sebelum saat ini- sejak diciptakan.” Tatkala malaikat tersebut turun; dia berkata: “Wahai Muhammad! Rabb-mu telah mengutusku kepadamu (untuk memberimu pilihan-pent): Apakah (engkau ingin) Dia menjadikanmu sebagai seorang raja sekaligus nabi, atau seorang hamba sekaligus rasul?” Jibril berkata: “Merendahlah kepada Rabb-mu wahai Muhammad!” Maka beliau menjawab:

بَلْ عَبْدًا رَسُوْلاً

“Bahkan (aku ingin menjadi) seorang hamba sekaligus rasul.”

[HR. Ahmad (II/231) dan Ibnu Hibban (no. 6374- cet. Daar Fikr), dengan sanad yang shahih sesuai syarat Muslim.  Lihat: Silsilah Al-Ahaadiits Ash-Shahiihah (no. 1002)]

Nabi Muhammad -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- tidak bertujuan untuk menjadi raja dan tidak membuat partai-partai dan kelompok-kelompok untuk tujuan ini. Beliau diutus untuk memberikan hidayah kepada manusia dan menyelamatkan mereka dari kesesatan dan kesyirikan, serta mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya.

Telah ditawarkan kepada beliau untuk menjadi raja sekaligus nabi, atau hamba sekaligus rasul; maka beliau lebih memilih untuk menjadi hamba sekaligus rasul.

[Lihat: Manhajul Anbiyaa Fid Da’wah Ilallaah Fiihi Al- Hikmah Wal ‘Aql (hlm. 115)]

[2]- Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda kepada penduduk Yatsrib pada Bai’at ‘Aqabah kedua:

“Kalian membai’atku untuk mendengar dan ta’at dalam keadaan semangat maupun malas, berinfak dalam keadaan sempit maupun lapang, amar ma’ruf nahi munkar, berkata (yang benar) dalam (agama) Allah dengan tidak takut -di jalan Allah- terhadap celaan orang yang mencela, dan kalian menolongku; -jika aku datang kepada kalian- maka kalian bela aku sebagaimana kalian membela diri-diri kalian, istri-istri kalian, dan anak-anak kalian, DAN BALASAN KALIAN ADALAH SURGA.”

[HR. Ahmad (no. 14393 & 14588- cet. Daarul Hadiits), Ibnu Hibban (no. 6241- At-Ta’liiqaatul Hisaan), dan Al-Baihaqi (XII/265 & XIII/203-204- cet. Daarul Fikr), dengan sanad yang shahih sesuai syarat Muslim. Lihat: Silsilah Al-Ahaadiits Ash-Shahiihah (no. 63)]

Dalam situasi yang sangat genting semacam ini, Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- tidak menjanjikan jabatan dan kepemimpinan kepada kaum Anshar, akan tetapi beliau menjanjikan Surga.

[Lihat: Manhajul Anbiyaa Fid Da’wah Ilallaah Fiihi Al- Hikmah Wal ‘Aql (hlm. 116)]

[3]- Bahkan Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- memperingatkan tentang bahaya rakus kepada kepemimpinan. Beliau bersabda:

إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الإِمَارَةِ، وَسَتَكُونُ نَدَامَةً يَوْمَ القِيَامَةِ، فَنِعْمَ المُرْضِعَةُ وَبِئْسَتِ الفَاطِمَةُ

“Kalian nanti akan berambisi terhadap kepemimpinan, dan hal itu nantinya akan menjadi penyesalan pada Hari Kiamat, maka kenikmatan (bayi) yang menyusu dan kejelekan (bayi) yang disapih”

[HR. Al-Bukhari (no. 7148)]

“kenikmatan (bayi) yang menyusu”: dikarenakan (nikmat) mendapat kedudukan, harta, perintahnya didengar (oleh bawahan), serta mendapatkan kelezatan yang nyata maupun yang tidak nyata; ketika dia mendapatkan (kepemimpinan) tersebut.

“kejelekan (bayi) yang disapih”; yaitu: ketika terpisah dari kepemimpinan, apakah (terpisah) dengan sebab kematian ataupun yang lainnya, dan (juga keburukan) karena mendapatkan dampak-dampak negatif  di akhirat atas (kepemimpinan) tersebut.

[Lihat: Fat-hul Baari (XIII/156- cet. Daarus Salaam)]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar