Sabtu, 25 Februari 2017

28- TIGA PEMBAHASAN PENTING TENTANG AKHLAK



TIGA PEMBAHASAN PENTING TENTANG AKHLAK

PEMBAHASAN PERTAMA: CAKUPAN YANG LUAS BAGI AKHLAK

Imam Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin -rahimahullaah- berkata:

“Banyak orang yang mempunyai pemahaman bahwa: yang dinamakan akhlak yang baik hanyalah (akhlak yang baik) dalam bermu’amalah (berinteraksi) dengan makhluk; tanpa (memikirkan akhlak yang baik dalam) bermu’amalah dengan Al-Khaliq (Allah). Dan ini adalah pemahaman yang kurang. Karena akhlak yang baik -selain dalam bermu’amalah dengan makhluk-; juga berlaku dalam bermu’amalah dengan Al-Khaliq (Allah). Jadi, cakupan akhlak yang baik adalah: (dalam) bermu’amalah dengan Al-Khaliq (Allah) -Jalla Wa ‘Alaa- dan juga (dalam) bermu’amalah dengan makhluk.

Maka, Apakah yang dimaksud dengan akhlak yang baik dalam bermu’amalah dengan Al-Khaliq (Allah)?

Akhlak yang baik dalam bermu’amalah dengan Al-Khaliq (Allah) mencakup tiga perkara:

1- Membenarkan berita-berita dari Allah -Ta’aalaa-.

2- Melaksanakan dan mempraktekkan hukum-hukum-Nya.

3- Sabar dan ridha dalam menerima takdir-Nya.

Inilah tiga perkara yang menjadi poros bagi akhlak yang baik terhadap Allah -‘Azza Wa Jalla-…

Adapun akhlak yang baik terhadap makhluk; maka sebagian ulama memberikan pengertian: “Menahan gangguan (terhadap orang lain), mengerahkan kedermawanan, dan wajah yang berseri-seri.”; dan pengertian semacam ini diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Bashri.”

[Kitabul ‘Ilmi (hlm. 256-257 & 262)]


PEMBAHASAN KEDUA: AKHLAK MULIA MERUPAKAN BUAH DARI ‘AQIDAH TAUHID

Allah -Ta’aalaa- berfirman:

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الأمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

“Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit, (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Rabb-nya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat.” (QS. Ibrahim: 24-25)

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di -rahimahullaah- berkata:

“Allah -Ta’aalaa- berfirman: “Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik”; yaitu: Syahadat Laa Ilaaha Illallaah dan cabang-cabangnya, “seperti pohon yang baik”; yaitu: pohon kurma, “akarnya kuat”; di bumi “dan cabangnya (menjulang)” menyebar “ke langit”, dan pohon ini senantiasa banyak manfaat, “(pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Rabb-nya.”

Demikian juga Pohon Keimanan, akarnya kuat di hati seorang mukmin -secara ilmu dan ‘aqidah (keyakinan)-, dan cabangnya berupa: kalimat yang baik, amal shalih, AKHLAK YANG TERPUJI, serta adab yang baik; (semuanya) senantiasa menjulang ke langit, naik kepada Allah darinya: amal-amal dan ucapan-ucaapan yang dihasilkan oleh Pohon Keimanan; yang orang mukmin tersebut mengambil manfaatnya dan dia juga memberikan manfaat kepada orang lain. “Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat.”

[Taisiirul Kariimir Rahmaan (hlm. 425)]

PEMBAHASAN KETIGA: NABI -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- ADALAH TELADAN UTAMA DALAM AKHLAK YANG MULIA DAN PEMBAHASAN TENTANG BAGAIMANA AKHLAK BELIAU?

Allah -Ta’aalaa- berfirman:

وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berada di atas akhlak (budi pekerti) yang agung.” (Al-Qalam: 4)

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di -rahimahullaah- berkata:

“Inti dari akhlak beliau yang agung adalah: sebagaimana yang ditafsirkan oleh Ummul Mu’minin ‘Aisyah -radhiyallaahu ‘anhaa- ketika ada yang bertanya kepadanya tentang akhlak Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-: “Akhlak beliau adalah Al-Qur’an.”.”

[Taisiirul Kariimir Rahmaan (hlm. 879)]

Imam An-Nawawi -rahimahullaah- berkata:

“Perkataan ‘Aisyah: “Akhlak Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- adalah: Al-Qur’an.”; maknanya adalah: MENGAMALKAN AL-QUR’AN, BERHENTI PADA BATASAN-BATASANNYA, BERADAB DENGAN ADAB-ADABNYA, MENGAMBIL PELAJARAN DARI PERMISALAN-PERMISALAN DAN KISAH-KISAH YANG TERDAPAT DALAM AL-QUR’AN, MENTADABBURI AL-QUR’AN, SERTA MEMBACANYA DENGAN BAGUS.”

[Al-Minhaj Syarh Shahiih Muslim bin Hajjaj (VI/32-cet. Daarul Faihaa)]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar