Senin, 27 Februari 2017

94- GENERASI SETELAH KITA (Bagian Kedua)



GENERASI SETELAH KITA (Bagian Kedua)

[7]- Perhatian Nabi Dan Para Shahabat Dalam Pengajaran Dan Pembelajaran Anak-Anak

Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- dan juga para Shahabat beliau -radhiyallaahu ‘anhum- memiliki perhatian besar terhadap pendidikan anak. Dan mereka memiliki berbagai cara untuk memberikan ilmu kepada anak-anak.

Di antaranya:

[8]- Di Antara Contoh Pengajaran Nabi Kepada Anak Kecil

Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- memantapkan ‘Aqidah Ibnu ‘Abbas -radhiyallaahu ‘anhumaa- yang ketika itu masih kecil, maka -sambil memboncengkannya- beliau bersabda:

يَا غُلاَمُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ، احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ...

“Wahai anak kecil! Aku akan mengajarkanmu beberapa kalimat: Jagalah Allah; niscaya dia akan menjagamu. Jagalah Allah; niscaya kamu akan mendapati Dia di hadapanmu. Jika kamu meminta; maka mintalah kepada Allah, dan jika kamu meminta pertolongan; maka minta tolonglah kepada Allah....” dan seterusnya.

[HR. At-Tirmidzi. Lihat: “Wasiat Nabi Kepada Ibnu ‘Abbas” yang ditulis oleh Fadhilatul Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas -hafizhahullaah-]

Maka ini merupakan praktek nyata penanaman Ta’shiil (pondasi keagamaan) kepada anak.

Dan yang perlu juga diperhatikan: Bahwa kita telah mengalami perubahan yang besar dalam masalah keagamaan dibandingkan generasi Salaf dan para ulama terdahulu; sehingga perlu usaha yang lebih besar dalam memahami agama ini.

[9]- Pembelajaran Untuk Zaman Sekarang Adalah Lebih Sulit Jika Dibandingkan Dengan Zaman Salaf

Syaikh Al-Albani -rahimahullaah- mencontohkan dengan perkataannya:

“Keadaan kita pada zaman sekarang adalah sangat berbeda dengan keadaan kaum muslimin pada zaman pertama; maka jangan disangka bahwa Dakwah mengajak kepada ‘Aqidah yang benar pada zaman sekarang adalah mudah sebagaimana pada zaman pertama.

Saya contohkan dengan suatu perkara yang tidak akan kita perselisihkan -insyaa Allaah-:

Pada zaman tersebut sangatlah mudah untuk Shahabat mendengarkan Hadits secara langsung dari Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-, kemudian Tabi‘in mendengarkan Hadits secara langsung dari Shahabat…

Demikianlah pada tiga generasi yang dipersaksikan dengan kebaikan.”

[At-Tauhiid Awwalan Yaa Du’aatal Islaam! (hlm. 24)]

[10]- Zaman Sekarang Dipenuhi Syubhat Yang Juga Dikhawatirkan Bisa Mempengaruhi Fithrah Anak

Syaikh Al-Albani rahimahullaah melanjutkan perkataannya:

“Maka yang pada zaman (Shahabat) tersebut mudah; tidak lagi mudah untuk zaman sekarang; dari segi kemurnian ilmu dan terpercayanya sumber pengambilan (ilmu tersebut).

Oleh karena itulah: diharuskan untuk melihat dan memperhatikan perkara ini sebagaimana mestinya, dengan hal yang sesuai dengan berbagai permasalahan yang meliputi kita pada zaman sekarang, dimana hal tersebut tidak mengenai kaum muslimin generasi awal; berupa kotoran dalam ‘Aqidah yang menyebabkan terjadinya banyak permasalahn dan syubhat (kerancuan) dari Ahli Bid’ah yang menyimpang dari ‘Aqidah yang Shahih dan Manhaj yang benar.”

[At-Tauhiid Awwalan Yaa Du’aatal Islaam! (hlm. 24-25)]

Demikian juga dijelaskan oleh murid beliau: Syaikh ‘Ali bin Hasan Al-Halabi -hafizhahullaah-, bahwa:

- Ketika wafatnya Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-: kaum muslimin berada diatas satu manhaj (jalan), baik dalam ushuul (prinsip) agama mereka maupun furu’ (cabang)nya, baik dalam ‘Aqidah/keyakinan-nya maupun dalam amaliah/ibadah-nya.

- Hal ini terus berlangsung pada zaman pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, ‘Umar bin Al-Khaththab dan awal pemerintahan ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallaahu ‘anhum ajma’iin.

- Sampai ketika terbunuhnya ‘Utsman bin ‘Affan -radhiyallaahu ‘anhu-; mulailah terjadi kekacauan. Setelah ‘Ali bin Abi Thalib -radhiyallaahu ‘anhu- dibai’at menjadi khalifah; terjadilah peperangan yang tiada henti. Sampai akhirnya terjadilah apa yang dikabarkan oleh Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- dalam sabda beliau:

...وَإِنَّ هٰذِهِ الْأُمَّةَ سَـتَـفْـتَــرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِـيْـنَ مِلَّةً -يَعْنِـيْ: الْأَهْوَاءَ-، كُلُّهَا فِـي النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً، وَهِيَ الْـجَمَاعَةُ...وَفِـيْ رِوَايَـةٍ: مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِـيْ

“…Dan sungguh, umat ini akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan -yakni: para pengikut hawa nafsu (bid’ah)-; semuanya masuk Neraka kecuali satu, yaitu Al-Jamaa’ah.” Dalam riwayat lain: “(Yang mengikuti) apa yang aku dan para Shahabatku berada diatasnya.” HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan lainnya

 [Lihat: Ad-Da’wah Ilallaah Bainat Tajammu’ Hizbi Wat Ta’aawunisy Syar’i (hlm. 17-18)]

Sehingga, semakin jauh kita dari zaman kenabian; maka kebid’ahan dan syubhat (kerancuan dalam agama) pun samakin banyak dan meningkat.

Kita ambil contoh dari perkataan Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- kepada Ibnu ‘Abbas -radhiyallaahu ‘anhumaa- yang ketika itu masih kecil:

احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ...

“Jagalah Allah; niscaya kamu akan mendapati Dia di hadapanmu...”

Tentunya tidak akan tebayang dibenak Ibnu ‘Abbas -walaupun ketika itu beliau masih kecil-, dan tidak juga  terbayang di benak para Shahabat yang lainnya bahwa: yang dimaksud dari sabda nabi tersebut adalah: bahwa Dzat Allah ada bersama kita dan bercampur dengan makhluk-Nya. Tidak akan pernah terbayang demikian! Kenapa? Karena mereka adalah generasi yang sangat faham dengan pondasi dalam masalah ini:

...لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“…Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. Asy-Syuuraa: 11)

Adapun anak-anak zaman sekarang -bahkan orang-orang dewasanya-; maka jelas keadaannya sangat memprihatinkan; dimana mereka telah mendapatkan warisan dari ajaran kelompok-kelompok sesat yang telah menyebar (baik Jahmiyyah, Mu’tazilah, maupun yang lainnya), sehingga mereka tidak akan bisa langsung memahami Ayat-Ayat Al-Qur’an atau Hadits-Hadits Nabi dengan pemahaman seperti para Shahabat, ditambah lagi pengaruh dari orang-orang kafir zaman sekarang yang menyebarkan kesesatan -bahkan kekafiran- melalui berbagai media, sampai cerita dan tontonan film anak-anak yang mereka buat pun di dalamnya berisi perusakkan terhadap ‘Aqidah anak-anak (bahkan kadang ditampilkan sosok penguasa alam semesta/tuhan???!!!)

[11]- Dibutuhkan Usaha Luar Biasa

Jadi, sekali lagi: kita membutuhkan usaha keras yang luar biasa untuk bisa mendidik anak-anak kita, generasi yang selanjutnya, GENERASI SETELAH KITA…

Kita tidak bisa -dan tidak boleh- mundur walaupun orang lain menganggap kita keras atau memperolok-olok kita dengan julukan SEKOLAH SUPER, ataupun yang lainnya….

Allaahul Musta’aan Wa ‘Alaihit Tuklaan….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar