Senin, 27 Februari 2017

90- SYARAT TAUBAT BAGI AHLUL BID’AH



SYARAT TAUBAT BAGI AHLUL BID’AH

[1]- Allah Subhaanaahu Wa Ta’aalaa berfirman:

إِلا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا...

“Kecuali mereka yang telah bertaubat, mengadakan perbaikan dan menjelaskan(nya)…” (QS. Al-Baqarah: 160)

[2]- Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullaah berkata:

“Dan kefasikan dalam keyakinan adalah seperti kefasikan Ahli Bid’ah…

Maka, taubatnya mereka -dari segi keyakinan-keyakinan yang rusak- adalah: dengan benar-benar mengikuti Sunnah, dan (taubat) semacam ini tidak cukup dari mereka sampai mereka menjelaskan kerusakan Bid’ah yang mereka dahulu berada di atasnya…

Oleh karena itulah Allah syaratkan adanya penjelasan dalam Taubat orang yang menyembunyikan apa yang telah Allah turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk…

Allah Ta’aalaa berfirman:

إِلا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ * إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk -setelah Kami jelaskan kepada manusia dalam Kitab (Al-Qur’an)-; mereka itulah yang dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh mereka yang melaknat. Kecuali mereka yang telah bertaubat, mengadakan perbaikan dan menjelaskan (nya); mereka itulah yang Aku terima taubatnya, dan Akulah Yang Maha Penerima taubat, Maha Penya-yang.” (QS. Al-Baqarah: 159-160).

Dan dosa Ahli Bid’ah melebihi dosa orang yang menyembunyikan, karena orang yang menyem-bunyikan hanyalah menyembunyikan kebenaran, sedangkan Ahli Bid’ah: Selain menyembunyikan kebenaran; dia juga mendakwahkan kepada lawan dari kebenaran.

[Madaarijus Saalikiin (I/446- cet. Ad-Daar al-‘Aalamiyyah)]

[3]- Pengaruh Dari Bid’ah Bisa Tersisa Dan Susah Hilangnya

Abu Waqid Al-Laitsi radhiyallaahu ‘anhu berkata:  “Suatu saat kami keluar bersama Rasulullah r menuju (perang) Hunain -sedangkan kami baru saja lepas dari kekafiran (baru masuk Islam)- (dan mereka masuk Islam pada Fat-hu Makkah), ketika kami melewati sebuah pohon bidara; maka kami berkata: “Wahai Rasulullah! Buatkanlah untuk kami Dzaatu Anwaath; sebagaimana mereka memiliki Dzaatu Anwaath!” Di saat itu orang-orang musyrik memiliki sebatang pohon bidara yang mereka i’tikaf di sisinya dan mereka menggantungkan senjata-senjata perang mereka pada pohon tersebut, (pohon) itu mereka namakan Dzaatu Anwaath. Tatkala kami mengatakan hal itu; Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Allaahu Akbar! Demi (Allah) Yang jiwaku di tangan-Nya!! Kalian benar-benar telah mengatakan suatu perkataan seperti yang dikatakan oleh Bani Israil kepada Musa: “…Buatkanlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala). Musa menjawab: Sungguh, kamu orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raaf: 138) Kalian pasti akan mengikuti jalan-jalan orang-orang sebelum kalian.”

[HR. At-Tirmidzi (no. 2180), Ibnu Abi ‘Ashim dalam Kitaabus Sunnah (no. 76) -dan ini lafazhnya-, dan lain-lain. Lihat: Zhilaalul Jannah (no. 76) karya Syaikh Al-Albani rahimahullaah]

[4]- Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab rahimahullaah menjelaskan di antara faedah dari Hadits ini:

“Seorang yang berpindah dari kebatilan yang hatinya sudah terbiasa dengannya; maka tidak aman kalau di hatinya masih ada bekas dari kebiasaan tersebut. Karena di sini dikatakan: “sedangkan kami baru saja lepas dari kekafiran”.”

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullaah mengomentari:

“Dan bekas ini tidak akan hilang kecuali setelah beberapa waktu lamanya.”

[Al-Qaulul Mufiid ‘Alaa Kitaabit Tauhiid (I/213)]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar