PENGARUH
USIA MUDA DALAM ILMU DAN DAKWAH
[1]- Rasulullah
-shallallaahu ‘alaihi wa sallam- beersabda:
سَيَخْرُجُ فِي آخِرِ
الزَّمَانِ قَوْمٌ أَحْدَاثُ الأَسْنَانِ، سُفَهَاءُ الأَحْلَامِ، يَقُولُونَ مِنْ
خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ، يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ،
يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ، فَإِذَا
لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ، فَإِنَّ فِي قَتْلِهِمْ أَجْرًا، لِمَنْ
قَتَلَهُمْ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Akan muncul
pada akhir zaman suatu kaum yang muda usianya, bodoh pemahamannya, mereka
mengatakan dari sebaik-baik perkataan manusia, mereka membaca Al-Qur’an tetapi
tidak melampaui kerongkongan mereka, mereka keluar dari Islam sebagaimana anak
panah keluar dari binatang buruan, barangsiapa yang bertemu mereka; maka
bunuhlah mereka, sesungguhnya dalam pembunuhan mereka terdapat pahala bagi yang
membunuh mereka di sisi Allah pada Hari Kiamat.”
[HR. Al-Bukhari
(no. 3611, 5057 & 6930) dan Muslim (no. 1066), dari ‘Ali bin Abi Thalib
-radhiyallaahu ‘anhu-, dan diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (no. 2188), Ibnu Majah
(no. 168), dan Ahmad (no, 3831-cet. Daarul Hadiits), dari ‘Abdullah bin Mas’ud
-radhiyallaahu ‘anhu-, dengan sanad yang
hasan]
[2]- Imam
Asy-Syathibi -rahimahullaah- berkata:
“Usia muda
-selama-lamanya, atau pada umumnya- gampang terkecoh dan belum berpengalaman,
dan belum menguasai suatu bidang sebagaimana penguasaan orang-orang yang sudah
tua yang kokoh ilmunya dalam bidang tersebut…
Ini kalau kita
mengartikan hadits di atas dengan: muda dalam usia -dan inilah nash hadits Ibnu
Mas’ud -radhiyallaahu ‘anhu-.
Kalau kita
artikan muda dengan: masih baru dalam menggeluti bidang tersebut; … maka
maknanya juga sama, karena orang yang baru menggeluti; tentunya tidak akan sama
dengan orang yang sudah lama menggeluti….
Maka berarti:
MENDAHULUKAN ORANG-ORANG YANG BERUSIA MUDA ATAS SELAIN MEREKA (YANG SUDAH
TUA-TUA); SAMA SAJA DENGAN MENDAHULUKAN ORANG-ORANG BODOH ATAS SELAIN MEREKA (YANG
BERILMU).”
[Al-I’tishaam
(II/590-591- tahqiiq Syaikh Salim]
[3]- Imam
An-Nawawi -rahimahullaah- berkata:
“Sabda beliau
-shallallaahu ‘alaihi wa sallam-: “barangsiapa yang bertemu mereka; maka
bunuhlah, sesungguhnya dalam pembunuhan mereka terdapat pahala”; maka ini
penegasan tentang wajibnya memerangi Khawarij dan para pemberontak; dan
ini merupakan ijma’ para ulama. Al-Qadhi
berkata: Para ulama sepakat bahwa kalau Khawarij dan yang semisal mereka dari
kalanghan Ahlul Bid’ah dan pemberontak, KALAU MEREKA SUDAH KELUAR MEMBERONTAK
MELAWAN IMAM (PENGUASA), dan menyelisihi pendapat Jama’ah (kaum muslimin) serta
keluar dari ketaatan (kepada penguasa); maka wajib untuk memerangi mereka
SETELAH MEREKA DIBERIKAN PERINGATAN DAN MEMINTA UDZUR KEPADA MEREKA (UNTUK
MEMERANGI MEREKA).”
[Syarh Muslim
(VII/185-186- cet. Daarul Faihaa’)]
Imam Al-Bukhari
membuat bab dalam kitab Shahih-nya -untuk hadits tersebut-:
بَابُ قَتْلِ الخَوَارِجِ
وَالُملْحِدِينَ بَعْدَ إِقَامَةِ الحُجَّةِ عَلَيْهِمْ
“Bab: Membunuh
Khawarij dan Orang-Orang Menyimpan; Setelah Menegakkan Hujjah Atas Mereka.”
[Lihat: Fat-hul
Baari (XII/353-cet. Daarus Salaam)]
[4]- Jadi, dari
pembahasan di atas, dapat diambil dua kesimpulan:
Pertama: Bahwa
usia muda itu sangat berpengaruh dalam sebuah bidang -baik ilmu, dakwah, maupun
yang lainnya-. Yakni: Jelas sekali bahwa orang muda (baik muda karena usia
maupun baru memasuki bidang tersebut); maka dia akan jauh jika dibandingkan
yang sudah tua dan berpengalaman.
Inilah faedah
yang berkaitan dengan judul di atas.
Kedua: Bahwa
Khawarij tidak boleh dibunuh, melainkan setelah diadakan penegakkan hujjah,
seperti yang dilakukan oleh Ibnu ‘Abbas -radhiyallaahu ‘anhumaa- yang
mengadakan dialog dengan orang-orang Khawarij -sebagaimana diriwayatkan oleh
Ahmad (no. 3187-cet. Daarul Hadiits) dan lainnya-.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar