Minggu, 26 Februari 2017

75- SIAPAKAH USTADZ SUNNAH ITU?



SIAPAKAH USTADZ SUNNAH ITU?

Fadhilatul Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas -hafizhahullaah- berkata dalam bukunya yang mulia: “MULIA DENGAN MANHAJ SALAF” (hlm. 255-264- cet. IX [dengan diringkas]):

“SIFAT-SIFAT YANG DENGANNYA SEORANG MUSLIM BERHAK DIKATAKAN SEBAGAI SALAFI [AHLUS SUNNAH]:

1. Berhukum dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam semua sisi kehidupannya…

2. Berpegang pada penjelasan dari para Shahabat tentang setiap permasalahan agama secara umum, dan lebih khusus lagi mengambil penjelasan mereka dalam masalah ‘Aqidah dan Manhaj…

3. Tidak memperdalam masalah yang tidak dapat dinalar oleh akal…

4. Memperhatikan Tauhid Uluhiyyah…

5. Tidak berdebat dan tidak bermajlis dengan Ahlul Bid’ah, tidak mendengarkan perkataan mereka, dan tidak menyampaikan syubhat-syubhat mereka. Ini adalah jalan para Salafush Shalih…

6. Bersemangat dan bersungguh-sungguh menyatukan jama’ah dan kalimat kaum muslimin di atas Al-Qur’an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salaf…

7. Menghidupkan Sunnah-Sunnah Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- dalam ibadah, akhlak, dan semua sisi kehidupan; sehingga mereka menjadi orang-orang yang terasing di tengah-tengah kaumnya…

8. Tidak fanatik melainkan kepada firman Allah dan sabda Rasul-Nya -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- yang tidak berkata dari hawa nafsunya…

9. Melakukan amar ma’ruf nahi munkar…

10. Membantah setiap orang yang menyelisihi Manhaj Salaf: baik Muslim maupun kafir, setinggi dan serendah apa pun kedudukannya, baik menyelisihinya dengan sengaja maupun karena kesalahan, dan hal itu tidak termasuk menjelekkan dan menganggap rendah; tetapi termasuk nasihat dan kasih sayang terhadap orang yang dibantah…

11. Membedakan antara kesalahan yang berasal dari ulama-ulama Islam yang mendasari dakwahnya yang dimulai di atas Manhaj Ahlus Sunnah; sehingga kesalahannya itu termasuk dalam ijtihad -yang diberikan satu ganjaran, sedang kesalahannya ditolak-, dengan kesalahan-kesalahan para da’i penyeru Bid’ah; dari orang-orang yang mendasari dakwah mereka yang tidak dimulai dari Manhaj Ahlus Sunnah; sehingga kesalahan mereka terhitung Bid’ah.

12. Taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan cara mentaati orang yang yang telah dijadikan Allah -Ta’aalaa- sebagai ulil amri (pemimpin) bagi kita, tidak memberontak kepada mereka, mendo’akan mereka dengan kebaikan dan keselamatan, dengan tetap menasihatinya secara jujur.

13. Hikmah dalam berdakwah mengajak kepada Allah…

14. Memberikan perhatian yang besar terhadap ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an, As-Sunnah,  dan atsar Salaful Ummah, serta mengamalkannya, dan meyakini bahwa umat ini tidak akan menjadi baik kecuali jika mereka memperhatikan ilmu dan amal shalih.

15. Bersemangat melakukan Tashfiyah (pemurnian) dalam setiap bidang agama dan Tarbiyah (mendidik) generasi di atas ajaran yang telah dibersihkan tersebut.”

Setelah peningkatan teknologi dan sarana informasi; maka kita akhirnya jarang melihat kepada buku -terlebih lagi buku-buku dari guru-guru kita sendiri-, padahal di dalamnya terdapat mutiara-mutiara faedah yang luar biasa.

Ambillah pelajaran dari Imam Al-Bukhari -yang dijuluki sebagai Jabalul Hifzh (gunung hafalan); dikarenakan kuatnya hafalan beliau-; akan tetapi ketika beliau ditanya tentang obat untuk menguatkan hafalan; beliau menjawab:

إِدَامَةُ النَّظَرِ فِي الْكُتُبِ

“Senantiasa melihat kepada kitab-kitab.”

[sebagaimana disebutkan dalam Kitab: Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi Wa Fadhlihi (no. 2414-cet. Daar Ibnil Jauzi), karya Imam Ibnu ‘Abdil Barr -rahimahullaah-]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar