Senin, 27 Februari 2017

PENUTUP (FIQ-HUL WAAQI’)



PENUTUP (FIQ-HUL WAAQI’)

Maka, Waaqi’ (realita dan perkara kontemporer) yang kita hadapi; telah dijelaskan dalam Al-Qur’an, baik akar permasalahan, bahkan solusi dan jalan keluarnya. Akan tetapi: dikarenakan kurangnya perhatian terhadap Al-Qur’an -dimana banyak dari kaum muslimin yang meninggalkan Al-Qur’an-; maka muncullah berbagai macam opini dan juga solusi yang tidak memiliki pondasi, dan juga tidak jelas: mau dibawa ke mana umat ini?

Adapun para Shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam; maka mereka mempunyai perhatian yang besar terhadap Al-Qur’an; sehingga sangat menguasainya dan bisa beristinbath (mengambil hukum) darinya, untuk kemudian diterapkan untuk realita yang ada. Sampai salah seorang Tabi’in: Masruq bin Ajda’ (wafat th. 62 H) berkata:

مَا نَـسْأَلُ أَصْحَابَ مُـحَمَّدٍ عَنْ شَيْءٍ؛ إِلَّا عِلْمُهُ فِـي الْـقُـرْآنِ، إِلَّا أَنَّ عِـلْـمَـنَا قَـصُـرَ عَـنْـهُ.

“Tidaklah kami bertanya kepada para Shahabat Muhammad tentang suatu apapun; melainkan ilmunya (jawabannya) terdapat dalam Al-Qur’an. Hanya saja ilmu kami (para tabi’in) tidak mampu mencapainya.”

[Diriwayatkan oleh Abu Khaitsamah dalam Kitaabul ‘ilmi (no. 50), dan Al-Khathib Al-Baghdadi dalam Kitaab al-Faqiih wal Mutafaqqih (no. 195), serta dibawakan oleh Imam Ibnul Qayyim dalam ash-Shawaa-‘iqul Mursalah (III/925)]

Sehingga, penulis mengajak kaum muslimin untuk membaca Al-Qur’an sebagaimana para Shahabat Nabi membacanya, dimana “mereka (para Shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam) bila membaca kurang lebih sepuluh ayat; tidak akan mereka lewati (ayat-ayat) tersebut sebelum mereka memahami dan mewujudkan hal-hal yang ditunjukkan oleh (ayat-ayat) tersebut; berupa keimanan, ilmu dan amal, kemudian menempatkan (hal-hal) tersebut pada keadaan-keadaan yang (nyata) terjadi.

Maka mereka meyakini berita-berita yang terdapat di dalam (ayat-ayat) tersebut, tunduk terhadap perintah-perintah dan larangan-larangannya, serta memasukkan segala kejadian yang mereka saksikan dan realita-realita yang terjadi pada mereka dan selain mereka; (mereka masukkan semuanya itu) kedalam (ayat-ayat) tersebut. Kemudian mereka mengintrospeksi diri-diri mereka: Apakah mereka telah melaksanakannya ataukah belum? Bagaimana cara untuk tetap istiqomah di dalam perkara-perkara yang bermanfaat dan memperbaiki yang masih kurang? Dan bagaimana caranya agar terbebas dari hal-hal yang berbahaya?

Sehingga mereka mengambil petunjuk dari ilmu-ilmu Al-Qur’an dan berakhlak dengan akhlak-akhlak dan adab-adabnya. Mereka mengetahui bahwa Al-Qur’an adalah firman (Allah) Yang Mengetahui yang ghaib dan nyata, yang (firman ini) di arahkan kepada mereka, dan mereka di tuntut untuk memahami maknanya dan mengamalkan konksekuensinya.

Maka barangsiapa yang menempuh jalan yang mereka (para Shahabat) tempuh ini, dan semangat serta bersungguh-sungguh dalam mentadabburi firman Allah; niscaya akan terbuka baginya pintu terbesar dalam ilmu tafsir, menjadi kuat ilmunya, dan bertambah pengetahuannya...khususnya jika dia kuat dalam ilmu Bahasa Arab dan punya perhatian terhadap perjalanan hidup Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam serta keadaan beliau bersama para Shahabat beliau dan bersama musuh-musuh beliau. Karena (ilmu) tersebut sangat membantu dalam (mencapai) tujuan ini (yakni: memahami Al-Qur’an-pent).”

[Al-Qawaa-‘idul Hisaan (hlm. 17-18) karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullaah]

- diambil dari Muqaddimah Al-Istinbaath (2), karya penulis.

Wa Shallallaahu ‘Alaa Nabiyyinaa Muhammad Wa ‘Alaa Aalihi Wa Shahbihi Wa Sallam.

Wa Aakhiru Da’waanaa: Anil Hamdu Lillaahi Rabbil ‘Aalamiin.

Pemalang, 14 Muharram 1438 H

15 Oktober 2016 M

Ahmad Hendrix

I. SEHARUSNYA KAUM MUKMININ TIDAK MEMILIH YANG LAIN …(Fiq-hul Waaqi’ 9)



I. SEHARUSNYA KAUM MUKMININ TIDAK MEMILIH YANG LAIN …(Fiq-hul Waaqi’ 9)

[1]- Allah Ta’aalaa berfirman:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ...

Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin: apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan; akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka… (QS. Al-Ahzaab: 36)

 [2]- Keputusan Allah dan Rasul-Nya Tentang Perubahan Dan Perbaikan

Kalau sudah ada keketapan dari Syari’at; maka janganlah memilih yang lain karena berbagai alasan: apakah alasan ketakutan, atau masalah politik.

Syaikh ‘Abdul Malik bin Ahmad Ar-Ramadhani Al-Jaza-iri hafizhahullaah berkata:

[Perbaikan! Dari Mana?]

 “[1]- Apakah perbaikan dimulai dari pemerintah atau dengan cara memperbaiki umat? …

Maka jawabannya … terdapat dalam nash (lafazh dari dalil-dalil) Ayat dan Hadits -dan tidak boleh berijtihad ketika ada nash-.

Allah Ta’aalaa berfirman:

... إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ...

“…Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri…” (QS. Ar-Ra’d: 11)

Maka, alangkah jelasnya ayat ini! Akan tetapi, walaupun jelas; tetap saja banyak orang-orang yang manamakan diri mereka dengan harakah (pergerakan) Islami; mereka telah berijtihad, dan keadaan mereka seolah-olah berkata: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah pemerintah mereka!!” Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaah. Seakan mereka menutup mata dari Siroh (perjalanan hidup) Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang menafsirkan penjelasan ini. Mereka mengabaikan bahwa: Sesungguhnya mereka tidak akan jaya sebelum mereka menjadikan agama ini sebagai sumber hukum dalam diri-diri mereka; berdasarkan Hadits Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhumaa, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ، وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ، وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ، وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ؛ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا؛ لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلَى دِيْنِكُمْ

“Jika kalian telah berjual beli dengan sistem Bai’ul ‘Iinah, kalian memegang ekor-ekor sapi dan ridha dengan pertanian, dan kalian meninggalkan jihad; niscaya Allah akan menjadikan kehinaan menguasai kalian, Dia tidak akan mencabut (kehinaan) itu (dari kalian); hingga kalian kembali kepada agama kalian.”

[Shahih: HR. Abu Dawud (no. 3462), dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallaahu ‘anhumaa. Lihat: Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiiihah (no. 11) karya Imam Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullaah]

[- “Bai’ul ‘Iinah”: Jual beli yang didalamnya terkandung unsur riba terselubung

- “kalian memegang ekor-ekor sapi dan ridha dengan pertanian”: Isyarat kepada: sibuknya kaum muslimin dengan urusan dunia mereka

- Kesibukan mereka dengan dunia sampai mengantarkan mereka untuk meninggalkan kewajiban mereka; diantaranya adalah jihad. Lihat: At-Tashfiyah wat Tarbiyah Wa Haajatul Muslimiin Ilaihimaa (hlm. 7-11) milik Imam Al-Albani rahimahullaah]

Diriwayatkan oleh Abu Dawud, dan Hadits ini Hasan.

Inilah hukum Allah dan Rasul-Nya:

 ... فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَ اللَّهِ وَآيَاتِهِ يُؤْمِنُونَ

“…maka dengan perkataan mana lagi mereka akan beriman setelah Allah dan ayat-ayat-Nya.” (QS. Al-Jaatsiyah: 6)

[Realita Sebagai Dalil?!]

 [2]- Waspadalah wahai para ikhwan! Jangan sampai menolak kebenaran hanya karena berhukum dengan kondisi yang ada, atau menolaknya karena terpedaya oleh pengalaman, atau hanya karena ingin memuaskan kepicikan akal!

Bukankah Allah telah menegaskan bahwa tidak ada yang dapat berkuasa, memerintah, menciptakan keamanan dan meraih kemenangan; kecuali dengan bantuan Umat?!

Umat yang manakah itu?

Umat itu adalah Umat ahli ibadah sekaligus memiliki Tauhid yang murni. Silahkan baca firman Allah berikut ini ….:

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang shalih, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka -sesudah mereka berada dalam ketakutan- menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nur: 55)…

[Was-Was Setan]

[3]- Keterlibatan dalam kancah politik dewasa ini merupakan jebakan Setan untuk membinasakan siapa saja yang terlibat, dengan kesudahan yang sangat tragis! Setan berhasil meyakinkan dengan bisikan:

- Jangan serahkan jabatan-jabatan strategis tersebut kepada kaum fasik dan sekuler!

- Seorang muslim tidak boleh berjalan lamban seperti siput!

- Kalau tidak melalui perjuangan Pak Menteri Fulan; tentulah undang-undang komunis itu nyaris disahkan!

Dan bisikan-bisikan manis lainnya yang tidak berlandaskan pandangan Syari’at dan hanya berlandaskan analisa realita secara membabi buta.

Orang yang jernih pengamatannya, tentu dapat melihat bahwa sekelompok orang yang masuk dalam kancah politik; mereka ingin mengadakan perubahan (ke arah perbaikan-pent); tetapi ternyata mereka sendiri yang berubah (ke arah kejelekkan-pent). Orang semacam inilah yang patut dikenai kecaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

وَمَنْ أَتَى أَبْوَابَ السُّلْطَانِ؛ افْتُتِنَ

 “Dan barangsiapa yang mendatangi pintu-pintu penguasa/pemerintah; maka dia akan terkena fitnah.”

[Sanadnya Hasan: HR. Ahmad (no. 8822 dan 9646- cet. Daarul Hadiits) dan Ibnu ‘Adi dalam Al-Kaamil (I/318- cet. Daarul Fikr), dan sanadnya di-hasan-kan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullaah dalam Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 1272)]

HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa-i, Ahmad, Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iimaan, dan derajat hadits ini adalah Shahih…

[Selamatkan Dirimu Terlebih Dahulu!]

 [4]- Apabila kepentingan agamamu bertabrakkan dengan kepentingan orang lain; maka dahulukanlah kepentinganmu -kalau penggabungan keduanya hanya akan membahayakan jiwa-. Allah Ta’aalaa berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ...

“Wahai orang-orang yang beriman! Jagalah dirimu; (karena) orang yang sesat itu tidak akan membahayakanmu apabila kamu telah mendapat petunjuk…” (QS. Al-Maa-idah: 105).”

[Madaarikun Nazhar Fis Siyaasah (hlm.132-135- cet. I)]

H. PENISTAAN TERHADAP AGAMA (Fiq-hul Waaqi’ 8)



H. PENISTAAN TERHADAP AGAMA (Fiq-hul Waaqi’ 8)

[1]- Penistaan Terjadi Sejak Zaman Dahulu

Allah Ta’aalaa berfirman:

وَلَقَدِ اسْتُهْزِئَ بِرُسُلٍ مِنْ قَبْلِكَ فَحَاقَ بِالَّذِينَ سَخِرُوا مِنْهُمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ

Dan sungguh, beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad) telah diperolok-olokkan; sehingga turun-lah adzab kepada orang-orang yang mencemoohkan itu sebagai balasan olok-olokkan mereka. (QS. Al-An’aam: 10)

Allah Ta’aalaa berfirman:

وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لا يَعْقِلُونَ

Dan apabila kamu menyeru untuk (melaksanakan) Shalat (mengumandangkan adzan); mereka menjadi-kannya sebagai bahan ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka orang-orang yang tidak mengerti.(QS. Al-Maa-idah: 58)

[2]- Perlawanan Dilakukakan Setelah Mengukur Kekuatan

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah berkata:

“Apabila kaum muslimin di suatu negeri dalam kondisi lemah atau pada masa lemah; maka hendaklah mereka mengamalkan ayat-ayat yang berisi perintah untuk bersabar, berlapang dada, dan memberikan ma’af kepada Ahlul Kitab dan kaum musyrikin yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Dan orang-orang yang memiliki kekuatan; maka hendaklah mereka mengamal-kan ayat-ayat yang berisi perintah untuk memerangi gembong-gembong kekafiran yang menghujat agama, dan (hendaklah) mengamalkan ayat yang berisi perintah memerangi Ahlul Kitab hingga mereka membayar jizyah (pajak) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.”.

[Ash-Shaarimul Masluul (hlm. 221- tahqiiq Muhammad Muhyiddin ‘Abdul hamid)]