PENGORBANAN
UNTUK KEMAJUAN DAKWAH (KHUTHBAH ‘IDUL ‘ADH-HA
1437 H/2016 M)
[1]-
Jama’ah Shalat ‘Idul Adh-ha rahimakumullaah.
Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah Subhaanahu Wa
Ta’aalaa yang telah melimpahkan berbagai nikmatnya kepada kita, yang kalau
kita menghitung nikmat-nikmat tersebut; niscaya kita tidak akan mampu untuk
menghitungnya. Dan nikmat yang terbesar adalah: nikmat Islam, Iman, dan
kemudahan untuk melaksanakan berbagai ketaatan serta dijauhkan dari berbagai
kemaksiatan. Yang hal ini merupakan sebab yang bisa mengantarkan kita kepada
Surga Allah yang abadi dan menjauhkan dari siksa Neraka yang pedih.
Allah juga telah memberikan kepada kita kesehatan dan waktu luang,
yang kedua nikmat ini banyak kita sia-siakan; sebagaimana disabdakan oleh
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
نِعْمَتَانِ
مَغْــبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالفَرَاغُ
“Dua nikmat yang banyak manusia tertipu di dalamnya: kesehatan dan
waktu luang.”
[2]- Jama’ah Shalat ‘Idul Adh-ha rahimakumullaah.
Di antara nikmat yang Allah berikan kepada kita adalah: Allah telah
memberikan kesehatan dan kesempatan kepada kita untuk kembali hadir dalam hari
yang mulia ini, yang merupakan hari yang paling agung di sisi Allah;
sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam -dalam
Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan di-shahih-kan oleh Syaikh
Al-Albani-:
إِنَّ
أَعْظَمَ الْأَيَّامِ عِنْدَ اللهِ -تَبَارَكَ وَتَعَالَى- يَوْمُ النَّحْرِ...
“Sungguh, hari yang paling agung di sisi Allah Tabaaraka Wa
Ta’aalaa adalah: Hari an-Nahr (kurban).”
[3]- Hari kurban ini mengingatkan kita kepada pengorbanan Nabi
Ibrahim ‘alaihis salaam; sebagaimana yang Allah Ta’aalaa
firmankan
فَلَمَّا
بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي
أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ
سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ * فَلَمَّا أَسْلَمَا
وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ * وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ * قَدْ صَدَّقْتَ
الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ * إِنَّ هَذَا لَهُوَ
الْبَلَاءُ الْمُبِينُ * وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
“Maka tatkala anak itu (Isma’il) sampai (pada) umur
sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim; maka Ibrahim berkata: “Wahai anakku!
Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana
pendapatmu!” Dia (Isma’il) menjawab: “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang
diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar.” Maka ketika keduanya telah berserah diri dan Ibrahim
membaringkan anaknya atas pelipisnya, (untuk melaksanakan perintah Allah). Lalu
Kami panggil dia: “Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.”
Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu
dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS.
Ash-Shaaffaat: 102-107).
Demikianlah Allah memberikan balasan bagi orang-orang
yang dengan segenap kemampuan berusaha untuk mentaati-Nya. Allah berikan
kemudahan dengan ganti berupa sembelihan.
[4]- Jama’ah Shalat ‘Idul Adh-ha rahimakumullaah.
Seorang muslim hendaknya senantiasa berusaha untuk taat
kepada Allah dengan sekuat tenaga. Jika seseorang merasa berat dalam
melaksanakan ketaatan; maka hendaknya dia tunduk terhadap perintah Allah, dan
bertekad untuk melaksanakannya, katakanlah: Sami’naa Wa Atha’naa (kami
dengar dan kami taat); sehingga Allah pun akan
memberikan kemudahan.
Seperti yang pernah terjadi pada para Shahabat Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam yang merasa berat ketika turun ayat:
لِلَّهِ مَا فِي
السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ
يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ
وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Milik
Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Jika kamu nyatakan
apa yang ada di dalam hatimu atau kamu sembunyikan, niscaya Allah
memperhitungkannya (tentang perbuatan itu) bagimu. Dia mengampuni siapa yang
Dia kehendaki dan mengazab siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahakuasa atas
segala sesuatu.”. (QS. Al-Baqarah: 284)
Ayat-ayat
yang di dalamnya Allah mengabarkan bahwa Dia mengetahui segala sesuatu:
sangatlah banyak. Akan tetapi dalam ayat ini (QS. Al-Baqarah: 284) Allah
sebutkan lebih dari sekedar mengetahui;
yaitu: bahwa Dia akan memperhitungkan atas apa yang Dia ketahui tersebut. Oleh
karena itulah tatkala ayat ini turun; hal itu sangat berat bagi para shahabat,
mereka takut Allah akan memperhitungkan perbuatan jelek mereka; baik yang besar
maupun yang remeh baik yang nampak maupun yang tersembunyi dalam hati.
Maka
mereka mendatangi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian
mereka duduk bersimpuh di atas lutut dan berkata: “Wahai Rasulullah, kami
dibebani dengan amalan-amalan yang kami mampu untuk melaksanakannya: Shalat,
puasa, jihad, dan shadaqah. Dan (sekarang) telah diturunkan kepada kami ayat ini
yang kami tidak mampu untuk (mengamalkannya).” Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
أَتُرِيْدُوْنَ أَنْ
تَقُولُوْا كَمَا قَالَ أَهْلُ الْكِتَابَيْنِ مِنْ قَبْلِكُمْ: سَمِعْنَا
وَعَصَيْنَا؟! بَلْ قُولُوا: سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا
وَإِلَيْكَ الْمَصِيْرُ.
“Apakah
kalian ingin mengatakan seperti perkataan ahlul kitab: kami dengar dan kami
maksiat?! Katakanlah: Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami Ya Rabb kami,
dan kepada-Mu tempat (kami) kembali.”
Maka
mereka pun mengatakan: “Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami Ya Rabb kami,
dan kepada-Mu tempat (kami) kembali.”
Tatkala
mereka melakukannya, maka Allah Ta’aalaa memansukh (menghapus)nya.
Allah ‘Azza Wa Jalla menurunkan:
لا يُكَلِّفُ اللَّهُ
نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا
لا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا...
“Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya, dia mendapat
(pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari
(kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa): “Ya Rabb kami, janganlah Engkau
hukum kami jika kami lupa atau melakukan kesalahan.”
Dia
(Allah) menjawab: “Iya”.
... رَبَّنَا وَلا تَحْمِلْ عَلَيْنَا
إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا...
“Ya
Rabb kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana
Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami.”
Dia
menjawab: “ Iya”.
... رَبَّنَا وَلا تُحَمِّلْنَا مَا لا
طَاقَةَ لَنَا بِهِ...
“Ya
Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami
memikulnya.”
Dia
menjawab: “ Iya”.
... وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا
وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
maka
tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.” (QS.
Al-Baqarah: 286).
Dia
menjawab: “ Iya”.”
[Shahih:
HR. Muslim (no. 125)]
Maka
lihatlah apa yang Allah anugerahkan kepada mereka tatkala mereka menghadapi
kabar dari-Nya dengan ridha, pasrah, menerima dan tunduk tanpa adanya
penentangan dan penolakan.
Itulah
balasan bagi orang-orang yang dengan tunduk mengikhlaskan ketaatan kepada Allah
walaupun berat mereka rasakan.
[5]- Jama’ah Shalat ‘Idul Adh-ha rahimakumullaah.
Nabi
Ibrahim ‘alaihis salaam telah melaksanakan perintah Allah yang Allah wahyukan
kepadanya melalui mimpi -karena mimpi para Nabi adalah wahyu-. Beliau telah
mengorbankan anaknya sendiri yang sangat dia dia cintai. Dan pengorbanan
samacam ini lah yang diteruskan oleh generasi terbaik umat ini; yaitu para
Shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Mereka telah mengorbankan
jiwa, harta bahkan keluarganya untuk meninggikan agama Islam ini atas seluruh
agama.
-
Lihatlah bagaimana Hamzah bin ‘Abdul Muth-thalib radhiyallaahu ‘anhu mengorbankan
jiwanya untuk agama Islam, belaiu mati syahid di medan perang; sampai dijuluki
oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebagai Sayyidusy Syuhadaa’ (penghulunya
para syahid).
[Lihat:
Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 374)]
-
Ingatlah bagaimana ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallaahu ‘anhu meletakkan
seribu dinar di pangkuan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, untuk
mempersiapkan pasukan Jihad; sampai Nabi shallallaahu ‘alaihi wa salam bersabda:
مَا ضَـــرَّ عُثْمَانَ مَا عَمِلَ
بَعْدَ هٰذَا الْيَوْمِ
“Tidak
membahayakan ‘Utsman apa yang dia laku-kan setelah hari ini.”
[Hasan:
HR. At-Tirmidzi (no. 3701). Dihasankan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullaah
dalam Takhriij Hidaayatir Ruwaah (V/414, no. 6018)]
-
Mush’ab bin ‘Umair radhiyallaahu ‘anhu, beliau masuk Islam dengan
meninggalkan kemewahan dan orang tuanya, beliau merupakan da’i pertama yang
dikirim ke Madinah, beliau lah yang menyebarkan Islam di sana, akan tetapi;
keadaan beliau di akhir hayatnya adalah seperti apa yang diceritakan oleh ‘Abdurrahman
bin ‘Auf radhiyalaahu ‘anhu:
“Mush’ab
bin ‘Umair radhiyallaahu ‘anhu telah wafat, dan beliau adalah orang yang
lebih baik dariku, (ketika wafat) tidak ada untuk mengkafaninya melainkan kain,
yang kalau digunakan untuk menutup kepalanya; maka terlihat kedua kakinya, dan
kalau digunakan untuk menutupi kedua kakinya; maka akan terlihat kepalanya.”
[Shahih:
HR. Al-Bukhari (no. 1275)]
[6]- Jama’ah Shalat ‘Idul Adh-ha rahimakumullaah.
Mereka lah generasi terbaik yang telah berkorban untuk kelangsungan
Dakwah Islam; sehingga Islam tersebar ke berbagai penjuru dunia.
Sangat perdulinya mereka terhadap Islam dan perkembangan Dakwah
Islam. Mereka tidak hanya mengamalkan agama untuk diri mereka sendiri;
akan tetapi mereka meluaskannya agar memberikan pengaruh kepada orang-orang
disekitarnya; bahkan di seluruh dunia. Maka pantaslah kalau Allah menyebut
mereka sebagai umat yang terbaik; Allah Ta’aalaa berfirman:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ...
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
(karena) menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan
beriman kepada Allah…” (QS. Ali ‘Imran: 110)
Maka, umat Islam bisa menjadi umat terbaik dan dipuji oleh Allah;
jika:
- mereka menyempurnakan diri-diri mereka dengan ilmu dan
amal shalih,
- dan menyempurnakan orang lain dengan amr ma’ruf nahi
munkar (menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar); yang
di dalamnya terkandung: Dakwah mengajak kepada Allah dengan mengerahkan dan
memberikan segala yang mereka mampu, agar manusia kembali dari kekafiran
mereka-menuju keimanan, dari kesyirikan menuju-Tauhid, dari kesesatan
menuju-petunjuk, dari Bid’ah-menuju Sunnah, dari maksiat-menuju taat.
[7]- Maka dengan inilah kita akan menjadi orang-orang yang
terbebas dari kerugian; yang Allah firmankan dalam Al-Qur’an:
وَالْعَصْرِ * إِنَّ
الإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ * إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi
masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih,
serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.”
(QS. Al-‘Ashr: 1-3)
Maka
Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa bersumpah dengan masa bahwa: seluruh
manusia berada dalam kerugian, kecuali orang yang menyempurnakan drinya dengan
iman dan amal shalih, serta menyempurnakan orang lain dengan mewasiatkan,
mengajarkan, dan memerintahkannya dengan hal tersebut, serta mewasiatkannya
untuk bersabar dalam hal tersebut. Karena untuk menjadi seorang muslim
yang punya kepedulian terhadap orang lain; maka akan membutuhkan kepada
kesabaran. Karena dia sedang menempuh jalan para Nabi ‘alaimus salaam
yang telah mendahului kita menempuh jalan Dakwah ini.
[8]-
Jama’ah Shalat ‘Idul Adh-ha rahimakumullaah.
Nabi-Nabi
dan para pengikutnya merupakan manusia yang paling berat cobaannya. Maka, jika
kita ingin mengikuti mereka dalam menempuh jalan Dakwah ini; kita juga harus
siap berkorban. Jika kita ingin menjadi pengikut mereka dan melanjutkan Dakwah
mereka; maka kita siapkan diri kita untuk mendapatkan ujian adan cobaan.
عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِيْ وَقَّاصٍ،
قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً؟ قَالَ:
((الْأَنْبِيَاءُ، ثُمَّ الْأَمْثَلُ، فَالْأَمْثَلُ))
Dari
Sa’d bin Abi Waqhqhash radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata: Wahai Rasulullah,
siapakah manusia yang paling berat cobaannya? Beliau bersabda: “Para nabi,
kemudian yang semisal dan yang semisal (mereka).”
[Sanadnya Hasan: HR. At-Tirmidzi (no. 2398), Ibnu Majah
(no. 4023), Ahmad (no. 1481, 1494, 1555, & 1607- cet. Daarul Hadiits),
dan lain-lain, dari Sa’d bin Abi Waqqash, dengan sanad yang hasan]
Yang semisal, dan yang semisal (mereka); mereka adalah:
orang-orang shalih yang berjalan di atas manhaj (jalan) mereka (para nabi)
dalam berdakwah mengajak kepada Allah, dan berdakwah sesuai dengan dakwah
mereka; berupa: mentauhidkan Allah, meng-ikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya
saja, dan menyingkirkan kesyirikan dengan selain-Nya, dan mereka
mendapatkan gangguan dan cobaan seperti apa yang menimpa para teladan mereka;
yakni: para nabi.
Oleh karena itulah; kita saksikan: banyak dari para da’i yang
berpaling dari manhaj yang berat dan jalan yang sulit ini. Karena, da’i yang
menempuh jalan ini; maka dia akan menghadapi ibunya, bapaknya, saudaranya,
orang-orang yang dicintainya dan teman-temannya. Dia juga akan menghadapi
masyarakat; permusuhan, ejekan dan gangguan mereka.
Sehingga (para da’i) tersebut berpaling menuju beberapa bagian
dari Islam yang memang mempunyai kedudukan; yang tidak akan diingkari oleh
orang yang beriman kepada Allah, dimana bagian-bagian ini tidak memiliki
kesusahan, kesulitan, ejekan dan gangguan; khususnya di kalangan masyarakat
Islam. Maka, sungguh, umat Islam akan mengelilingi da’i semacam ini, mereka
akan memberikan pengagungan dan pemuliaan; tanpa ada ejekan dan tidak juga
gangguan.
Dan cara Dakwah yang tidak sesuai dengan Dakwah para nabi ini,
yakni: mereka yang berdakwah dengan hanya mengambil bagian-bagian Islam yang
disukai oleh masyarakat, cara semacam ini -pada zaman ini-; hampir-hampir
menjadi jalan terdekat menuju hati orang-orang yang tidak berilmu, dan cara
tercepat untuk mendapatkan ridha masyarakat dan mengumpulkan massa!!
Akan tetapi, hal semacam ini tidak akan tetap dan tidak langgeng,
serta tidak akan menyampaikan kepada kepada keistiqamahan dan tidak juga
kemantapan.
Dan kebenaran -serta manhajnya- akan tetap nampak dan menang;
sebagaimana difirmankan oleh Rabb kita; Allah Tabaaraka Wa Ta’aalaa:
... فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاءً وَأَمَّا مَا يَنْفَعُ
النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الأرْضِ...
“…adapun buih; maka akan hilang sebagai sesuatu yang tidak
berguna, tetapi yang bermanfaat bagi manusia; maka akan tetap ada di bumi…” (QS. Ar-Ra’d: 17)
[9]- Maka, sekali lagi khathib ingatkan: Agar kita senantiasa
menjadi orang yang mempunyai kepedulian terhadap kehidupan beragama orang-orang
di sekitar kita, khususnya kaum muslimin yang merupakan saudara-saudara kita.
Jangan sampai kita biarkan mereka menyimpang menuju: kekafiran, kesyirikan,
kebid’ahan maupun kemaksiatan. Curahkanlah: ilmu, harta, waktu dan tenaga kita;
untuk mendakwahkan mereka, mengajak mereka menuju cahaya: Iman, Tauhid, Sunnah,
dan ketaatan. Jadilah orang yang bermanfaat untuk orang sekeliling kita, dan
kemanfaatan terbesar adalah kemanfaatan dalam urusan agama; yang akan
mengantarkan kepada Surga Allah yang abadi, dan akan menghindarkan dari Neraka
yang pedih siksanya.
Dengan ini, maka kita akan menjadi manusia yang terbaik, karena
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling berman-faat bagi manusia.”
[Hasan: Lihat: Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 426)]
[10]- Maka kita minta kepada Allah agar diberikan ilmu yang bermanfaat
dan amal shalih yang diterima, serta kita minta kepada Allah agar Dia
menjadikan kita sebagai hamba-hamba yang bermanfaat bagi umat; dimana Allah
memberikan petunjuk kepada mereka melalui perantaraan kita:
اللّٰهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، اللٰهُمَّ
بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
اللّٰهُمَّ
إِنَّـا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
اللّٰهُمَّ
زَيِّــنَّا بِزِيْنَةِ الْإِيْـمَانِ، وَاجْعَلْـنَا هُدَاةً مُهْتَدِيْنَ
اللّٰهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ،
اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ
رَبَّـنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ
وَصَلَّى
اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ، وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
وَآخِرُ دَعْوَانَا: أَنِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ
رّبِّ الْعَالَمِيْنَ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar