FITNAH WANITA
[1]- Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-
bersabda:
مَا تَرَكْتُ
بَعْدِي فِـتْـنَـةً أَضَـرَّ عَلَى الـرِّجَالِ مِنْ الـنِّسَاءِ.
“Tidak ada fitnah
yang aku tinggalkan setelahku yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnah wanita.”
[Muttafaqun
‘Alaihi: HR. Al-Bukhari (no. 5096) dan Muslim (no. 2740), dari Shahabat Usamah
bin Zaid -radhiyallaahu ‘anhu-]
- Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullaah- berkata
dalam Fat-hul Baarii (IX/173-cet. Daarus Salaam):
“Di dalam hadits ini (terdapat faedah) bahwa fitnah
wanita lebih berbahaya dari pada fitnah selainnya. Hal ini dikuatkan oleh
firman Allah -Ta’aalaa-:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ
وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ
وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dihias-hiasi (dijadikan terasa indah) dalam pandangan
manusia cinta terhadap syahwat (yang diinginkan), berupa perempuan, anak-anak,
harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan
ternak dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi
Allah-lah tempat kembali yang baik.” (QS. ‘Ali ‘Imran: 14).
Maka (dalam ayat ini) Dia (Allah) menjadikan
(kecintaan) kepada mereka (para wanita) termasuk kecintaan kepada syahwat (yang
diinginkan). Allah memulai dengan wanita sebelum (syahwat-syahwat) yang
lainnya; hal ini merupakan isyarat bahwa mereka (para wanita) merupakan pokok
dalam masalah (syahwat) ini.”
[2]- Sebelumnya perlu dijelaskan makna fitnah.
Asal dari makna fitnah adalah: ujian. Kemudian istilah
fitnah digunakan untuk keburukan yang dihasilkan dari ujian tersebut. Pada
akhirnya fitnah digunakan untuk setiap keburukan atau hal-hal yang mengantarkan
kepada keburukkan; seperti:
kekufuran, dosa, kebakaran, terbongkarnya aib, kemaksiat-an, dan lain-lain.
[Lihat:
Fat-hul Baarii (XIII/5-cet. Daarus Salaam) karya al-Hafizh Ibnu Hajar
al-‘Asqalani -rahimahullaah- dan an-Nihaayah Fii Ghariibil Hadiits (hlm.
691-cet. Daar Ibnil Jauzi) karya Imam Ibnul Atsir -rahimahullaah-]
[3]- Di dalam Islam terdapat penjagaan yang sangat
ketat agar laki-laki tidak terkena fitnah wanita. Sampai dalam masalah
Shalat-pun terdapat penjagaan ini. Seperti:
- shalatnya wanita dirumah lebih baik daripada shalat
di masjid,
- kalaupun seorang wanita ingin shalat ke masjid, maka
tidak boleh memakai minyak wangi (parfum),
- kalau sudah sampai di masjid, maka shaff (barisan)
wanita dibelakang barisan laki-laki (tidak dicampur),
- dan diantara barisan wanita, maka barisan yang
terbaik adalah barisan yang paling belakang,
- kemudian kalau terjadi sesuatu dalam shalat
berjama’ah (seperti: imamnya salah atau yang lainnya), maka -untuk mengingatkan
imam- laki-laki bertasbih dan bagi para wanita cukup dengan bertepuk.
[Lihat:
Hiraasatul Fadhiilah (hlm. 85-86) karya Syaikh Bakr Abu Zaid
-rahimahullaah-]
[4]- Kemudian, dalam masalah pakaian wanita,
Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- mengancam para wanita yang
berpakaian akan tetapi telanjang. Beliau -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-
bersabda:
صِنْفَانِ
مِنْ أَهْلِ الـنَّارِ لَـمْ أَرَهُـمَا: قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ
الْبَقَرِ؛ يَـضْرِبُوْنَ بِـهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُـمِيْلَاتٌ
مَائِلَاتٌ، رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ
الْـجَنَّةَ، وَلَا يَـجِدْنَ رِيْـحَهَا، وَإِنَّ رِيْـحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ
مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا.
“Ada dua
golongan penghuni Neraka, yang belum pernah aku lihat keduanya, yaitu suatu
kaum yang memegang cemeti seperti ekor sapi untuk mencambuk manusia, dan wanita-wanita
yang berpakaian tetapi telanjang, mereka berjalan berlenggak-lenggok dan
kepala mereka dicondongkan seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak akan
masuk surga dan tidak akan mencium aroma surga, padahal sesungguhnya aroma
surga itu tercium dari sejauh perjalanan sekian dan sekian.”
[Shahih:
HR. Muslim (no. 2128)]
- Makna berpakaian tetapi telanjang ada tiga:
1. Pakaian tersebut pendek sehingga tidak
menutup auratnya secara sempurna, sedangkan seluruh tubuh wanita adalah aurat
kecuali muka dan telapak tangan.
2. Pakaian tersebut ketat sehingga membentuk
lekuk tubuhnya.
3. Pakaian tersebut tipis sehingga bisa
memperlihatkan apa yang ada di balik pakaiannya.
[Lihat:
Syarh Riyaadhish Shaalihiin (VI/373) karya Syaikh Muhammad bin Shalih
al-‘Utsaimin -rahimahullaah-]
[5]- Di dalam hadits yang lain juga terdapat isyarat
tentang celaan terhadap wanita yang memakai sepatu dengan hak tinggi,
karena hal itu bisa mengundang fitnah.
Rasulullah-shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
((إِنَّ
الدُّنْيَا خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ، فَاتَّقُوْهَا وَاتَّقُوْا الـنِّسَاءَ)). ثُـمَّ
ذَكَرَ نِسْوَةً ثَلَاثَةً مِنْ بَـنِـيْ إِسْـرَائِـيْـلَ: امْـرَأَتَـيْـنِ
طَوِيْلَــتَيْـنِ تُعْـرَفَـانِ، وَامْرَأَةً قَصِيْرَةً لَا تُعْرَفُ، فَاتَّـخَذَتْ
رِجْلَـيْـنِ مِنْ خَشَبٍ، وَصَاغَتْ خَاتَـمًا، فَحَشَتْهُ مِنْ أَطْيَبِ الطِّيْبِ
الْمِسْكِ، وَجَعَلَتْ لَهُ غَلَقًا، فَإِذَا مَرَّتْ بِالْمَلَإِ أَوْ
بِالْمَجْلِسِ؛ قَالَتْ بِهِ: فَفَتَحَتْهُ، فَفَاحَ رِيْـحُهُ.
“Sungguh dunia
itu hijau dan manis, maka waspadalah terhadap (fitnah) dunia dan waspadalah
terhadap (fitnah) wanita.” Kemudian beliau (Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa
sallam-) menyebutkan tentang tiga orang wanita dari kalangan Bani Israil, dua
orang diantaranya berpostur tinggi (sehingga) terkenal, sedangkan satunya
pendek (sehingga) tidak terkenal. Maka dia (wanita yang pendek) membuat dua
buah kaki (buatan) dari kayu dan dia membuat sebuah cincin yang dipenuhi dengan
minyak misik yang paling wangi, kemudian (cincin itu) diberi tutupan. Setiap
dia melewati sekelompok orang atau majlis (orang yang duduk), maka dia kibaskan
tangannya (yang bercincin tersebut) sehingga aroma wangi-pun menyebar.
[Shahih:
HR. Ahmad (no. 11364-cet. Daarul Hadiits) dan sanadnya shahih sesuai syarat
Muslim. Lihat juga Shahih Muslim (no.2252 (18))]
- Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah
berkata:
“Di dalam hadits ini terdapat peringatan yang jelas bahwa
kebiasaan wanita-wanita yang fasik (berdosa) adalah memakai hal-hal yang bisa
menarik perhatian orang lain kepada mereka. Di antaranya adalah apa yang sudah
tersebar dikalangan mereka (para wanita), yaitu memakai sandal (atau sepatu)
dengan hak tinggi, khususnya yang bagian bawahnya diberi besi agar suaranya
terdengar keras ketika melangkah. Kemungkinan asal dari (sandal/sepatu)
tersebut adalah buatan orang-orrang Yahudi, sebagaimana di isyaratkan dalam hadits ini. Maka hendaknya para wanita muslimah waspada
terhadap hal ini. Wallaahul Musta’aan (Allah-lah sebagai tempat
berlindung).”
[Silsilah
al-Ahaadiits ash-Shahiihah (I/878) karya Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani
-rahimahullaah-]
[6]- Maka wajar jika Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa
sallam- menamakan mereka sebagai pelacur. Beliau bersabda:
أَيُّـمَا امْـرَأَةٍ
اسْـتَـعْـطَـرَتْ، فَـمَـرَّتْ بِقَـوْمٍ لِـيَجِـدُوْا رِيْـحَهَا؛ فَهِيَ زَانِـيَةٌ.
“Siapapun wanita yang memakai wangi-wangian, lalu ia
melewati kaum laki-laki agar tercium aromanya; maka ia (seperti) pelacur.”
[Hasan:
HR. Ahmad (IV/414, 418), Abu Dawud (no. 4173), at-Tirmidzi (no. 2786),
an-Nasa-i (VIII/153), dan Ibnu Hibban (no. 4497-at-Ta’liiqaatul Hisaan), dari
Abu Musa al-Asy’ari radhiyallaahu ‘anhu. Di-hasan-kan oleh Syaikh al-Albani
dalam Shahiihul Jaami’ ash-Shaghiir (no. 2701)]
[7]- Kemudian, Islam juga memisahkan -dan berusaha
menjauhkan- pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram-nya, agar
tertutup jalan-jalan yang mengantarkan kepada perzinaan, sehingga
dilarang bagi laki-laki untuk berduaan dengan wanita yang bukan mahram-nya.
Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
لَا يَـخْـلُـوَنَّ
رَجُـلٌ بِامْـرَأَةٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَـحْـرَمٍ
“Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian
dengan seorang wanita, kecuali si wanita itu bersama mahram-nya.”
[Muttafaqun
‘Alaihi: HR. Al-Bukhari (no. 1862) dan Muslim (no. 1341), dari Ibnu
‘Abbas -radhiyallaahu ‘anumaa-]
- “Kita minta perlindungan kepada Allah dari (fitnah)
yang menimpa kaum muslimin, berupa bercampur-baurnya antara laki-laki dan
perempuan pada zaman kita sekarang ini, dimana kaum laki-laki berdua-dua-an
dengan kaum wanita, berjoget (berdansa), serta berpacaran dengan mereka.
Sampai-sampai kita mengingkari negeri-negeri Islam (yang tidak Islami
lagi-pent), sehingga kita merasa asing hidup ditengah-tengah negeri-negeri
tersebut, seolah-olah kita bukan (bagian dari) penduduknya. Innaa lillaahi wa
Innaa Ilaihi Raaji’uun.”
[Perkataan
Syaikh Ahmad Syakir -rahimahullaah- dalam syarh (penjelasan)nya terhadap kitab
ar-Risaalah (hlm. 471)]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar