Minggu, 26 Februari 2017

50- BERANIKAH ULAMA SALAF BEDA DENGAN PEMERINTAH???



BERANIKAH ULAMA SALAF BEDA DENGAN PEMERINTAH???

[1]- Ta’shiil (Pondasi) Dalam Masalah Ini

Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

لَا طَاعَةَ فِـيْ مَعْـصِـيَـةِ اللهِ، إِنَّـمَا الطَّاعَةُ فِـي الْمَعْرُوْفِ.

“Tidak boleh taat dalam bermaksiat kepada Allah, taat itu hanya dalam hal yang ma’ruf.”

[Muttafaqun ‘Alaihi: HR. Al-Bukhari (no. 7257) dan Muslim (no. 1840) dari ‘Ali bin Abi Thalib -radhiyallaahu ‘anhu-]

[2]- Beda Dalam Masalah ‘Aqidah

Setelah wafatnya Harun Ar-Rasyid dan digantikan oleh Al-Ma’mun, maka orang-orang Jahmiyyah Mu’tazilah mulai menampakkan taringnya. Mereka mempengaruhi Khalifah Al-Ma’mun agar mau meyakini ‘Aqidah mereka; khususnya ‘Aqidah bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. Karena mereka menolak sifat Kalam (berbicara) bagi Allah; sehingga mereka mengatakan bahwa Al-Qur’an bukan Kalamullah (Firman Allah), akan tetapi Allah menciptakan Al-Qur’an. Maka Khalifah Al-Ma’mun terpengaruh dengan ‘Aqidah ini dan berniat memaksa para ulama untuk meyakininya; di antaranya Imam Ahmad bin Hanbal –rahimahullaah-. Maka Imam Ahmad pun dibawa untuk menghadap Khalifah; akan tetapi belum sempat bertemu; Khalifah meninggal terlebih dahulu.

Kemudian Khalifah Al-Mu’tashim menggantikan Al-Ma’mun. Al-Mu’tashim inilah yang terus menyiksa Imam Ahmad bin Hanbal agar beliau mau mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. Beliau dipenjara sampai berbulan-bulan sebelum akhirnya dilepaskan.

Tatkala Al-Mu’tashim digantikan oleh Al-Watsiq maka pemaksaan terhadap kaum muslimin untuk mengatakan Al-Qur’an makhluk terus berlanjut; untuk kemudian mereda. Dikatakan bahwa Al-Watsiq bertaubat dari keyakinan ini setelah menyaksikan debat antara Imam Ahmad dengan Ibnu Abi Du’ad pembesar Jahmiyyah Mu’tazilah.

[Muqaddimah Syarah Ushulus Sunnah (hlm. 4), karya Ahmad Hendrix]

[2]- Beda Dalam Masalah Fiqih

Dari Sa’id bin Al-Musayyib, dia berkata: ‘Ali dan ‘Utsman berkumpul di ‘Usfan, dan ‘Utsman [sebagai khalifah ketika itu] melarang dari Haji Tamattu’. Maka ‘Ali berkata: “Apa maksudmu dengan melarang suatu perkara yang dilakukan oleh Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-?” ‘Utsman berkata: “Udah, biarkan saja kami!” ‘Ali berkata: “Aku tidak bisa membiarkanmu!” Tatkala ‘Ali melihat yang demikian; maka beliau bertalbiyah dengan keduanya (Haji dan ‘Umrah).” [Yakni: untuk menjelaskan bolehnya Tamattu’]

[Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1223); tambahan dalam kurung [ ] merupakan isyarat dan penjelasan dari Imam An-Nawawi]

Imam An-Nawawi -rahimahullaah- berkata:

“Di sini terdapat (faedah): menyebarkan ilmu dan menampakkannya, serta berdiskusi dengan penguasa/pemerintah -dan selainnya- untuk menjelaskan ilmu, dan wajibnya menasehati orang muslim dalam hal itu; dan inilah mekna perkataan ‘Ali: “Aku tidak bisa membiarkanmu!”]

[Syarah Muslim (VIII/216- cet. Daarul Faihaa]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar