Minggu, 26 Februari 2017

54- KEUTAMAAN & ADAB MENUNTUT ILMU



KEUTAMAAN & ADAB MENUNTUT ILMU

1. Keutamaan Ilmu Dan Orang-Orang Yang Berilmu

2. Adab-Adab Dalam Menuntut Ilmu

Pembahasan Pertama: Untuk mendorong kita agar semangat dalam menuntut ilmu.

Pembahasan Kedua: Setelah kita semangat dalam menuntut ilmu; maka dengan Pembahasan Kedua: Agar kita menempuh jalan yang benar untuk mendapatkan ilmu.

Pembahasan Pertama: Keutamaan Ilmu Dan Orang-Orang Yang Berilmu

Sebelum masuk ke pembahasan ini; maka yang pertama harus diketahui adalah: Bahwa pembahasan ini hanya bermanfaat bagi orang yang mengharapkan Allah dan Hari Akhir; bukan orang yang masih disibukkan dengan kecintaan kepada selain Allah; kecintaan kepada dunia dan yang lainnya. Karena hanya orang-orang yang mengharapkan Allah dan Hari Akhir saja yang bisa akan mengambil manfaat dari ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi -shallallaahu ‘alaihi was sallam-, hanya mereka yang beriman dengan yang ghaib yang berusaha untuk mendapatkan kesuksesan di akhirat untuk masuk Surga.

Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa- berfirman:

الٓم * ذٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيْهِ هُدًى لِلْمُتَّقِيْنَ * الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ ...

“Alif Laam Miim. Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib,…” (QS. Al-Baqarah: 1-3)

Sungguh Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa- telah memuji ilmu dan ahli ilmu, dan Dia mendorong hamba-hamban-Nya kepada ilmu dan berbekal dengannya. Demikian juga Nabi -shallallaahu ‘alaihi was sallam- sebutkan dalam Sunnah beliau.

1. Dengan ilmu  seseorang bisa mencapai derajat menjadi saksi atas Tauhid.

Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa- berfirman:

شَهِدَ اللهُ أَنَّهُ لَا إِلٰهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلٰهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ

“Allah bersaksi (menyatakan) bahwa tidak ada sesembahan (yang berhak diibadahi) selain Dia; (demikian pula) para malaikat dan orang-orang yang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada sesembahan (yang berhak diibadahi) selain Dia, Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS. Ali ‘Imran: 18)

Pada ayat ini Allah -‘Azza Wa Jalla- menjadikan orang-orang yang berilmu sebagai saksi atas sesuatu yang sangat agung; yaitu keesaan Allah. Maka ini menunjukkan keutamaan orang-orang yang berilmu.

Selain itu ayat tersebut juga memuat rekomendasi Allah tentang kesucian dan keadilan orang-orang yang berilmu.

2. Ahli ilmu adalah salah satu dari 2 (dua) golongan Ulil Amri yang Allah perintahkan untuk taat kepada mereka dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَطِيْعُوا اللهَ وَأَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ...

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad) dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu…” (QS. An-Nisaa’: 59)

Maka Ulil Amri di sini mencakup: Ulil Amri dari kalangan pemerintah dan penguasa dan juga mencakup Ulil Amri dari kalangan Ulama dan para penuntut ilmu.

3. Ilmu adalah warisan para Nabi -‘alaihimush shalaatu was salaam-.

Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi was sallam- bersabda:

إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَـمْ يُوَرِّثُوْا دِيْنَارًا، وَلَا دِرْهَـمًا [وَإِنَّمَا] وَرَّثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بـِحَظٍّ وَافِرٍ

“Sungguh, para ulama adalah pewaris para nabi, dan para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanya mewariskan ilmu, barangsiapa yang mau mengambilnya; maka dia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. Ahmad dan lainnya dari Abu Darda -radhiyallaahu ‘anhu-)

4. Menuntut ilmu adalah jalan menuju Surga.

Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi was sallam- bersabda:

...وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا؛ سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِـهِ طَرِيْقًا إِلَى الْـجَنَّةِ...

“…Dan barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu; maka Allah mudahkan baginya jalan menuju Surga…” (HR. Muslim dari Abu Hurairah -radhiyallaahu ‘anhu-)

5. Faham dalam masalah agama termasuk tanda-tanda kebaikan.

Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi was sallam- bersabda:

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ

“Barangsiapa dikehendaki kebaikan oleh Allah; maka Dia akan memberikan pemahaman agama kepadanya.” (Muttafaqun ‘Alaihi dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallaahu ‘anhumaa)

Pemahaman agama yang dimaksud dalam hadits ini adalah: Pemahaman terhadap ilmu Tauhid, Ushuulud Diin (prinsip-prinsip agama), dan hal-hal yang berkaitan dengan syari’at Allah -‘Azza Wa Jalla-.

Kalaulah tidak ada dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah tentang keutamaan ilmu kecuali hadits ini; maka sungguh telah cukup untuk mendorong kepada menunut ilmu syar’i.

Pembahasan Kedua: Adab-Adab Dalam Menuntut Ilmu

Setelah kita semangat dalam menuntut ilmu; maka kita harus menempuh jalan yang benar untuk mendapatkan ilmu. Karena, betapa banyak orang yang mencari ilmu dan semangat di dalamnya; akan tetapi tidak mendapatkannya.

1. Mengikhlaskan niat dalam menuntut ilmu hanya untuk Allah saja.

Ikhlas dalam menuntut ilmu bisa dicapai dengan beberapa perkara:

a. Meniatkan untuk melaksanakan perintah Allah, karena Allah memerintahkan dengannya.

Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa- berfirman:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ ...

“Maka ketahuilah, bahwa tidak ada sesembahan (yang berhak diibadahi) selain Allah…” (QS. Muhammad: 19)

Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa- mendorong kepada ilmu, hal itu berkonsekuensi bahwa Dia mencintainya, meridhainya, dan memerintahkan kepadanya.

b. Meniatkan untuk menjaga Syari’at, karena menjaga Syari’at itu dengan cara menuntut belajar dan menjaganya di dada (dengan menghafal) dan juga dengan menulisnya.

c. Meniatkan untuk membela Syari’at, karena dengan adanya ulama yang membantah orang-orang yang menentang Syari’at; maka Syari’at terjaga.

d. Meniatkan untuk ittibaa’ (mengikuti) Syari’at Nabi Muhammad -shallallaahu ‘alaihi was sallam-, karena tidak mungkin seseorang bisa ittibaa’ (mengikuti) Syari’at beliau sebelum berilmu tentang Syari’at tersebut.

e. Meniatkan untuk mengangkat kebodohan dari diri sendiri dan dari orang lain.

2. Berpegang kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Maka wajib atas penuntut ilmu untuk mengambil ilmu dari Al-Qur’an dan As-Sunnah; yang penuntut ilmu tidak akan sukses kalau tidak memulai dengan keduanya.

Al-Qur’an: Wajib atas penuntut ilmu untuk semangat dalam membacanya, menghafalkannya, memahaminya dengan pemahaman Salaf, mengamalkannya, dan mendakwahkannya.

As-Sunnah: Merupakan penjelas dari Al-Qur’an, maka tugas penuntut ilmu adalah menghafal hadits-hadits, mempelajari sanad dan matannya, serta membedakan antara hadits yang shahih dengan yang dha’if. Dan menjaga Sunnah juga dengan cara membantah syubhat (kerancuan) yang dilemparkan oleh Ahlul Bid’ah dalam masalah Sunnah.

3. Bersungguh-sungguh untuk bisa memahami maksud Allah dan Rasul-Nya -shallallaahu ‘alaihi was sallam-.

Termasuk perkara yang penting dalam menuntut ilmu adalah masalah pemahaman, tidak cukup hanya menghafal Al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa disertai pemahaman. Alangkah banyaknya terjadi penyimpangan dan kesesatan dikarenakan orang-orang yang berdalil dengan nash-nash akan tetapi tidak sesuai dengan maksud Allah dan Rasul-Nya  -shallallaahu ‘alaihi was sallam-.

4. Menghormati para ulama.

Jangan sampai nama seorang ulama itu jelek, karena kalau namanya jelek; maka perkataan mereka juga tidak akan dihargai, padahal dia mengatakan kebenaran dan mengajak kepadanya. Sesungguhnya membicarakan kejelekan seorang berilmu; akan menghalangi manusia dari ilmu syar’i-nya, dan ini sangat berbahaya.

5. Sabar di atas ilmu.

Yaitu: Penuntut ilmu terus di atas ilmu, tidak terputus dan tidak bosan. Dia terus mempelajarinya sampai puncak kemampuannya.

[Diringkas dari Kitaabul ‘Ilmi milik Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin -rahimahullaah-]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar