Senin, 27 Februari 2017

97- KEGEMBIRAAN DI DUNIA DAN DI AKHIRAT (KHUTHBAH ‘IDUL FITHRI 1437 H/2016 M)



KEGEMBIRAAN DI DUNIA DAN DI AKHIRAT (KHUTHBAH ‘IDUL FITHRI 1437 H/2016 M)

[1]- Jama’ah Shalat ‘Idul Fithri rahimakumullaah

Pada hari ini; hampir semua kaum muslimin di negeri ini: dipenuhi rasa gembira yang luar biasa, yakni kegembiraan menyambut Hari Raya, kegembiraan bertemu dengan keluarga, kegembiraan karena selesai dari Puasa, dan yang paling penting adalah: kegembiraan karena mengharap pahala dari ibadah Puasa mereka. Sebagaimana diisyaratkan oleh Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- dalam sabdanya:

لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّــهِ
“Orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan: gembira ketika berbuka (dari Puasa) dan gembira ketika bertemu Rabb-nya.”

[Muttafaqun ‘Alaihi: HR. Al-Bukhari (no. 7492) dan Muslim (no. 1151 (164))]

Kegembiraan yang didapatkan oleh orang yang berbuka Puasa adalah ketika hilang rasa lapar dan dahaga; dimana dibolehkan baginya untuk berbuka setelah tadinya dia tercegah dari makan dan minum. Dan ini adalah kegembiraan yang memang menjadi tabi’at manusia.

Akan tetapi, kegembiraan yang dirasakan karena dorongan Iman adalah: kegembiraan ketika dia telah selesai dari Puasa-nya; Puasa yang telah selamat dari hal-hal yang merrusaknya; sehingga dia mengharap pahala dari Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa-.

[2]- Kaum muslimin dan muslimat rahimakumullaah

Kegembiraan semacam inilah yang hendaknya ada pada diri setiap muslim dan muslimah: kegembiraan yang dilandasi keimanan, kegembiraan atas dasar agama. Dan kegembiraan semacam ini adalah suatu hal yang Allah perintahkan dalam Al-Qur’an, Allah Ta’aalaa berfirman:

قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

“Katakanlah (Muhammad): “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya; hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Yunus: 58)

“Karunia Allah” adalah Islam, dan “rahmat-Nya” adalah: Al-Qur’an. Itu lebih baik dari harta benda, emas dan perak yang dikumpulkan manusia.

Allah Ta’aalaa perintahkan kita untuk bergembira dengan karunia dan Rahmat-Nya; karena hal itu akan memunculkan kelapangan jiwa dan semangatnya, serta menjadikan jiwa ini bersyukur kepada Allah Ta’aalaa, jiwa juga akan menjadi kuat, dan muncul kecintaan kepada ilmu dan keimanan; sehingga senantiasa menginginkan tambahan ilmu dan iman. Dan ini adalah kegembiraan yang terpuji.

[3]- Jama’ah Shalat ‘Idul Fithri rahimakumullaah

Selain ada kegembiraan yang terpuji -yaitu: kegembiraan yang didasarkan atas keimanan-; maka Allah juga menyebutkan kegembiraan yang tercela; yaitu: kegembiraan yang hanya dilandasi urusan kedunian dan kelezatannya yang menghalangi dari urusan akhirat.

a. Seperti kegembiraan Qarun atas harta yang dimilikinya.

Allah Ta’aalaa berfirman:

إِنَّ قَارُونَ كَانَ مِنْ قَوْمِ مُوسَى فَبَغَى عَلَيْهِمْ وَآتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوزِ مَا إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوءُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ إِذْ قَالَ لَهُ قَوْمُهُ لا تَفْرَحْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ

“Sesungguhnya Qarun termasuk kaum Musa, tetapi dia berlaku zhalim terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: “Janganlah engkau terlalu bangga (gembira). Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang membanggakan diri (bergembira semacam ini).”.” (QS. Al-Qashash: 76)

Allah mengabarkan tentang teguran terhadap Qarun dikarenakan kegembiraan terhadap dunia dan kebanggaan terhadapnya; sehingga melalaikan dirinya dari akhirat. Karena sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang bergembira terhadap dunia dan kecintaan yang sangat terhadapnya.

b. Selain teguran terhadap orang yang gembira dengan hartanya; Allah juga menyebutkan celaan terhadap orang yang gembira dengan ilmu dunia yang ada padanya.

Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa berfirman:

فَلَمَّا جَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَرِحُوا بِمَا عِنْدَهُمْ مِنَ الْعِلْمِ وَحَاقَ بِهِمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ

“Maka ketika para rasul datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata; mereka merasa senang (gembira) dengan ilmu yang ada pada mereka, dan mereka dikepung oleh (adzab) yang dahulu mereka memperolok-olokkannya.” (QS. Al-Mu’min: 83)

 mereka merasa senang (gembira) dengan ilmu yang ada pada mereka” (yaitu: ilmu) yang menentang agama para rasul.

Maka (ilmu) ini umum, mencakup semua ilmu yang digunakan untuk menentang (agama) yang dibawa oleh para rasul. Dan yang pertama kali yang masuk dalam kategori ilmu ini adalah ilmu filsafat dan mantiq Yunani yang digunakan untuk menolak banyak dari ayat-ayat Al-Qur’an; sehingga keagungan Al-Qur’an pun berkurang di hati manusia. Mereka menjadikan dalil-dalil Al-Qur’an yang yakin dan pasti: sebagai dalil-dalil yang tidak bisa memberikan keyakinan, dan mereka lebih mendahulukan perkataan tokoh-tokoh mereka daripada ayat-ayat Al-Qur’an. Ini merupakan sebesar-besar penyimpangan dan penentangan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an. Allaahul Musta’aan.

Maka, kepandaian dalam ilmu dunia: menjadikan banyak orang menentang agama yang dibawa oleh rasul, dengan cara menolaknya atau mentakwilnya (memalingkan kepada makna yang lain).

Bahkan takwil mereka akhirnya diterima oleh banyak orang awam yang bodoh; karena menyangka bahwa orang yang pandai dalam ilmu dunia; pasti juga faham terhadap ilmu agama. Dan ini adalah persangkaan yang salah.

Dan samapi sekarang pun terjadi hal demikian: orang-orang kaya yang sukses dalam urusan dunia; mereka anggap bahwa mereka juga akan sukses dalam urusan agama. Orang-orang yag merasa berhasil mengumpulkan harta dengan ilmu dunia yang dia miliki; mereka anggap akan berhasil juga ketika mengatur urasan agama, urusan Dakwah, pengajian, urusan pondok, sekolah agama dan lainnya.

Padahal tidak ada keterkaitan antara kecerdasan dalam urusan dunia dengan kelimuan dalam agama. Rahulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebagai manusia yang paling berilmu dalam urusan agama; maka untuk urusan dunia: beliau menyerahkannya kepada kaum muslimin. Beliau bersabda:

أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ
“Kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian”

[Shahih: HR. Muslim (no. 2364), dari Abu Hurairah -radhiyaallaahu ‘anhu-]

c. Ada juga kegembiraan yang sangat mengerikan yang Allah sebutkan dalam Al-Qur’an; yaitu: kegembiraan orang yang diberikan istidraaj (penguluran) oleh Allah; yaitu orang yang bergelimang kemaksiatan; akan tetapi Allah bukakan baginya pintu-pintu kesenangan; sehingga dia pun bergembira dengannya. Kemudian Allah menyiksanya dengan tiba-tiba.

Allah Ta’aalaa berfirman:

فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ

“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka; Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka; Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa.” (QS. Al-An’aam: 44)

Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

إِذَا رَأَيْتَ اللهَ يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا عَلَى مَعَاصِيْهِ مَا يُـحِبُّ؛ فَـإِنَّـمَا هُوَ اسْــتِدْرَاجٌ

“Jika engkau menyaksikan Allah memberikan kepada hamba -atas maksiatnya-: harta dunia yang disukainya; maka itu hanyalah istidraaj (penguluran).” Kemudian Rasulullah r membaca ayat di atas.

[Shahih: HR. Ahmad (IV/145), dan lainnya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullaah dalam Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 413)]

[4]- Kaum muslimin dan muslimat rahimakumullaah

Maka kegembiraan-kegembiraan yang tercela tersebut pada hakikatnya adalah kegembiraan yang hanya akan mengantarkan kepada kesedihan.

Kita tentunya ingin mendapatkan kegembiraan yang tidak ada kesedihan pada kesudahannya, kegembiraan yang tanpa disertai kelelahan dan kecapekan. Dan kegembiraan semacam ini hanya ada di Jannah, Surga yang Allah sediakan bagi orang-orang yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya.

Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa berfirman:

جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَلُؤْلُؤًا وَلِبَاسُهُمْ فِيهَا حَرِيرٌ * وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَنَ إِنَّ رَبَّنَا لَغَفُورٌ شَكُورٌ * الَّذِي أَحَلَّنَا دَارَ الْمُقَامَةِ مِنْ فَضْلِهِ لا يَمَسُّنَا فِيهَا نَصَبٌ وَلا يَمَسُّنَا فِيهَا لُغُوبٌ

“(Mereka akan mendapat) surga ‘Adn, mereka masuk ke dalamnya, di dalamnya mereka diberi perhiasan gelang-gelang dari emas dan mutiara, dan pakaian mereka di dalamnya adalah sutera. Dan mereka berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dari kami. Sungguh, Rabb kami benar-benar Maha Pengampun, Maha Mensyukuri. Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (Surga) dengan karunia-Nya; di dalamnya kami tidak merasa lelah dan tidak pula merasa lesu.”.” (QS. Fathir: 33-35)

Maka, orang-orang yang masuk Surga: tidak akan ditimpa kesedihan apa pun; baik kesdihan berupa kurang bagusnya rupa mereka, kesedihan dalam hal makanan dan minuman, tidak pula kesedihan dalam badan, kelezatan, dan kekekalan mereka.

[5]- Adapun kehidupan di dunia; maka dipenuhi berbagai kesedihan dan kesempitan hidup; dengan munculnya berbagai permasalahan. Akan tetapi kesedihan-kesedihan itu bisa hilang jika seorang hamba -dalam kehidupannya di dunia- menempuh jalan untuk menuju Surga.

Allah Ta’aalaa berfirman tentang penurunan Adam -‘alaihis salaam- dan Hawa dari Surga:

قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ

Kami berfirman: “Turunlah kamu semua dari Surga! Kemudian jika benar-benar datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku; niscaya tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.”.” (QS. Al-Baqarah: 38)

Maka orang-orang yang beriman kepada Allah, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya, serta mengambil petunjuk dari mereka; dengan membenarkan segala kabar mereka dan yang ada pada kitab-kitab yang mereka bawa, serta dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan; “niscaya tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.”

[6]- Mereka itulah wali-wali Allah; yaitu: orang-orang yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya, seperti yang Allah firmankan:

أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ * الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ * لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ لا تَبْدِيلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu: tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka senantiasa bertaqwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Tidak ada perubahan bagi janji-janji Allah. Demikian itulah kemenangan yang agung.” (QS. Yunus: 62-64)

Wali-wali Allah, merekalah hamba-hamba Allah yang mendapat berita gembira di dunia dan di akhirat.

Di dunia: dengan mendapatkan pujian yang baik dari manusia dan kecintaan dari mereka, juga mimpi yang baik, serta kasih sayang Allah yang mereka rasakan; dimana mereka dimudahkan untuk beramal shalih dan berakhlak dengan akhlak yang mulia, serta dipalingkan dari amalan dan akhlak yang tercela.

Dan di akhirat: mereka mendapatkan berita gembira yang sempurna; dengan masuk Surga dan terhindar dari Neraka.

Wali-wali Allah, mereka adalah: “orang-orang yang beriman dan mereka senantiasa bertaqwa”.

Mereka beriman: kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, Hari Akhir, dan takdir-Nya; baik takdir yang baik maupun yang buruk.

Dan mereka membuktikan keimanan mereka dengan: bertaqwa; yaitu: melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Maka, setiap mukmin yang bertaqwa adalah wali Allah.

Mukmin yang ikhlas kepada Allah; adalah manusia yang paling nikmat hidupnya, paling nyaman keadaannya, paling lapang dadanya, dan paling bahagia hatinya. Dan ini adalah Surga yang disegerakan di dunia sebelum dia nantinya memasuki Surga akhirat.

[7]- Jama’ah Shalat ‘Idul Fithri rahimakumullaah

Dari penjelasan ini; maka kita mengetahui berbagai jenis kegembiraan yang dirasakan oleh manusia: ada kegembiraan yang sesuai dengan tabi’at manusia, ada kegembiraan yang dilandasi agama, dan ada juga kegembiraan yang tercela dan berbahaya; yang hanya akan mengantarkan kepada kesedihan semata.

Maka, hendaknya kita mengoreksi kegembiraan-kegembiraan yang kita rasakan, jangan sampai kegembiraan yang kita rasakan merupakan kegembiraan yang mengantarkan kepada kebinasaan; kegembiraan yang berlebihan terhadap urusan keduniaan, kegembiraan yang dirasakan walaupun bergelimang kemaksiatan.

Sebagai seorang mukmin, maka kita berusaha meraih kegembiraan yang hakiki; yaitu kegembiraan di Surga Allah yang abadi. Serta kita menempuh jalan yang bisa mengantarkan kepada kegembiraan tersebut; yaitu: dengan beriman kepada Allah, serta melaksanakan ketaatan kepadanya, gembira dengan nikmat Islam yang Allah karuniakan kepada kita, juga gembira terhadap Al-Qur’an; yang kita minta kepada Allah agar Al-Qur’an bisa menghilangkan kesusahan hati kita; sebagaimana do’a yang Nabi r ajarkan untuk menghilangkan kesedihan:

اَللّٰهُمَّ إِنِّيْ عَبْدُكَ، ابْنُ عَبْدِكَ، ابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِيْ كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِيْ عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِيْ، وَنُوْرَ صَدْرِيْ، وَجَلَاءَ حُزْنِيْ، وَذَهَابَ هَمِّيْ

“Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu, dan anak hamba perempuan-Mu, ubun-ubunku berada di tangan-Mu, hukum-Mu berlaku terhadap diriku dan ketetapan-Mu adil pada diriku. Aku memohon kepada-Mu dengan segala Nama yang menjadi milik-Mu, yang Engkau namai diri-Mu dengannya, atau yang Engkau turunkan di dalam Kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu, atau yang Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu, maka aku mohon dengan itu agar Engkau jadikan Al-Qur’an sebagai penyejuk hatiku, cahaya bagi dadaku, dan penghilang kesedihan dan kesusahanku.”

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah seorang pun ditimpa kesedihan dan kesusahan; kemudian membaca…(do’a ini); melainkan Allah akan hilangkan kesedihan dan kesusahannya, dan Dia gantikan dengan kegembiraan.” Maka ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, tidakkah kami pelajari (do’a) itu? Beliau menjawab: “Iya, sepantasnya bagi setiap orang yang mendengarnya untuk mempelajarinya.”

[HR. Ahmad (I/391, 452), Al-Hakim (I/509), dan Ibnu Hibban (no. 968-At-Ta’liiqaatul Hisaan). Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 199). Lihat: Do’a & Wirid (hlm. 302-303-cet. kesebelas) karya Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas hafizhahullaah]

Kita memohon kepada Allah agar menjadikan Al-Qur’an sebagai:

- penyejuk hati; dimana hati ini senang dan tenang dengan membaca dan mentadabburi Al-Qur’an,

- cahaya di dada; sehingga dengannya kita bisa membedakan antara yang haq dan yang bathil,

- penghilang kesedihan dan kesusahan; sehingga Al-Qur’an adalah obat yang bisa menghilangkan penyakit kesedihan dan kesusahan, serta mengembalikan kesehatan dan kenormalan.

Maka, kesimpulan dari kegembiraan seorang mukmin adalah seperti apa yang Nabi r sabdakan:

مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَتُهُ فَذٰلِكَ الْمُؤْمِنُ

“Barangsiapa yang kebaikannya membuatnya gembira, dan kejelekkannya membuatnya susah; maka itulah orang mukmin.”

[Shahih: HR. Ahmad (no. 114- cet. Daarul Hadiits), dan lainnya. Lihat: Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 430)]

Karena seorang mukmin adalah seorang yang beriman kepada adanya Hari Pembalasan atas amalan yang dia kerjakan -amalan kebaikan maupun kejelekkan-.

Kalau seseorang tidak merasakan pada dirinya adanya perbedaan antara kebaikan dan kejelekkan; bahkan keduanya sama di sisinya; maka berhati-hatilah; karena ini adalah sifat orang munafik yang tidak beriman dengan adanya Hari Pembalasan.

Maka, perbanyaklah amalan kebaikkan dan sedikitkanlah amalan kejelekkan.

Dan kebaikkan terbesar adalah Tauhid; yaitu mengesakan Allah dalam beribadah, dan kejelekkan yang terbesar adalah Syirik; yaitu mempersekutukan Allah dalam beribadah kepada-Nya.

Dan inilah pondasi keislaman kita:

1- Beribadah hanya kepada Allah; yang ini merupakan tuntutan syahadat Laa Ilaaha Illallaah.

2- Beribadah kepada Allah hanya dengan apa yang disyari’atkan oleh Rasulullah r; yang ini merupakan tuntutan dari Syahadat Muhammad Rasulullah.

Maka kita minta kepada Allah agar kita dimudahkan untuk beramal kebaikan dan menjauhi amal kejelekkan:

اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، اللٰهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

اللّٰهُمَّ إِنّا نَسْأَلُكَ فِعْلَ الخَيْرَاتِ، وَتَرْكَ الْمُنْكَرَاتِ، وَحُبَّ الْمَسَاكِيْنِ، وَأَنْ تَغْفِرَ لَنَا وَتَرْحَمَنَا، وَإِذَا أَرَدْتَ فِتْنَةَ قَوْمٍ فَتَوَفَّنَا غَيْرَ مَفْتُونٍ، وَنَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ، وَحُبَّ عَمَلٍ يُقَرِّبنَا إِلَى حُبِّكَ

اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ

اللّٰهُمَّ آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ، وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

وَآخِرُ دَعْوَانَا: أَنِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ رّبِّ الْعَالَمِيْنَ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar