KEGEMBIRAAN DI DUNIA DAN DI AKHIRAT (KHUTHBAH ‘IDUL FITHRI 1437
H/2016 M)
[1]- Jama’ah Shalat ‘Idul Fithri rahimakumullaah
Pada hari ini; hampir semua kaum muslimin di negeri ini: dipenuhi
rasa gembira yang luar biasa, yakni kegembiraan menyambut Hari Raya,
kegembiraan bertemu dengan keluarga, kegembiraan karena selesai dari Puasa, dan
yang paling penting adalah: kegembiraan karena mengharap pahala dari ibadah
Puasa mereka. Sebagaimana diisyaratkan oleh Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa
sallam- dalam sabdanya:
لِلصَّائِمِ
فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّــهِ
“Orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan: gembira ketika
berbuka (dari Puasa) dan gembira ketika bertemu Rabb-nya.”
[Muttafaqun ‘Alaihi: HR. Al-Bukhari (no. 7492)
dan Muslim (no. 1151 (164))]
Kegembiraan yang didapatkan oleh orang yang berbuka Puasa adalah
ketika hilang rasa lapar dan dahaga; dimana dibolehkan baginya untuk berbuka
setelah tadinya dia tercegah dari makan dan minum. Dan ini adalah kegembiraan
yang memang menjadi tabi’at manusia.
Akan tetapi, kegembiraan yang dirasakan karena dorongan Iman
adalah: kegembiraan ketika dia telah selesai dari Puasa-nya; Puasa yang telah
selamat dari hal-hal yang merrusaknya; sehingga dia mengharap pahala dari Allah
-Subhaanahu Wa Ta’aalaa-.
[2]- Kaum muslimin dan muslimat rahimakumullaah
Kegembiraan semacam inilah yang hendaknya ada pada diri setiap
muslim dan muslimah: kegembiraan yang dilandasi keimanan, kegembiraan atas
dasar agama. Dan kegembiraan semacam ini adalah suatu hal yang Allah
perintahkan dalam Al-Qur’an, Allah Ta’aalaa berfirman:
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ
خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah (Muhammad): “Dengan karunia Allah
dan rahmat-Nya; hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik dari apa
yang mereka kumpulkan.” (Yunus: 58)
“Karunia Allah” adalah
Islam, dan “rahmat-Nya” adalah: Al-Qur’an. Itu lebih baik dari harta
benda, emas dan perak yang dikumpulkan manusia.
Allah Ta’aalaa perintahkan kita untuk
bergembira dengan karunia dan Rahmat-Nya; karena hal itu akan memunculkan
kelapangan jiwa dan semangatnya, serta menjadikan jiwa ini bersyukur kepada
Allah Ta’aalaa, jiwa juga akan menjadi kuat, dan muncul kecintaan kepada
ilmu dan keimanan; sehingga senantiasa menginginkan tambahan ilmu dan iman. Dan
ini adalah kegembiraan yang terpuji.
[3]- Jama’ah Shalat ‘Idul Fithri rahimakumullaah
Selain ada kegembiraan yang terpuji -yaitu:
kegembiraan yang didasarkan atas keimanan-; maka Allah juga menyebutkan kegembiraan
yang tercela; yaitu: kegembiraan yang hanya dilandasi urusan kedunian dan
kelezatannya yang menghalangi dari urusan akhirat.
a. Seperti kegembiraan Qarun atas harta yang
dimilikinya.
Allah Ta’aalaa berfirman:
إِنَّ قَارُونَ كَانَ مِنْ قَوْمِ مُوسَى فَبَغَى عَلَيْهِمْ
وَآتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوزِ مَا إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوءُ بِالْعُصْبَةِ
أُولِي الْقُوَّةِ إِذْ قَالَ لَهُ قَوْمُهُ لا تَفْرَحْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ
الْفَرِحِينَ
“Sesungguhnya Qarun termasuk kaum Musa, tetapi dia berlaku zhalim
terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta
yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat.
(Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: “Janganlah engkau terlalu bangga
(gembira). Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang membanggakan diri
(bergembira semacam ini).”.” (QS.
Al-Qashash: 76)
Allah mengabarkan tentang teguran terhadap
Qarun dikarenakan kegembiraan terhadap dunia dan kebanggaan terhadapnya;
sehingga melalaikan dirinya dari akhirat. Karena sesungguhnya Allah tidak
mencintai orang-orang yang bergembira terhadap dunia dan kecintaan yang sangat
terhadapnya.
b. Selain teguran terhadap orang yang gembira
dengan hartanya; Allah juga menyebutkan celaan terhadap orang yang gembira dengan
ilmu dunia yang ada padanya.
Allah Subhaanahu
Wa Ta’aalaa berfirman:
فَلَمَّا جَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَرِحُوا بِمَا
عِنْدَهُمْ مِنَ الْعِلْمِ وَحَاقَ بِهِمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ
“Maka ketika para rasul
datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata; mereka merasa
senang (gembira) dengan ilmu yang ada pada mereka, dan mereka dikepung oleh
(adzab) yang dahulu mereka memperolok-olokkannya.” (QS. Al-Mu’min: 83)
“mereka merasa senang (gembira) dengan ilmu
yang ada pada mereka” (yaitu: ilmu) yang menentang agama para rasul.
Maka (ilmu) ini
umum, mencakup semua ilmu yang digunakan untuk menentang (agama) yang dibawa
oleh para rasul. Dan yang pertama kali yang masuk dalam kategori ilmu ini
adalah ilmu filsafat dan mantiq Yunani yang digunakan untuk menolak banyak dari
ayat-ayat Al-Qur’an; sehingga keagungan Al-Qur’an pun berkurang di hati
manusia. Mereka menjadikan dalil-dalil Al-Qur’an yang yakin dan pasti: sebagai
dalil-dalil yang tidak bisa memberikan keyakinan, dan mereka lebih mendahulukan
perkataan tokoh-tokoh mereka daripada ayat-ayat Al-Qur’an. Ini merupakan
sebesar-besar penyimpangan dan penentangan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an. Allaahul
Musta’aan.
Maka,
kepandaian dalam ilmu dunia: menjadikan banyak orang menentang agama yang
dibawa oleh rasul, dengan cara menolaknya atau mentakwilnya (memalingkan kepada
makna yang lain).
Bahkan takwil
mereka akhirnya diterima oleh banyak orang awam yang bodoh; karena menyangka
bahwa orang yang pandai dalam ilmu dunia; pasti juga faham terhadap ilmu agama.
Dan ini adalah persangkaan yang salah.
Dan samapi
sekarang pun terjadi hal demikian: orang-orang kaya yang sukses dalam urusan
dunia; mereka anggap bahwa mereka juga akan sukses dalam urusan agama.
Orang-orang yag merasa berhasil mengumpulkan harta dengan ilmu dunia yang dia
miliki; mereka anggap akan berhasil juga ketika mengatur urasan agama, urusan
Dakwah, pengajian, urusan pondok, sekolah agama dan lainnya.
Padahal tidak
ada keterkaitan antara kecerdasan dalam urusan dunia dengan kelimuan dalam
agama. Rahulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebagai manusia yang
paling berilmu dalam urusan agama; maka untuk urusan dunia: beliau
menyerahkannya kepada kaum muslimin. Beliau bersabda:
أَنْتُمْ
أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ
“Kalian lebih tahu tentang
urusan dunia kalian”
[Shahih:
HR. Muslim (no. 2364), dari Abu Hurairah -radhiyaallaahu ‘anhu-]
c. Ada juga
kegembiraan yang sangat mengerikan yang Allah sebutkan dalam Al-Qur’an; yaitu:
kegembiraan orang yang diberikan istidraaj (penguluran) oleh Allah; yaitu orang yang bergelimang
kemaksiatan; akan tetapi Allah bukakan baginya pintu-pintu kesenangan; sehingga
dia pun bergembira dengannya. Kemudian Allah menyiksanya dengan tiba-tiba.
Allah Ta’aalaa
berfirman:
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ
كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا
هُمْ مُبْلِسُونَ
“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang
telah diberikan kepada mereka; Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan)
untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan
kepada mereka; Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka
terdiam putus asa.” (QS. Al-An’aam: 44)
Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-
bersabda:
إِذَا رَأَيْتَ اللهَ يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا عَلَى
مَعَاصِيْهِ مَا يُـحِبُّ؛ فَـإِنَّـمَا هُوَ اسْــتِدْرَاجٌ
“Jika engkau menyaksikan Allah memberikan
kepada hamba -atas maksiatnya-: harta dunia yang disukainya; maka itu hanyalah istidraaj
(penguluran).” Kemudian
Rasulullah r membaca ayat di atas.
[Shahih: HR. Ahmad (IV/145), dan lainnya. Dishahihkan oleh
Syaikh Al-Albani rahimahullaah dalam Silsilah al-Ahaadiits
ash-Shahiihah (no. 413)]
[4]- Kaum muslimin dan muslimat rahimakumullaah
Maka kegembiraan-kegembiraan yang tercela
tersebut pada hakikatnya adalah kegembiraan yang hanya akan mengantarkan kepada
kesedihan.
Kita tentunya ingin mendapatkan kegembiraan
yang tidak ada kesedihan pada kesudahannya, kegembiraan yang tanpa disertai
kelelahan dan kecapekan. Dan kegembiraan semacam ini hanya ada di Jannah,
Surga yang Allah sediakan bagi orang-orang yang beriman dan bertaqwa
kepada-Nya.
Allah Subhaanahu
Wa Ta’aalaa berfirman:
جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ
مِنْ ذَهَبٍ وَلُؤْلُؤًا وَلِبَاسُهُمْ فِيهَا حَرِيرٌ * وَقَالُوا الْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَنَ إِنَّ رَبَّنَا لَغَفُورٌ شَكُورٌ * الَّذِي
أَحَلَّنَا دَارَ الْمُقَامَةِ مِنْ فَضْلِهِ لا يَمَسُّنَا فِيهَا نَصَبٌ وَلا
يَمَسُّنَا فِيهَا لُغُوبٌ
“(Mereka akan mendapat) surga ‘Adn, mereka masuk ke
dalamnya, di dalamnya mereka diberi perhiasan gelang-gelang dari emas dan
mutiara, dan pakaian mereka di dalamnya adalah sutera. Dan mereka berkata:
“Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dari kami. Sungguh,
Rabb kami benar-benar Maha Pengampun, Maha Mensyukuri. Yang menempatkan kami
dalam tempat yang kekal (Surga) dengan karunia-Nya; di dalamnya kami tidak
merasa lelah dan tidak pula merasa lesu.”.” (QS.
Fathir: 33-35)
Maka, orang-orang yang masuk Surga: tidak akan ditimpa
kesedihan apa pun; baik kesdihan berupa kurang bagusnya rupa mereka, kesedihan
dalam hal makanan dan minuman, tidak pula kesedihan dalam badan, kelezatan, dan
kekekalan mereka.
[5]- Adapun kehidupan di dunia; maka dipenuhi berbagai kesedihan
dan kesempitan hidup; dengan munculnya berbagai permasalahan. Akan tetapi
kesedihan-kesedihan itu bisa hilang jika seorang hamba -dalam kehidupannya di
dunia- menempuh jalan untuk menuju Surga.
Allah Ta’aalaa berfirman tentang penurunan Adam -‘alaihis
salaam- dan Hawa dari Surga:
قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي
هُدًى فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Kami berfirman: “Turunlah kamu semua dari Surga! Kemudian jika
benar-benar datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa yang mengikuti
petunjuk-Ku; niscaya tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak
bersedih hati.”.” (QS. Al-Baqarah: 38)
Maka orang-orang yang beriman kepada Allah,
kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya, serta mengambil petunjuk dari mereka;
dengan membenarkan segala kabar mereka dan yang ada pada kitab-kitab yang
mereka bawa, serta dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan; “niscaya
tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.”
[6]- Mereka itulah wali-wali Allah; yaitu: orang-orang
yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya, seperti yang Allah firmankan:
أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ
يَحْزَنُونَ * الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ * لَهُمُ الْبُشْرَى فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ لا تَبْدِيلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ ذَلِكَ
هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu: tidak ada
rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang
beriman dan mereka senantiasa bertaqwa. Bagi mereka berita gembira di dalam
kehidupan di dunia dan di akhirat. Tidak ada perubahan bagi janji-janji Allah.
Demikian itulah kemenangan yang agung.” (QS.
Yunus: 62-64)
Wali-wali Allah, merekalah hamba-hamba Allah yang
mendapat berita gembira di dunia dan di akhirat.
Di dunia: dengan mendapatkan pujian yang baik dari
manusia dan kecintaan dari mereka, juga mimpi yang baik, serta kasih sayang
Allah yang mereka rasakan; dimana mereka dimudahkan untuk beramal shalih dan
berakhlak dengan akhlak yang mulia, serta dipalingkan dari amalan dan akhlak
yang tercela.
Dan di akhirat: mereka mendapatkan berita gembira yang
sempurna; dengan masuk Surga dan terhindar dari Neraka.
Wali-wali Allah, mereka adalah: “orang-orang yang
beriman dan mereka senantiasa bertaqwa”.
Mereka beriman: kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, Hari Akhir, dan takdir-Nya; baik takdir yang
baik maupun yang buruk.
Dan mereka membuktikan keimanan mereka dengan:
bertaqwa; yaitu: melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi
larangan-larangan-Nya.
Maka, setiap mukmin yang bertaqwa adalah wali Allah.
Mukmin yang ikhlas kepada Allah; adalah manusia yang paling nikmat
hidupnya, paling nyaman keadaannya, paling lapang dadanya, dan paling bahagia
hatinya. Dan ini adalah Surga yang disegerakan di dunia sebelum dia nantinya
memasuki Surga akhirat.
[7]- Jama’ah Shalat ‘Idul Fithri rahimakumullaah
Dari penjelasan ini; maka kita mengetahui berbagai jenis
kegembiraan yang dirasakan oleh manusia: ada kegembiraan yang sesuai dengan
tabi’at manusia, ada kegembiraan yang dilandasi agama, dan ada juga kegembiraan
yang tercela dan berbahaya; yang hanya akan mengantarkan kepada kesedihan
semata.
Maka, hendaknya kita mengoreksi kegembiraan-kegembiraan yang kita
rasakan, jangan sampai kegembiraan yang kita rasakan merupakan kegembiraan yang
mengantarkan kepada kebinasaan; kegembiraan yang berlebihan terhadap urusan
keduniaan, kegembiraan yang dirasakan walaupun bergelimang kemaksiatan.
Sebagai seorang mukmin, maka kita berusaha meraih kegembiraan yang
hakiki; yaitu kegembiraan di Surga Allah yang abadi. Serta kita menempuh jalan
yang bisa mengantarkan kepada kegembiraan tersebut; yaitu: dengan beriman
kepada Allah, serta melaksanakan ketaatan kepadanya, gembira dengan nikmat
Islam yang Allah karuniakan kepada kita, juga gembira terhadap Al-Qur’an; yang
kita minta kepada Allah agar Al-Qur’an bisa menghilangkan kesusahan hati kita;
sebagaimana do’a yang Nabi r
ajarkan untuk menghilangkan kesedihan:
اَللّٰهُمَّ إِنِّيْ عَبْدُكَ، ابْنُ عَبْدِكَ، ابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ
قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ
أَنْزَلْتَهُ فِيْ كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ
اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِيْ عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ
رَبِيْعَ قَلْبِيْ، وَنُوْرَ صَدْرِيْ، وَجَلَاءَ حُزْنِيْ، وَذَهَابَ هَمِّيْ
“Ya Allah,
sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu, dan anak hamba perempuan-Mu,
ubun-ubunku berada di tangan-Mu, hukum-Mu berlaku terhadap diriku dan
ketetapan-Mu adil pada diriku. Aku memohon kepada-Mu dengan segala Nama yang
menjadi milik-Mu, yang Engkau namai diri-Mu dengannya, atau yang Engkau
turunkan di dalam Kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seseorang dari
makhluk-Mu, atau yang Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu,
maka aku mohon dengan itu agar Engkau jadikan Al-Qur’an sebagai penyejuk
hatiku, cahaya bagi dadaku, dan penghilang kesedihan dan kesusahanku.”
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah
seorang pun ditimpa kesedihan dan kesusahan; kemudian membaca…(do’a ini);
melainkan Allah akan hilangkan kesedihan dan kesusahannya, dan Dia gantikan
dengan kegembiraan.” Maka ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, tidakkah kami
pelajari (do’a) itu? Beliau menjawab: “Iya, sepantasnya bagi setiap orang yang
mendengarnya untuk mempelajarinya.”
[HR. Ahmad (I/391, 452), Al-Hakim (I/509), dan Ibnu Hibban (no.
968-At-Ta’liiqaatul Hisaan). Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah
al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 199). Lihat: Do’a & Wirid (hlm. 302-303-cet. kesebelas) karya Ustadz Yazid bin
‘Abdul Qadir Jawas hafizhahullaah]
Kita memohon kepada Allah agar menjadikan Al-Qur’an sebagai:
- penyejuk hati; dimana hati ini senang dan tenang dengan membaca
dan mentadabburi Al-Qur’an,
- cahaya di dada; sehingga dengannya kita bisa membedakan antara
yang haq dan yang bathil,
- penghilang kesedihan dan kesusahan; sehingga Al-Qur’an adalah
obat yang bisa menghilangkan penyakit kesedihan dan kesusahan, serta
mengembalikan kesehatan dan kenormalan.
Maka, kesimpulan dari kegembiraan seorang mukmin adalah seperti apa
yang Nabi r
sabdakan:
مَنْ
سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَتُهُ فَذٰلِكَ الْمُؤْمِنُ
“Barangsiapa yang kebaikannya membuatnya gembira, dan kejelekkannya
membuatnya susah; maka itulah orang mukmin.”
[Shahih: HR. Ahmad (no. 114- cet. Daarul Hadiits),
dan lainnya. Lihat: Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 430)]
Karena seorang mukmin adalah seorang yang beriman kepada adanya
Hari Pembalasan atas amalan yang dia kerjakan -amalan kebaikan maupun
kejelekkan-.
Kalau seseorang tidak merasakan pada dirinya adanya perbedaan
antara kebaikan dan kejelekkan; bahkan keduanya sama di sisinya; maka
berhati-hatilah; karena ini adalah sifat orang munafik yang tidak beriman
dengan adanya Hari Pembalasan.
Maka, perbanyaklah amalan kebaikkan dan sedikitkanlah amalan
kejelekkan.
Dan kebaikkan terbesar adalah Tauhid; yaitu mengesakan Allah dalam
beribadah, dan kejelekkan yang terbesar adalah Syirik; yaitu mempersekutukan
Allah dalam beribadah kepada-Nya.
Dan inilah pondasi keislaman kita:
1- Beribadah hanya kepada Allah; yang ini merupakan tuntutan
syahadat Laa Ilaaha Illallaah.
2- Beribadah kepada Allah hanya dengan apa yang disyari’atkan oleh
Rasulullah r;
yang ini merupakan tuntutan dari Syahadat Muhammad Rasulullah.
Maka kita minta kepada Allah agar kita dimudahkan untuk beramal
kebaikan dan menjauhi amal kejelekkan:
اللّٰهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، اللٰهُمَّ
بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
اللّٰهُمَّ
إِنّا نَسْأَلُكَ فِعْلَ الخَيْرَاتِ، وَتَرْكَ الْمُنْكَرَاتِ، وَحُبَّ
الْمَسَاكِيْنِ، وَأَنْ تَغْفِرَ لَنَا وَتَرْحَمَنَا، وَإِذَا أَرَدْتَ فِتْنَةَ
قَوْمٍ فَتَوَفَّنَا غَيْرَ مَفْتُونٍ، وَنَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ
يُحِبُّكَ، وَحُبَّ عَمَلٍ يُقَرِّبنَا إِلَى حُبِّكَ
اللّٰهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ،
اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ
اللّٰهُمَّ
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ
وَصَلَّى
اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ، وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar