Minggu, 26 Februari 2017

64- PERBEDAAN ANTAR KEWAJIBAN



PERBEDAAN ANTAR KEWAJIBAN

Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah -rahimahullaah- berkata:

“Allah -Subhaanahu- mempunyai hak yang wajib dilaksanakan oleh setiap orang berupa: peribdahan yang sesuai dengan kedudukan masing-masing individu -selain dari peribadahan secara umum yang Allah sama ratakan di antara hamba-hamba-Nya-:

- Maka orang yang berilmu mempunyai kewajiban berupa: peribadahan menyebarkan Sunnah dan ilmu yang Allah mengutus Rasul-Nya dengannya, yang hal itu tidak diwajibkan atas orang yang bodoh. (Orang yang berilmu) juga mempunyai kewajiban berupa bersabar atas (dakwahnya) yang tidak diwajibkan atas selainnya.

- Seorang hakim/penguasa mempunyai kewajiban berupa: peribadahan untuk menegakkan kebenaran, melaksanakannya dan mengharuskannya agar dilaksanakan oleh orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya, dan kewajiban bersabar atas hal itu serta berjihad dalam pelaksanaannya; yang kewajiban semacam ini tidak diharuskan atas seorang mufti sekali pun.

- Orang yang kaya mempunyai kewajiban: untuk menunaikan hak-hak yang ada dalam hartanya; yang hal ini tidak diwajibkan atas orang miskin.

- Orang yang mampu untuk melaksanakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar dengan tangan dan lisannya mempunyai kewajiban untuk melaksanakannya; yang hal ini tidak diwajibkan atas orang yang tidak mampu…

Dan Iblis telah menipu banyak orang dengan membaguskan bagi mereka untuk melaksanakan (ibadah berupa) dzikir, membaca (Al-Qur’an), Shalat dan Puasa (sunnah), zuhud terhadap dunia, dan menyendiri (dari manusia); dan mereka meninggalkan ibadah-ibadah di atas dan tidak pernah terbetik hati mereka untuk melaksanakannya. Inilah orang-orang yang rendah agamanya di sisi pewaris para nabi (para ulama).

Karena (inti) agama ini adalah: dengan melaksanakan -(dengan ikhlas) karena Allah- apa yang Dia perintahkan.

Maka orang yang meninggalkan hak-hak Allah yang wajib dilaksanakannya adalah lebih buruk keadaannya di sisi Allah dari pada orang yang menerjang kemaksiatan; karena meninggalkan perintah lebih besar (bahanya) dari pada melakukan kemaksiatan dengan dilihat dari tiga puluh segi lebih…”

[I’laamul Muwaqqi’iin (hlm. 361- cet. Daar Thayyibah)]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar