Minggu, 26 Februari 2017

62- TUGAS ORANG-ORANG YANG BERILMU



TUGAS ORANG-ORANG YANG BERILMU

[1]- Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ أَلْجَمَهُ اللَّهُ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barangsiapa yang ditanya tentang suatu ilmu, kemudian dia menyembunyikannya; maka Allah akan mengekangnya dengan tali kekang dari api pada Hari Kiamat.”

[SHAHIH: HR. Abu Dawud (no. 3658), At-Tirmidzi (no. 2649), Ibnu Majah (no. 261), dan lain-lain, dari Abu Hurairah -radhiyallaahu ‘anhu-. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahiihul Jaami’ Ash-Shaghiir (no. 6284)]

[2]- Imam Ibnu ‘Abdil Barr (wafat th. 463 H) -rahimahullaah- berkata:

“Kalaulah para ulama melalaikan untuk mengumpulkan kabar-kabar (dari Allah dan Rasul-Nya) dan membedakan (antara yang shahih dan yang tidak-pent) di antara hadits-hadits, serta (meninggalkan untuk) menggabungkan hal-hal yang sejenis dalam satu bab dan ilmu yang serupa kepada yang sejenisnya; maka Hikmah akan menjadi batal dan ilmu akan lenyap dan hilang. Itu pun sudah banyak ilmu yang hilang, disebabkan tidak adanya perhatian dan sedikitnya penjagaan, sibuk terhadap dunia serta rakus terhadapnya.

Akan tetapi, sungguh, Allah -‘Azza Wa Jalla- akan menyisakan -untuk ilmu ini-: suatu kaum -walaupun mereka sedikit- yang akan menjaga prinsip-prinsip ilmu untuk umat ini serta membedakan cabang-cabangnya, sebagai karunia dan nikmat dari Allah.

Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama generasi pendahulu masih ada sehingga generasi yang selanjutnya bisa mengambil ilmu darinya. Karena, sungguh, hilangnya ilmu adalah dengan hilangnya para ulama.”

[Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi Wa Fadh-lihi (I/67)]

[3]- Dalam pembahasan di atas, selain terdapat motivasi bagi orang-orang yang berilmu untuk menyebarkan ilmunya; juga terdapat isyarat tentang tata cara penyebaran ilmu -terutama dalam bentuk tulisan-; yaitu:

- Dengan mengumpulkan dalil-dalil -baik dari Al-Qur’an maupun hadits Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-, dan untuk hadits; maka harus bisa membedakan antara yang shahih dan yang tidak.

- Mengumpulkan pembahasan dan perkataan para ulama yang berbeda-beda tempat dan masa, akan tetapi mempunyai kesamaan makna dan ada keterkaitannya.

- Memprioritaskan prinsip-prinsip ilmu dan ta’shiilaat (pondasi-pondasi)nya, serta bisa menerapkan cabang-cabang yang dapat diambil dari pondasi-pondasi tersebut -khususnya cabang-cabang pembahasan yang ada kaitannya dengan realita yang ada-.

Wallaahu A’lam Bish Shawaab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar