Minggu, 26 Februari 2017

85- KHILAF (PERSELISIHAN) TENTANG JATUH CINTA: APAKAH HAL TERPAKSA; DILUAR KUASA ATAUKAH MENGIKUTI HAWA; SEHINGGA SEORANG MAMPU UNTUK MENGHINDARINYA?



KHILAF (PERSELISIHAN) TENTANG JATUH CINTA: APAKAH HAL TERPAKSA; DILUAR KUASA ATAUKAH MENGIKUTI HAWA; SEHINGGA SEORANG MAMPU UNTUK MENGHINDARINYA?

[1]- Sekelompok orang berpendapat bahwa jatuh cinta merupakan suatu hal yang diluar kuasa manusia. Kelompok ini berkata:

“Banyak para Salaf yang menafsirkan firman Allah -Ta’aalaa-:

...رَبَّنَا وَلا تُحَمِّلْنَا مَا لا طَاقَةَ لَنَا بِهِ...

“…Wahai Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya…” (QS. Al-Baqarah: 286)

(mereka menafsirkannya) dengan: “jatuh cinta”. Dan ini bukan pengkhususan (ayat ini dengan jatuh cinta), akan tetapi maksud mereka hanyalah mencontohkan: bahwa: “jatuh cinta” termasuk dalam hal yang di luar kesanggupan.

Dan maksud dari “(Engkau) pikulkan” adalah: mentakdirkan; bukan mensyari’atkan.”

[2]- Kelompok yang lain berkata:

“Bahkan (jatuh cinta) itu suatu pilihan yang mengikuti hawa nafsu dan keinginan jiwa, bahkan (jatuh cinta) itu merupakan: berkuasanya hawa nafsu. Padahal Allah memuji orang yang menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, Allah -Ta’aalaa- berfirman:

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى * فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى

“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabb-nya, dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya; maka sungguh: Surgalah tempat tinggal(nya).” (QS. An-Naazi’aat: 40-41)

Maka tidak mungkin kalau seorang insan menahan diri dari sesuatu yang di luar kuasanya.”

[3]- Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah -rahimahullaah- berkata:

“Keputusan yang benar di antara dua kelompok tersebut adalah: bahwa awal “jatuh cinta” dan sebab-sebabnya adalah: suatu pilihan yang masih masuk dalam kuasa seorang insan. Karena: memandang, memikirkan dan mencari kecintaan: ini semua adalah pilihan, kalau dia lakukan sebab-sebab (jatuh cinta) tersebut; (mungkin) akibatnya (berupa jatuh cinta) adalah: berada di luar kuasanya…

Dan ini seperti orang yang mabuk karena minum khamr. Karena meminum hal yang memabukkan adalah: pilihan (seseorang), adapun kemudian dia menjadi mabuk; maka (perbuatannya setelah dia mabuk) adalah: di luar kuasanya. Sehingga kalau sebab itu dilakukan seseorang dengan pilihannya; maka tidak ada udzur bagi  akibat yang dihasilkan -walaupun di luar kekuasaannya-, ketika sebabnya (minum khamr) adalah terlarang; maka tidak ada udzur bagi mabuknya dia.

Dan tidak diragukan lagi bahwa: terus menerus melihat dan senantiasa memikirkan itu: ibarat meminum hal yang memabukkan; sehingga seseorang dicela atas sebab ini.”

[Raudhatul Muhibbiin Wa Nuz-hatul Musytaqiin (I/225)]

[4]- Maka dari sini kita bisa mengambil kesimpulan tentang alasan yang diberikan oleh SEBAGIAN ustadz yang duduk “ngisi kajian” BERSAMA ARTIS, dengan alasan: terpaksa karena dorongan dari panitia -atau yang semisalnya-, atau ustadz yang berfoto bersama para wanita (tua/muda), mungkin alasannya: terpaksa karena permintaan dari mereka.

Kalaulah kita terima “keterpaksaan” mereka; apakah kita juga menerima sebab-sebabnya; berupa: sering mengikuti “selera” para panitia kajian dalam urusan Dakwah (padahal mengatur Dakwah adalah hak dari ahli ilmu), atau sering bergaul -secara berlebihan- dengan para artis (sampai berkunjung ke rumah mereka dan di ekspose?!), atau terlampau dekat dengan para ummahaat dan sering bersama mereka -di kajian atau pun di luarnya-.

Pertanyaannya: Apakah sebab-sebab semacam ini bisa bisa ditolerir?

...فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الأبْصَارِ

“…Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan!” (QS. Al-Hasyr: 2)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar