D. AGAR PEMAHAMAN TIDAK TERBALIK …(Fiq-hul
Waaqi’ 4)
[1]- Allah Ta’aalaa
berfirman:
وَكَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ وَلِتَسْتَبِينَ سَبِيلُ
الْمُجْرِمِينَ
“Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al Qur’an; (agar terlihat
jelas jalan orang-orang yang shalih) dan agar terlihat jelas (pula) jalan
orang-orang yang berdosa.” (QS. Al-An’aam: 55)
[2]- “Karena
sungguh, jika jalan orang-orang yang berdosa itu diterangkan dan
dijelaskan; maka akan bisa ditinggalkan dan dijauhi. Berbeda halnya jika jalan
tersebut samar dan tidak jelas; maka tidak akan terwujud tujuan mulia ini.”
[Taisiirul Kariimir Rahmaan (hlm. 258- cet. Muassasah
ar-Risaalah)]
[3]- ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu
‘anhu berkata:
كَيْفَ
أَنْتُمْ إِذَا لَبِسَتْكُمْ فِتْنَةٌ؛ يَهْرَمُ فِيْهَا الْكَبِيْرُ، وَيَرْبُوْ
فِيْهَا الصَّغِيْرُ، وَيَتَّخِذُهَا النَّاسُ سُنَّةً، فَإِذَا غُيِّرَتْ؛ قَالُوْا:
غُيِّرَتِ السُّنَّةُ. قَالُوْا: وَمَتَى ذٰلِكَ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ؟ قَالَ:
إِذَا كَثُرَتْ قُرَّاؤُكُمْ وَقَلَّتْ فُقَهَاؤُكُمْ، وَكَثُرَتْ أُمَرَاؤُكُمْ وَقَلَّتْ
أُمَنَاؤُكُمْ، وَالْتُمِسَتِ الدُّنْيَا بِعَمَلِ الآخِرَةِ.
“Bagaimana (keadaan) kalian jika (nanti)
fitnah (ujian) meliputi kalian; dimana orang tua (melewati masanya sampai)
menjadi pikun di dalam (fitnah) tersebut, dan anak kecil tumbuh dalam (keadaan
mengenal fitnah) tersebut. Dan (fitnah) itu pun dijadikan/dianggap sebagai
Sunnah, kalau diubah; maka mereka (manusia) akan mengatakan: “Sunnah telah
diubah.” Mereka (para sahabat Ibnu Mas’ud) bertanya: Kapan hal itu terjadi
wahai Abu ‘Abdirrahman? Beliau (Ibnu Mas’ud) menjawab: “Jika qari’ (pembaca
Al-Qur’an) kalian sudah banyak akan tetapi sedikit fuqaha’ (orang berilmu)
kalian, banyak umara’ (para pemimpin) kalian akan tetapi sedikit orang yang
amanah di antara kalian, dan dunia dicari dengan menggunakan amalan (yang
seharusnya ditujukan untuk) akhirat.”
[Shahih: Diriwayatkan oleh Ad-Darimi (no. 191- cet. Daarul
Ma’rifah) dan Al-Hakim (no. 191- cet. Daarul Fikr), dengan sanad
yang sesuai syarat Al-Bukhari dan Muslim. Hadits ini juga memiliki jalan lain
menuju Ibnu Mas’ud]
Imam Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullaah
berkata:
“(Atsar ini) telah shahih dari Ibnu
Mas’ud secara mauquuf (dari perkataannya) akan tetapi hukumnya marfuu’
(dari sabda) Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam…
Dan hadits ini termasuk tanda kenabian
beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan kebenaran risalah (kerasulan)
beliau. Karena tiap kalimatnya telah terbukti pada zaman sekarang. Diantaranya
adalah: Banyaknya Bid’ah, dan manusia terfitnah dengan-nya (terjatuh ke
dalamnya) sampai (Bid’ah itu) dijadikan sebagai Sunnah dan dijadikan sebagai
agama yang diikuti; yang kalau Ahlus Sunnah yang hakiki berpaling darinya
menuju Sunnah yang telah tetap (shahih) dari beliau (Nabi) shallallaahu
‘alaihi wa sallam; maka akan dikatakan: Sunnah telah ditinggal-kan!”
[Qiyaam Ramadhaan (hlm. 4-5)]
[4]- Maka, jelaslah bahwa kewajiban
seseorang adalah untuk mengetahui kebenaran. Akan tetapi dia juga perlu
mengetahui -atau kalau perlu: meneliti- kebatilan; bukan dengan tujuan untuk
diamalkan; akan tetapi untuk dijauhkan, dan agar tidak terbalik pemahaman:
- banyak orang mengira bahwa mengagungkan
dan menyembah kubur orang shalih merupakan bagian dari agama Islam; padahal
justru itu adalah agama orang-orang musyrik yang Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam perangi…karena ketidak tahuan mereka terhadap agama Islam-yang
berlandaskan Tauhid-, dan juga ketidak tahuan mereka terhadap kesyirikan -yang
dilakukan oleh kaum musyrikin padan zaman Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam-,
- merata di mana-mana pembangunan kubur
untuk dijadikan tempat ibadah; padahal itu adalah kebiasaan orang-orang Yahudi
dan Nasrani yang Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menegurnya dengan
keras…hal itu terjadi dikarenakan ketidak tahuan terhadap kabar dari Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam bahwa ini adalah perbuatan menyimpang yang dilakukan oleh
orang-orang Yahudi dan Nasrani,
- Bid’ah (perbuatan baru dalam agama)
dianggap sepele oleh banyak orang, padahal Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam terus mengulang-ulang peringatan tentang bahaya Bid’ah…dikarenakan
mereka tidak mengetahui apa itu Bid’ah; yang para Salaf sangat gencar untuk
memperingatkan darinya -bahkan dengan peringatan yang keras-,
- dan lain sebagainya.
Maka, terbaliklah pemahaman, disebabkan
kemalas-an untuk mempelajari kebenaran -apalagi untuk meneliti kebatilan-.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar