Senin, 27 Februari 2017

C. AGAR TIDAK DIBINGUNGKAN DENGAN JALAN-JALAN KESESATAN…(Fiq-hul Waaqi’ 3)



C. AGAR TIDAK DIBINGUNGKAN DENGAN JALAN-JALAN KESESATAN…(Fiq-hul Waaqi’ 3)

[1]- Allah Ta’aalaa berfirman:

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ...

Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya… (QS. Al-An’aam: 153)

[2]- Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullaah berkata:

“Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa memerintahkan kita untuk mengikuti jalan-Nya yang lurus dan melarang kita dari mengikuti jalan-jalan (yang lain)…Dan jalan Allah yang lurus adalah: yang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabat beliau berada di atasnya, berdasarkan firman Allah ‘Azza Wa Jalla:

يس * وَالْقُرْآنِ الْحَكِيمِ * إِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ * عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

“Yaa Siin. Demi Al-Qur’an yang penuh hikmah, sungguh, engkau (Muhammad) salah seorang dari rasul-rasul, (yang berada) di atas jalan yang lurus.” (QS. Yaasiin: 1-4)

Dan juga firman-Nya:

... إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ

“…Sungguh, engkau (Muhammad) di jalan yang lurus.” (QS. Al-Hajj: 67)

Dan firman-Nya:

... وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

“…Dan sungguh, engkau benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Asy-Syuuraa: 52)

Maka, barangsiapa mengikuti Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam perkataan dan perbuatannya; berarti dia berada di atas jalan Allah yang lurus, dan dia termasuk orang yang Allah cintai dan Allah ampuni dosa-dosanya. Adapun orang yang menyelisihi beliau (Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam) dalam perkataan atau perbuatan beliau; maka dia adalah Ahlul Bid’ah, mengikuti jalan Syaithan.”

[Ighaatsatul Lahfaan (hlm. 212- Mawaaridul Amaan)]

[3]- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah berkata:

“Dan Allah Subhaanahu telah memerintahkan kita untuk mengucapkan dalam Shalat:

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ * صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ

“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah: 6-7)

Dan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Mereka yang dimurkai adalah: orang-orang Yahudi, adapun mereka yang sesat adalah: orang-orang Nasrani.”

[Lihat: Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 3263)]


Hal itu dikarenakan:

- orang-orang Yahudi telah mengetahui kebenaran; akan tetapi tidak mengikutinya,

- dan orang-orang Nasrani: beribadah kepada Allah tanpa didasari dengan ilmu.

Oleh karena itulah dikatakan (oleh sebagian Salaf): “Berlindunglah kepada Allah dari fitnah (ujian) yang disebabkan oleh orang berilmu yang fajir (pendosa) dan ahli ibadah yang bodoh; karena sungguh, keduanya merupakan fitnah (ujian) bagi setiap orang yang (gampang) terkena fitnah.”

[Majmuu’ Fataawaa (III/127)]

[4]- Kesimpulannya:

Orang yang tidak mengikuti Ash-Shiraathul Mustaqiim (Jalan Yang Lurus) -yaitu jalan yang ditempuh oleh Rasul shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabat beliau-; maka dia akan terjerumus pada salah satu dari sekian banyak jalan yang sesat. Dan bisa jadi dia terjatuh kedalam fitnah (ujian) orang berilmu tapi pendosa -dengan menipu manusia dan lain sebagainya-, atau orang shalih ahli ibadah akan tetapi sesat dikarenakan tidak memiliki keilmuan.

Sehingga, kalaulah kaum muslimin dikembalikan kepada Ash-Shiraathul Mustaqiim; tentunya gejala-gejala kesesatan bisa dideteksi sejak awal, bukan setelah banyak korban kemudian baru terbongkar. Kalaulah sejak awal ditetapkan bahwa ke-Islam-an yang benar adalah dengan mengikuti Nabi shalallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabat beliau; tentunya kaum muslimin akan sangat waspada jika muncul padepokan atau perguruan atau hal-hal lain yang tidak sejalan dengan apa yang Nabi shalallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabat ajarkan.

Dan sejak dahulu sudah dikatakan: “Lau Kaana Khairan; Lasabaquunaa Ilaihi (kalaulah hal (baru dalam agama) itu baik; tentunya mereka (para Shahabat) telah mendahului kita untuk (mengamalkan)nya).”

Allah Ta’aalaa berfirman:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا...

Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu… (QS. Al-Baqarah: 143)

“Merekalah (para Shahabat) yang paling berhak masuk dalam pembicaraan (ayat) tersebut dibanding (kaum muslimin) yang lainnya. Sebab, sifat-sifat yang disifatkan (dalam ayat tersebut) tidak ada yang menyandangnya dengan sempurna kecuali mereka.”

[Al-Muwaafaqaat (IV/448), karya Imam Asy-Syathibi rahimahullaah]

Wallaahu A’lam Wa Huwal Musta’aan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar