C. AGAR TIDAK DIBINGUNGKAN DENGAN JALAN-JALAN KESESATAN…(Fiq-hul Waaqi’ 3)
[1]- Allah Ta’aalaa
berfirman:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا
السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ...
“Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan
kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari
jalan-Nya…” (QS. Al-An’aam: 153)
[2]- Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullaah berkata:
“Allah Subhaanahu
Wa Ta’aalaa memerintahkan kita untuk mengikuti jalan-Nya yang lurus dan
melarang kita dari mengikuti jalan-jalan (yang lain)…Dan jalan Allah yang lurus
adalah: yang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan
para Shahabat beliau berada di atasnya, berdasarkan firman Allah ‘Azza
Wa Jalla:
يس * وَالْقُرْآنِ الْحَكِيمِ * إِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ * عَلَى
صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Yaa Siin. Demi Al-Qur’an yang penuh hikmah, sungguh,
engkau (Muhammad) salah seorang dari rasul-rasul, (yang berada) di atas jalan
yang lurus.” (QS. Yaasiin: 1-4)
Dan juga
firman-Nya:
... إِنَّكَ
لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ
“…Sungguh, engkau (Muhammad) di jalan yang lurus.” (QS. Al-Hajj: 67)
Dan firman-Nya:
... وَإِنَّكَ
لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“…Dan sungguh, engkau benar-benar memberi petunjuk kepada jalan
yang lurus.” (QS. Asy-Syuuraa: 52)
Maka, barangsiapa mengikuti Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam dalam perkataan dan perbuatannya; berarti dia berada di
atas jalan Allah yang lurus, dan dia termasuk orang yang Allah cintai dan Allah
ampuni dosa-dosanya. Adapun orang yang menyelisihi beliau (Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam) dalam perkataan atau perbuatan beliau; maka dia adalah
Ahlul Bid’ah, mengikuti jalan Syaithan.”
[Ighaatsatul Lahfaan (hlm. 212- Mawaaridul Amaan)]
[3]- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah
berkata:
“Dan Allah Subhaanahu telah memerintahkan kita
untuk mengucapkan dalam Shalat:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ * صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ
عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan
orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka
yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah: 6-7)
Dan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
“Mereka yang dimurkai adalah: orang-orang Yahudi,
adapun mereka yang sesat adalah: orang-orang Nasrani.”
[Lihat: Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no.
3263)]
Hal itu dikarenakan:
- orang-orang Yahudi telah mengetahui kebenaran; akan
tetapi tidak mengikutinya,
- dan orang-orang Nasrani: beribadah kepada Allah tanpa
didasari dengan ilmu.
Oleh karena itulah dikatakan (oleh sebagian Salaf):
“Berlindunglah kepada Allah dari fitnah (ujian) yang disebabkan oleh orang
berilmu yang fajir (pendosa) dan ahli ibadah yang bodoh; karena sungguh,
keduanya merupakan fitnah (ujian) bagi setiap orang yang (gampang) terkena
fitnah.”
[Majmuu’ Fataawaa (III/127)]
[4]- Kesimpulannya:
Orang yang tidak mengikuti Ash-Shiraathul Mustaqiim
(Jalan Yang Lurus) -yaitu jalan yang ditempuh oleh Rasul shallallaahu
‘alaihi wa sallam dan para Shahabat beliau-; maka dia akan terjerumus pada
salah satu dari sekian banyak jalan yang sesat. Dan bisa jadi dia terjatuh
kedalam fitnah (ujian) orang berilmu tapi pendosa -dengan menipu manusia dan
lain sebagainya-, atau orang shalih ahli ibadah akan tetapi sesat dikarenakan
tidak memiliki keilmuan.
Sehingga,
kalaulah kaum muslimin dikembalikan kepada Ash-Shiraathul Mustaqiim;
tentunya gejala-gejala kesesatan bisa dideteksi sejak awal, bukan setelah
banyak korban kemudian baru terbongkar. Kalaulah sejak awal ditetapkan bahwa
ke-Islam-an yang benar adalah dengan mengikuti Nabi shalallallaahu ‘alaihi
wa sallam dan para Shahabat beliau; tentunya kaum muslimin akan sangat
waspada jika muncul padepokan atau perguruan atau hal-hal lain yang tidak
sejalan dengan apa yang Nabi shalallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para
Shahabat ajarkan.
Dan sejak
dahulu sudah dikatakan: “Lau Kaana Khairan; Lasabaquunaa Ilaihi
(kalaulah hal (baru dalam agama) itu baik; tentunya mereka (para Shahabat)
telah mendahului kita untuk (mengamalkan)nya).”
Allah Ta’aalaa
berfirman:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ
عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا...
“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat
pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu…” (QS. Al-Baqarah: 143)
“Merekalah
(para Shahabat) yang paling berhak masuk dalam pembicaraan (ayat) tersebut
dibanding (kaum muslimin) yang lainnya. Sebab, sifat-sifat yang disifatkan
(dalam ayat tersebut) tidak ada yang menyandangnya dengan sempurna kecuali
mereka.”
[Al-Muwaafaqaat
(IV/448), karya Imam Asy-Syathibi rahimahullaah]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar