B. JANGAN TERBURU-BURU DALAM MENYEBARKAN BERITA! (Fiq-hul Waaqi’ 2)
[1]- Allah Ta’aalaa
berfirman:
وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الأمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا
بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الأمْرِ مِنْهُمْ
لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلا فَضْلُ اللَّهِ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلا قَلِيلا
“Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan
ataupun ketakutan; mereka (lang-sung) menyiarkannya. (Padahal) apabila mereka
menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka; tentulah
orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari
mereka (Rasul dan Ulil Amri). Sekiranya bukan karena karunia dan rahmat Allah
kepadamu; tentulah kamu mengikuti Syaithan, kecuali sebagian kecil saja (di
antara kamu).” (QS. An-Nisaa’: 83)
[2]- Ayat ini
menerangkan secara jelas:
Ta’shiil (pondasi/kaidah dasar) dalam masalah ini.
Syaikh
‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullaah berkata:
“Ayat ini
berisi pelajaran dari Allah untuk hamba-hamba-Nya agar tidak melakukan
perbuatan yang tidak layak (seperti yang disebutkan dalam ayat). Seharusnya
ketika datang kepada mereka berita tentang kemaslahat-an umum; yang berkaitan
dengan kegembiraan kaum muslimin atau
ketakutan yang di dalamnya terdapat musibah atas mereka; maka seharusnya
mereka mengecek terlebih dahulu dan tidak terburu-buru dalam menyebarkannya.
Hendaknya mereka mengkonfimasi-kannya kepada Rasul dan Ulil Amri dikalangan
mereka; yaitu: orang-orang yang punya pandangan luas, ahli ilmu, orang-orang
jujur, dan berakal, serta memiliki pikiran yang matang. Merekalah yang
mengetahui duduk persoalannya dan mengetahui maslahat dan tidaknya.
- Jika menurut
mereka penyiaran berita itu memotivasi dan menggembirakan kaum mukminin serta
agar mereka berjaga-jaga dari bahaya musuh; barulah boleh disebarkan.
- Jika menurut
mereka tidak ada maslahatnya, atau ada maslahatnya akan tetapi mudharat-nya
lebih besar dari maslahatnya; berarti berita itu tidak boleh disiarkan. Oleh
sebab itu Allah mengatakan:
... لَعَلِمَهُ
الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ...
“…tentulah orang-orang yang ingin mengetahui
kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri)…”
Yakni: Mereka
dapat mengambil sikap dan kebijaksanaan dengan pemikiran dan pandangan mereka
yang tepat, serta dengan ilmu mereka yang lurus.
Ayat ini berisi
dalil untuk sebuah kaidah dalam masalah adab, yaitu: dalam membahas setiap
persoalan: hendaklah diserahkan kepada ahlinya dan jangan mendahuluinya. Itulah
tindakan yang paling tepat dan paling selamat dari kesalahan-kesalahan.
Di dalam ayat
ini juga terdapat: larangan dari terburu-buru menyebarkan informasi yang
didengar (atau dibaca), sekaligus perintah untuk meneliti terlebih dahulu
sebelum berkomentar, dan melihat: apakah ada maslahatnya untuk disebarkan
kepada masyarakat ataukah tidak. Bila tidak; maka tidak disebarkan.”
[Taisiirul
Kariimir Rahmaan (hlm. 190- cet. Muassasah ar-Risaalah)]
[3]- Bandingkan
Dengan Keadaan Orang-Orang Pergerakkan (Harakiyyin dan Hizbiyyin)
Syaikh ‘Abdul
Malik bin Ahmad Ar-Ramadhani hafizhahullaah berkata:
“Dewasa ini
dapat kita saksikan sandaran terbesar orang-orang politik adalah: mengikuti
perkembangan berita. Anda saksikan mereka menghabiskan umur mereka demi
mempelajari metode penyebaran berita dengan lebih cermat, tujuannya agar bisa
menebarkan rasa takut di kalangan kaum muslimin…sekiranya anda mengatakan
kepada mereka: “Biarkanlah orang-orang awam, jangan sibukkan mereka dengan
perkara-perkara politik! Janganlah membantu musuh dengan menyebarkan berita
tentang (kehebatan) mereka; karena itu semua akan melemahkan kaum muslimin!
Cukuplah bagi kalian firman Allah berikut ini (sebagai pelajaran):
... وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا
إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ
“…Jika kamu bersabar dan bertakwa; niscaya tipu daya
mereka tidak akan menyusahkannmu sedikit pun. Sungguh, Allah meliputi segala
apa yang mereka kerjakan.” (QS. Ali ‘Imran: 120)
Maka, dengan berani -dan tanpa menghiraukan ayat di
atas- mereka berkata: “Patutkah kita berpangku tangan menghadapi musuh yang
telah menyiapkan makar?”
Mereka tidak mentadabburi bahwa Allah Yang Maha
Mengetahui makar musuh-musuh-Nya: telah memerintahkan kita supaya bersabar (dan
bertakwa)…
Lagipula: menahan diri pada masa-masa tertentu termasuk
salah satu perintah Allah, dimana Allah berfirman:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ
وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ
إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ
خَشْيَةً...
“Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang
dikatakan kepada mereka: “Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah Shalat
dan tunaikanlah Zakat!” Maka ketika mereka diwajibkan berperang; tiba-tiba
sebagian mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti
takutnya kepada Allah, bahkan lebih takut (dari itu)…” (QS. An-Nisaa’: 77)
Maka ini merupakan ketentuan Syari’at yang tetap
(dilaksanakan) ketika datang masanya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah
berkata:
“Apabila kaum muslimin di suatu negeri dalam kondisi
lemah atau pada masa lemah; maka hendaklah mereka mengamalkan ayat-ayat yang
berisi perintah untuk bersabar, berlapang dada, dan memberikan ma’af kepada
Ahlul Kitab dan kaum musyrikin yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Dan
orang-orang yang memiliki kekuatan; maka hendaklah mereka mengamalkan ayat-ayat
yang berisi perintah untuk memerangi gembong-gembong kekafiran yang meng-hujat
agama, dan (hendaklah) mengamalkan ayat yang berisi perintah memerangi Ahlul
Kitab hingga mereka membayar jizyah (pajak) dengan patuh sedang mereka dalam
keadaan tunduk.” [Ash-Shaarimul Masluul (hlm. 221)]”
[Madaarikun Nazhar Fis Siyaasah (hlm. 171-172
-cet. I)]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar