BERIKANLAH UDZUR…..
Imam Ibnu Qayyim
Al-Jauziyyah -rahimahullaah- berkata:
“Termasuk Kaidah
Syari’at dan (suatu hal yang juga sesuai dengan) Hikmah adalah: Bahwa siapa
saja yang banyak dan besar kebaikannya, dan punya pengaruh yang jelas dalam
Islam; maka dia diberikan udzur dalam sesuatu yang mungkin orang lain tidak
diberikan udzur, dan dimaafkan baginya yang mungkin tidak dimaafkan bagi orang
lain. Karena kemaksiatan adalah ibarat kotoran/najis, sedangkan (kebaikan
ibarat) air (yang) kalau sudah sampai dua qullah; maka tidak akan ternajisi,
berbeda dengan air yang sedikit; maka bisa ternajisi dengan sedikit kotoran
yang masuk ke dalamnya.
(1) Di antaranya adalah
sabda Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- kepada ‘Umar (yang hendak membunuh
Hathib bin Abi Balta’ah karena dianggap pengkhianat-pent): “Tahukah kamu, boleh
jadi Allah telah menyaksikan Ahli Badar kemudian berfirman: Beramallah
sesukamu; karena sungguh Aku telah mengampuni kalian.”
Inilah yang mencegah
beliau -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- untuk membunuh orang yang telah
memata-matai beliau dan kaum muslimin serta melakukan dosa besar tersebut. Maka
beliau -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- mengabarkan bahwa dia (Hathib bin Abi
Balta’ah) telah mengikuti perang Badar, maka hal ini menunjukkan bahwa: yang
menuntutnya untuk dihukum sudah ada; akan tetapi ada hal yang menghalangi untuk
terlaksananya berupa: keutamaannya karena menghadari perang yang agung ini.
Maka ketergelinciran yang besar tersebut termaafkan jika dibandingkan dengan
kebaikan-kebaikannya…
(2) Contoh lainnya
adalah Nabi Musa, nabi yang diajak bicara oleh Allah -‘Azza Wa Jalla-; beliau
melemparkan Alwaah yang berisi firman Allah yang Dia tuliskan untuknya, (Musa)
melemparnya sampai pecah. (Musa) juga pernah menampar mata malaikat maut sampai
copot…Dan juga pernah mengambil jenggot Harun dan menariknya; padahal dia
(Harun) adalah seorang nabi Allah.
Semua ini tidak
mengurangi kedudukan Nabi Musa di sisi Allah sama sekali, dan Allah -Ta’aalaa-
(tetap) memuliakannya dan mencintainya. Dikarenakan tugas (berat) yang diemban
Musa, musuh yang dihadapinya, kesabaran (ekstra) yang dipikulnya dan gangguan
yang dia tanggung karena Allah; maka perkara-perkara yang disebutkan
(sebelumnya) tadi: tidak mempengaruhi, tidak merubah dan tidak menurunkan
kedudukan beliau.
Dan ini adalah perkara
yang sudah maklum di mata manusia, telah menetap di fitroh mereka: Bahwa orang
yang mempunyai ribuan kebaikan; maka dia dimaafkan dengan sebab satu atau dua
kesalahan dan yang semisalnya…”
[Miftaah Daaris
Sa’aadah (I/526-527-tahqiq Syaikh ‘Ali bin Hasan Al-Halabi)]
- Syaikh ‘Ali bin Hasan
Al-Halabi -hafizhahullaah- memberikan catatan:
“Dan di sini harus ada
pengikat (bagi kaidah ini- pent)…yaitu: Bahwa kebaikan (yang dominan) bisa
mengalahkan kejelekan hanya (bisa dipraktekkan) setelah tegaknya kaidah manhaj
yang benar dalam menerima Syari’at; yaitu: dengan berlandaskan Al-Kitab dan
As-Sunnah menurut pemahaman Salaf…”
(3) Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah Dikenal Lebih Keras Dan Tegas Dibandingkan Muridnya (Imam Ibnul
Qayyim).
“Kekuatan dalam
berdebat dan menegakkan hujjah didapatkan Ibnul Qayyim dari gurunya (Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah), hanya saja beliau (Ibnul Qayyim) lebih tenang dan sabar
dalam debat dan diskusinya; berbeda dengan apa yang dikenal berupa sifat keras
dan agresif (dalam menyerang lawan) yang ada pada gurunya (Ibnu Taimiyyah).
Dan boleh jadi
(sifat-sifat) tersebut muncul karena Ibnu Taimiyyah adalah pemimpin gerakan
perbaikan ini dan pembawa panjinya; sehingga perselisihan antara dia dan
musuh-musuhnya mendesak masing-masing kubu untuk mengeluarkan segenap usaha
yang dimiliki untuk menjatuhkan lawannya…”
[Ijtihaad Wat Tajdiid
Fit Tasyrii’ Al-Islaami (hlm. 292), sebagaimana dinukil oleh Syaikh Masyhur bin
Hasan Alu Salman -hafizhahullaah- dalam Muqaddimah-nya terhadap I’laamul
Muwaqi’iin (hlm. 161)]
(4) Semoga ini bisa
menjadi pelajaran bagi kita untuk senantiasa memberikan udzur dan maaf terhadap
sikap tegas Ustad-Ustadz Besar kita; yang perjuangan mereka dalam mengemban dan
mengembangkan Dakwah Salaf di negeri ini -setelah pertolongan dari Allah-:
tidak bisa diingkari oleh kawan maupun lawan.
Berikanlah udzur kepada
Ustad-Ustadz Besar tersebut…
Bukannya menjatuhkan,
mencela atau menyindir dengan mengatakan:
“Ambil ilmunya, jangan
akhlaknya.” (!)
Atau mengatakan:
“Banyak yang tidak suka
terhadap sikapnya.” (!!)
Atau:
“Tidak cocok untuk
orang awam.” (????!!!!!)
Allaahul Musta’aan.
{...فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ
جُفَاءً وَأَمَّا مَا يَنْفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الأَرْضِ كَذَلِكَ
يَضْرِبُ اللهُ الأَمْثَالَ}
“…Adapun buih, maka
akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada gunanya, tetapi yang bermanfaat bagi
manusia; (itulah yang) akan tetap ada di bumi. Demikianlah Allah membuat
perumpamaan.” (QS. Ar-Ra’d: 17)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar