Senin, 27 Februari 2017

95- GENERASI SETELAH KITA (Bagian Ketiga)



GENERASI SETELAH KITA (Bagian Ketiga)

[12]- Para Penjaga Agama Terbagi Dua: Ahli Hadits Dan Ahli Fiqih

Tatkala kita ingin mencetak generasi selanjutnya yang akan melanjutkan penjagaan terhadap agama -dan semoga mereka menjadi para ulama-; maka harus kita ketahui bahwa para ulama terbagi menjadi dua; sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah -rahimahullaah-:

“Maka para ulama dari umat Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- terbatas pada dua kelompok:

Pertama: Para penghafal dan ahli Hadits…

Kedua: Para Fuqaha’ (ahli Fiqih) dalam Islam; yang fatwa-fatwa berporos pada perkataan-perkataan mereka…”

[I’laamul Muwaqqi’iin (hlm. 18- Daar Thayyibah)]

[13]- Ahli Hadits Mengandalkan Kekuatan Hafalan Dan Ahli Fiqih Mengandalkan Kekuatan Pemahaman

Dan kedua ilmu tersebut -Hadits dan Fiqih- jarang sekali terkumpul pada diri seseorang.

Ibnul Qasim berkata: Saya mendengar Imam Malik berkata:

“Jarang sekali terkumpul pada seseorang: Fatwa dan Hafalan.”

(Hafalan) maksud beliau adalah: periwayatan Hadits.”

[Al-Bayaan Wat Tahshiil (XVIII/502), karya Ibnu Rusyd]

[14]- Kecerdasan Adalah Karunia, Adapun Hafalan; Maka Bisa Diusahakan

Setelah kita mengetahui penjelasan di atas; maka kita mempunyai gambaran -yang jelas- ketika kita akan menghadapi anak-anak didik -yang banyak jumlahnya, dan beraneka ragam macamnya-. Walaupun terdapat berbagai perbedaan sifat, watak, karakter dan kemampuan; akan tetapi -secara garis besar- mereka memiliki 2 (dua) kemampuan yang bisa diandalkan:

Pertama: Kemampuan Hafalan

Kedua: Kemampuan Pemahaman

Hafalan adalah bisa diusahakan; sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Bukhari -yang dijuluki sebagai Jabalul Hifzh (gunung hafalan); dikarenakan kuatnya hafalan beliau-; maka ketika beliau ditanya tentang obat untuk menguatkan hafalan; beliau menjawab:

إِدَامَةُ النَّظَرِ فِي الْكُتُبِ

“Senantiasa melihat kepada kitab-kitab.”

[sebagaimana disebutkan dalam Kitab: Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi Wa Fadhlihi (no. 2414-cet. Daar Ibnil Jauzi), karya Imam Ibnu ‘Abdil Barr -rahimahullaah-]

Adapun pemahaman dan kecerdasan; maka itu dalah karunia dari Allah; sehingga kalau seorang anak tidak dikarunia kecerdasaan -atau dengan kata lain: dia bodoh dalam kecerdasannya-; maka hal ini akan sulit disembuhkan.

Imam Al-Khathib Al-Baghdahi -rahimahullaah- berkata:

“Kalau Allah -Ta’aalaa- memberikan rizqi berupa kecerdasan kepada seseorang; maka ini merupakan tanda kebahagiaannya dan cepatnya dia untuk mencapai tujuannya…(Adapun) kebodohan (kurangnya kecerdasan); maka merupakan penyakit yang sulit untuk sembuh.”

[Kitaab Al-Faqiih Wal Mutafaqqih (hlm. 584- cet. Daar Ibnil Jauzi)]

[15]- Harapan Bagi Anak Yang Tidak Memiliki Kecerdasan

Akan tetapi anak yang kurang cerdas bukan berarti tidak akan bermanfaat -sama sekali- untuk umat, dia bisa dikembangkan dari segi hafalan. Betapa banyak para ulama yang mereka telah hafal Al-Qur’an ketika masih anak-anak -baik para ulama zaman dahulu maupun zaman sekarang-. Bahkan -bukan tidak mungkin- anak-anak negeri kita untuk bisa mencapai hal ini; karena sudah ada contohnya.

Maka:

- Sebagaimana isyarat dari Imam Al-Bukhari: hafalan adalah bisa dikuatkan dengan terus pengulangan.

- Sehingga -bagi yang sekolah di Pondok Pesantren-: maka akan sangat memudahkan untuk mengulang-ulang hafalan dengan dibuatnya halaqah-halaqah Tahfizh.

- Adapun yang tidak berbentuk Pondok Pesantren: maka HARUS ada bantuan dan kerjasama dari orang tua murid, dengan dibuatnya buku penghubung dan pengawas (monitoring) hafalan; sehingga orang tua bisa membantu hafalan anak didik di rumah.

[16]- Permasalah Berat Yang Sulit Untuk Dipecahkan Adalah: Jika Orang Tua Tidak Mempunyai Perhatian Terhadap Pendidikan Yang Maksimal Untuk Anak

Adapun yang menjadi permasalahan berat adalah:

- ketika orang tua murid tidak mempunyai kesadaran terhadap pendidikan yang maksimal bagi anak,

- ketika orang tua hanya menjadikan sekolah menjadi TEMPAT PENITIPAN ANAK; sehingga pertama kali yang dia cari adalah: SEKOLAH FULL DAY; sekolah dari pagi sampai sore; yang bisa dijadikan tempat untuk menitipkan anak ketika kedua orang tuanya berangkat kerja, dan mengambilnya kembali -di sore hari- ketika keduanya pulang dari tempat kerja.

Maka, akan berat sekali untuk mencetak Ahli Ilmu (Hadits maupun Fiqih) dari generasi yang memilki orang tua semacam ini.

Sehingga: TERPAKSA KITA MENCARI YANG LAINNYA.

...وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ

“… Dan jika kamu berpaling (dari jalan yang benar); nsicaya Dia akan menggantikan (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan (durhaka) seperti kamu.” (QS. Muhammad: 38)

Wa Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaah.

-ditulis oleh: Ahmad Hendrix-

Contoh Buku-Buku Yang Bisa Diajarkan Kepada Anak-Anak:

1. 'Aqidah Untuk Anak:


2. Hafalan Hadits Untuk Anak:


3. Siroh Ringkas Untuk Anak:


4. Bahasa Arab Untuk Anak:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar