KALIANLAH PENERUSNYA
…..
1- Allah -Ta’aalaa-
berfirman:
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ
مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى
أَعْقَابِكُمْ ...
“Dan
Muhammad hanyalah seorang Rasul; sebelumnya telah berlalu beberapa rasul.
Apakah jika dia wafat atau dibunuh; kamu berbalik ke belakang (murtad)?...”
(QS. Ali ‘Imran: 144)
2- Syaikh
‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di -rahimahullaah- berkata:
“Allah
menegur kaum mukminin … Lalu mengarahkan mereka agar segala sesuatu hendaknya
senantiasa berjalan sebagaimana mestinya; dengan tidak digoncangkan dengan
hilangnya seorang pemimpin -sebesar apa pun dia-.
Hal itu
tidak lain adalah: agar dalam urusan agama dan dunia; mereka mempersiapkan
beberapa personel; yang kalau hilang sebagian; maka akan digantikan oleh yang
lain, dan agar umat bersatu dalam niat, semangat, tujuan dan segala urusan.
Tujuan mereka -semuanya- adalah: Agar kalimat Allah itulah yang paling tinggi
dan agar segala urusan tetap tegak sesuai kemampuan mereka.”
[Al-Qawaa-‘idul
Hisaan (hlm. 94)]
2- Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin
-rahimahullaah- berkata:
“Seharusnya
manusia percaya diri dan tidak mengandalkan para pemimpinnya saja, hendaknya
masing-masing merasa bahwa dia lah diri pemimpin tersebut. Karena, jika mereka
menjadikan kepemimpinan pada satu orang -secara hakiki, lahiriyah dan
pengaturan-; maka jiwa mereka akan merasa rendah di hadapan pemimpin tersebut.
Dan Allah telah mengarahkan hal itu dalam firman-Nya:
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ
مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ
...
“Dan
Muhammad hanyalah seorang Rasul; sebelumnya telah berlalu beberapa rasul.
Apakah jika dia wafat atau dibunuh; kamu berbalik ke belakang (murtad)?...”
(QS. Ali ‘Imran: 144)
Apakah jika
Muhammad -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- wafat; kemudian Islam tidak akan
tersisa di antara kalian?! Ini tidak benar!
Demikianlah,
hendaknya kita tidak memfokuskan kepada satu pemimipin tertentu. Bahkan, kita
meyakini bahwa masing-masing kita berada pada posisi (pemimpin) itu, agar
ketika dia sudah tidak ada; maka kita tidak merasa kehilangan.”
[At-Ta’liiq
‘Alaa Al-Qowaa-‘idil Hisaan (hlm. 166)]
3- Semoga
pembahasan di atas bisa menghilangkan -atau minimal: mengurangi-
perkataan-perkataan yang muncul dari sebagian ‘orang yang lemah’; seperti:
- “Kalau Ustadz
Fulan dan Ustadz Fulan sudah meninggal; kita bagaimana?(!)”
Atau:
- “Kalau
Ustadz Fulan sudah tidak ada; pasti akan terjadi kekacauan dalam dakwah(!)”
Dan
lain-lain.
KALIANLAH PENERUSNYA
…..
وقَالَ
رَبِيعَةُ: لاَ يَنْبَغِي لأَحَدٍ عِنْدَهُ شَيْءٌ مِنَ العِلْمِ أَنْ يُضَيِّعَ
نَفْسَهُ
Rabi’ah
(wafat th. 136 H) berkata: “Tidak sepantasnya seorang yang memiliki sedikit
ilmu; untuk menyia-nyiakan dirinya.”
Al-Hafizh
Ibnu Hajar berkata: “Maksud Rabi’ah adalah: Bahwa seseorang yang mempunyai
pemahaman dan kesiapan untuk menerima ilmu; maka tidak sepantasnya untuk
menyia-nyiakan dirinya; hal ini akan membuat dia akhirnya meninggalkan
kesibukannya (dalam menuntut ilmu).”
[Fat-hul
Baari (I/234- cet. Daarus Salaam)]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar