JANGAN
MELAMPAUI BATAS KEILMUAN!
[1]- Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas -radhiyallaahu ‘anhumaa-, dia berkata:
Pada zaman Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- ada seseorang yang
terluka [di kepalanya], kemudian dia mimpi basah (junub), maka ada yang
memerintahkannya untuk mandi, dan dia pun mandi, lalu mati. Hal itu kemudian
sampai kepada Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-, maka beliau
berrsabda:
قَتَلُوهُ، قَتَلَهُمُ اللهُ! أَلَمْ يَكُنْ شِفَاءُ الْعِيِّ
السُّؤَالَ؟! [قَدْ جَعَلَ اللهُ الصَّعِيْدَ -أَوْ التَّيَمُّمَ- طَهُوْرًا]
“Mereka telah membunuhnya,
semoga Allah membunuh mereka! Bukankah obat kebodohan adalah bertanya?! [Allah
telah menjadikan sha’iid (permukaan bumi) -atau tayammum- untuk bersuci.]
[HASAN SHAHIH: HR. Abu Dawud (no. 337), Ibnu Majah (no. 572), Ahmad
(no. 3057- cet. Daarul Hadiits). Ad-Darimi (no. 756- cet. Daarul Ma’rifah),
Al-Khathib Al-Baghdadi dalam “Kitaab Al-Faqiih Wal Mutafaqqih” (no. 759), Ibnu
Khuzaimah (no. 273), Ibnu Hibban (no. 1311- At-Ta’liiqaatul Hisaan), dan
Al-Hakim (I/165) -dan dia menshahihkannya, dan disepakati oleh Adz-Dzahabi-.]
[2]- Orang yang salah bisa mendapat pahala -dan dosanya diampuni-;
kalau dia salah setelah berijtihad -sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Al-Bukhari (no. 7352) dan
Muslim (no. 1716)-.
Adapun mereka -yang disebutkan dalam hadits-; maka mereka salah dan
dicela karena mereka bukan ahli ilmu. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
-rahimahullaah- berkata:
“Mereka telah salah tanpa ijtihad; karena mereka memang bukan ahli
ilmu.”
[Raf’ul Malaam ‘An A-immatil A’laam (hlm. 48- cet. Al-Maktab
Al-Islami)]
Dan ilmu yang dimaksud; adalah seperti apa yang dikatakan oleh Imam
As-Syafi’i -rahimahullaah-:
“Tidak boleh bagi seorang pun -selama-lamanya- untuk bicara halal
dan haram kecuali dengan disertai ilmu. Dan ilmu adalah: Al-Qur’an, As-Sunnah,
Ijma’ atau Qiyas.”
[Ar-Risaalah (no. 120)]
[3]- Maka, bagi orang yang tidak berilmu; janganlah dia melampaui
batasnya, janganlah berusaha untuk berijtihad sendiri, akan tetapi bertanyalah
kepada ahli ilmu; sebagaimana firman Allah -Ta’aalaa-:
...فَاسْأَلُوا أَهْلَ
الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
“…Bertanyalah kepada ahludz dzikri (orang yang mempunyai
pengetahuan) jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl: 43)
Ahludz dzikri adalah ahli ilmu -sebagaimana disebutkan dalam
“Kitaab Al-Faqiih Wal Mutafaqqih” (no. 758)-.
[4]- Kalau seorang yang tidak berilmu kemudian dia tidak mau
bersandar kepada orang yang berilmu; maka dia akan menjadi:
هَمَجٌ رَعَاعٌ أَتْبَاعُ كُلِّ نَاعِقٍ يَمِيْلُوْنَ مَعَ كُلِّ رِيْحٍ؛
لَمْ يَسْتَضِيْئُوْا بِنُوْرِ الْعِلْمِ وَلَمْ يَلْجَأُوْا إِلَى رُكْنٍ وَثِيْقٍ
“Manusia bodoh yang mengikuti setiap seruan, condong mengikuti
setiap angin, tidak mempunyai cahaya ilmu dan tidak bersandar kepada tiang yang
kokoh.”
-sebagaimana dikatakan oleh ‘Ali bin Abi Thalib dalam wasiatnya
kepada Ziyad bin Kumail-.
“Dan yang lebih tepat dari maksud ‘Ali -radhiyallaahu ‘anhu-
adalah: bahwa mereka bukan orang-orang yang memiliki bashirah (ilmu yakin) yang
bisa mengambil cahaya dari ilmu tersebut, dan mereka tidak mau menuju kepada
orang berilmu yang memiliki bashirah untuk taqlid kepadanya, sehingga dia
menjadi orang yang tidak mempunyai bashirah dan tidak mau mengikuti orang yang
memiliki bashirah.”
[Sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah -rahimahullaah-
dalam “Miftaah Daaris Sa’aadah” (I/410). Akan tetapi bukan berarti beliau
menganjurkan untuk bertaqlid bagi orang yang mampu memahami dalil (seperti para
penuntut ilmu) atau berijtihad di dalamnya (seperti para ulama)]
[5]- Dan kita lihat dalam realita dakwah; banyak sekali orang yang
melampaui batas kelimuannya: seorang yang hanya pantas menjadi makmum; dia
justru memilih untuk menjadi imam, orang awam yang harusnya diam; dia justru
membahas dan merajihkan (menguatkan) pendapat dengan mengikuti hawa nafsu dan
perasaan, dan lain-lain -apalagi dengan adanya Medsos, juga
orang-orang kaya dan panitia pengajian; tampil untuk mengatur jalannya Dakwah,
serta artis dan pejabat -yang jelas tidak berilmu-; menjadi pembicara dan pengarah
bagi para penuntut ilmu??!! Hal-hal inilah menjadikan keadaan semakin
membingungkan dan menjadikan api fitnah semakin besar dan berkobar.
بَلِ الإنْسَانُ عَلَى نَفْسِهِ
بَصِيرَةٌ * وَلَوْ أَلْقَى مَعَاذِيرَهُ
“Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri,
meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.” (Al-Qiyamah: 14-15)
Di antara pujian Imam Al-Albani -rahimahullaah-
terhadap salah seorang muridnya:
لاَ يَقُوْلُ إِلاَّ مَا وَصَلَ إِلَيْهِ عِلْمُهُ
“Dia tidak mengatakan kecuali apa yang ilmunya sampai kepadanya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar