GENERASI SETELAH KITA (Bagian Ketiga)
[12]- Para Penjaga Agama Terbagi Dua: Ahli Hadits Dan Ahli Fiqih
Tatkala kita ingin mencetak generasi selanjutnya yang akan
melanjutkan penjagaan terhadap agama -dan semoga mereka menjadi para ulama-;
maka harus kita ketahui bahwa para ulama terbagi menjadi dua; sebagaimana
dikatakan oleh Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah -rahimahullaah-:
“Maka para ulama
dari umat Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- terbatas pada dua kelompok:
Pertama: Para
penghafal dan ahli Hadits…
Kedua: Para Fuqaha’
(ahli Fiqih) dalam Islam; yang fatwa-fatwa berporos pada perkataan-perkataan
mereka…”
[I’laamul
Muwaqqi’iin (hlm. 18- Daar Thayyibah)]
[13]- Ahli Hadits
Mengandalkan Kekuatan Hafalan Dan Ahli Fiqih Mengandalkan Kekuatan Pemahaman
Dan kedua ilmu
tersebut -Hadits dan Fiqih- jarang sekali terkumpul pada diri seseorang.
Ibnul Qasim berkata:
Saya mendengar Imam Malik berkata:
“Jarang sekali
terkumpul pada seseorang: Fatwa dan Hafalan.”
(Hafalan) maksud
beliau adalah: periwayatan Hadits.”
[Al-Bayaan Wat
Tahshiil (XVIII/502), karya Ibnu Rusyd]
[14]- Kecerdasan
Adalah Karunia, Adapun Hafalan; Maka Bisa Diusahakan
Setelah kita
mengetahui penjelasan di atas; maka kita mempunyai gambaran -yang jelas- ketika
kita akan menghadapi anak-anak didik -yang banyak jumlahnya, dan beraneka ragam
macamnya-. Walaupun terdapat berbagai perbedaan sifat, watak, karakter dan
kemampuan; akan tetapi -secara garis besar- mereka memiliki 2 (dua) kemampuan
yang bisa diandalkan:
Pertama: Kemampuan
Hafalan
Kedua: Kemampuan
Pemahaman
Hafalan adalah bisa
diusahakan; sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Bukhari -yang dijuluki sebagai Jabalul Hifzh (gunung
hafalan); dikarenakan kuatnya hafalan beliau-; maka ketika beliau ditanya
tentang obat untuk menguatkan hafalan; beliau menjawab:
إِدَامَةُ
النَّظَرِ فِي
الْكُتُبِ
“Senantiasa melihat kepada kitab-kitab.”
[sebagaimana disebutkan dalam Kitab: Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi Wa
Fadhlihi (no. 2414-cet. Daar Ibnil Jauzi), karya Imam Ibnu ‘Abdil Barr
-rahimahullaah-]
Adapun pemahaman dan kecerdasan; maka itu dalah karunia dari Allah;
sehingga kalau seorang anak tidak dikarunia kecerdasaan -atau dengan kata lain:
dia bodoh dalam kecerdasannya-; maka hal ini akan sulit disembuhkan.
Imam Al-Khathib Al-Baghdahi -rahimahullaah- berkata:
“Kalau Allah -Ta’aalaa- memberikan rizqi berupa kecerdasan kepada
seseorang; maka ini merupakan tanda kebahagiaannya dan cepatnya dia untuk
mencapai tujuannya…(Adapun) kebodohan (kurangnya kecerdasan); maka merupakan
penyakit yang sulit untuk sembuh.”
[Kitaab Al-Faqiih Wal Mutafaqqih (hlm. 584- cet. Daar Ibnil Jauzi)]
[15]- Harapan Bagi Anak Yang Tidak Memiliki Kecerdasan
Akan tetapi anak yang kurang cerdas bukan berarti tidak akan
bermanfaat -sama sekali- untuk umat, dia bisa dikembangkan dari segi hafalan.
Betapa banyak para ulama yang mereka telah hafal Al-Qur’an ketika masih
anak-anak -baik para ulama zaman dahulu maupun zaman sekarang-. Bahkan -bukan
tidak mungkin- anak-anak negeri kita untuk bisa mencapai hal ini; karena sudah
ada contohnya.
Maka:
- Sebagaimana isyarat dari Imam Al-Bukhari: hafalan adalah bisa
dikuatkan dengan terus pengulangan.
- Sehingga -bagi yang sekolah di Pondok Pesantren-: maka akan
sangat memudahkan untuk mengulang-ulang hafalan dengan dibuatnya
halaqah-halaqah Tahfizh.
- Adapun yang tidak berbentuk Pondok Pesantren: maka HARUS ada
bantuan dan kerjasama dari orang tua murid, dengan dibuatnya buku penghubung
dan pengawas (monitoring) hafalan; sehingga orang tua bisa membantu hafalan
anak didik di rumah.
[16]- Permasalah Berat Yang Sulit Untuk Dipecahkan Adalah: Jika
Orang Tua Tidak Mempunyai Perhatian Terhadap Pendidikan Yang Maksimal Untuk
Anak
Adapun yang menjadi permasalahan berat adalah:
- ketika orang tua murid tidak mempunyai kesadaran terhadap
pendidikan yang maksimal bagi anak,
- ketika orang tua hanya menjadikan sekolah menjadi TEMPAT
PENITIPAN ANAK; sehingga pertama kali yang dia cari adalah: SEKOLAH FULL DAY;
sekolah dari pagi sampai sore; yang bisa dijadikan tempat untuk menitipkan anak
ketika kedua orang tuanya berangkat kerja, dan mengambilnya kembali -di sore
hari- ketika keduanya pulang dari tempat kerja.
Maka, akan berat sekali untuk mencetak Ahli Ilmu (Hadits maupun
Fiqih) dari generasi yang memilki orang tua semacam ini.
Sehingga: TERPAKSA KITA MENCARI YANG LAINNYA.
...وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا
غَيْرَكُمْ ثُمَّ لا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ
“… Dan jika kamu berpaling (dari jalan yang
benar); nsicaya Dia akan menggantikan (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka
tidak akan (durhaka) seperti kamu.” (QS. Muhammad: 38)
Wa Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaah.
-ditulis oleh: Ahmad Hendrix-
Contoh Buku-Buku Yang Bisa Diajarkan Kepada
Anak-Anak:
1.
'Aqidah Untuk Anak:
2.
Hafalan Hadits Untuk Anak:
3.
Siroh Ringkas Untuk Anak:
4.
Bahasa Arab Untuk Anak:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar