SAYA SALAFI! INI BUKTINYA!!
Imam Qawwamus Sunnah Isma’il bin Muhammad Al-Ashbahani
(wafat th. 535 H) -rahimahullaah- berkata dalam kitabnya al-Hujjah Fii Bayaanil
Mahajjah Wa Syar-hi ’Aqiidati Ahlis Sunnah:
”(1)- Kalau dikatakan: Setiap kelompok mengaku
mengikuti Sunnah, dan menganggap orang-orang yang menyelisihi kelompoknya telah
menyelisihi kebenaran; maka apa dalilnya bahwa kalian-lah yang Ahlus Sunnah;
bukan selain kalian?
Kita katakan: Dalilnya adalah firman Allah -Ta’aalaa-:
…وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ
عَنْهُ فَانْتَهُوا…
“…Apa yang diberikan
Rasul kepadamu; maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu; maka
tinggalkanlah…” (QS. Al-Hasyr: 7)
Maka Allah
memerintahkan untuk mengikuti Rasul dan mentaati beliau dalam apa yang beliau
perintahkan, serta (meninggalkan) apa yang beliau larang.
Nabi -shallallaahu
‘alaihi wa sallam- bersabda:
عَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِيْ ...
“Wajib atas kalian
berpegang teguh kepada Sunnahku…”
Dan kita bisa
mengetahui Sunnah beliau dengan melalui hadits-hadits yang diriwayatkan dengan
sanad-sanad yang shahih. Dan golongan Ahlul Hadits-lah yang paling
semangat mencari hadits-hadits, paling cinta terhadapnya, dan paling mengikuti
yang shahih dari hadits-hadits tersebut.
Maka kita mengetahui
-berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah- bahwa mereka-lah Ahlus Sunnah; bukan
kelompok-kelompok yang lainnya.
Karena, setiap orang
yang mengaku memiliki sebuah keahlian -jika dia tidak memiliki bukti yang
menunjukkan atas keahliannya-; maka pengakuannya adalah bathil (tidak benar).
Dan yang bisa menunjukkan akan keahlian seseorang adalah dengan dilihat dari
ALAT-nya:
- Jika anda melihat
seseorang membuka kiosnya -sedangkan dihadapannya ada peniup api, palu dan
landasannya-; maka anda akan tahu bahwa dia adalah pandai besi.
- Jika anda melihat
seseorang dihadapannya ada jarum dan gunting; maka anda tahu bahwa dia adalah
penjahit.
[- Demikian juga jika
anda melihat seseorang membuka kiosnya yang berisi kain; maka anda tahu bahwa
dia adalah tukang kain -walaupun anda belum mengujinya-.
- Kalau ada seseorang
membuka kiosnya yang berisi kurma; maka anda tahu bahwa dia adalah tukang
kurma.
- Kalau ada seseorang
membuka kiosnya yang berisi minyak wangi; maka anda tahu bahwa dia adalah
tukang minyak wangi.]
- Dan lain-lain yang
semisalnya.
Kalau tukang kurma
berkata kepada tukang minyak wangi: “Saya-lah tukang minyak wangi!” Maka
otomatis tukang minyak wangi akan berkata kepadanya: “Engkau dusta! Saya-lah
tukang minyak wangi!!” Dan setiap orang awam yang menyaksikannya akan membela
tukang minyak wangi tersebut.
Dan kami dapatkan
kawan-kawan kami telah mendalami pencarian hadits-hadits yang menunjukkan atas
Sunnah-Sunnah Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-, mereka mengambilnya dari
sumber-sumbernya, mereka kumpulkan dari tempat-tempatnya, mereka
menghafalkannya, mereka mengajak manusia kepadanya, dan mereka mencela
orang-orang yang menyelisihinya, telah banyak hadits-hadits tersebut pada
mereka dan di tangan mereka; sehingga sampai mereka masyhur (terkenal) dengan
kedekatan mereka terhadap hadits-hadits, -sebagaimana tukang kain terkenal
karena kainnya, tukang kurma terkenal karena kurmanya, dan tukang minyak wangi
karena minyak wanginya-.
Sebagaimana kami dapati
juga suatu kaum yang berpaling dari mengenal hadits-hadits, berpaling dari
mengikutinya, mereka mencelanya, dan membuat orang lari dari mengumpulkannya
dan dari menyebarkannya, BAHKAN MEREKA MEMBUAT PERMISALAN YANG PALING JELEK BAGI
HADITS DAN AHLI HADITS.
Maka, dengan
petunjuk-petunjuk ini kita mengetahui bahwa: Orang-orang yang cinta terhadap
hadits-hadits, cinta dalam mengumpulkannya, menghafalkannya dan mengikutinya;
mereka lah yang paling berhak dijuluki Ahlul Hadits dibandingkan
kelompok-kelompok lainnya yang berpaling dari hadits-hadits tersebut. Karena
menurut ulama; mengikuti hadits-hadits itulah yang dimaksud dengan: Mengambil
Sunnah-Sunnah Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- yang telah shahih dari
beliau; yang Allah perintahkan untuk mengambil apa yang beliau perintahkan dan
meninggalkan apa yang beliau larang darinya. Dan ini merupakan penunjukkan yang
jelas bagi Ahlus Sunnah bahwa mereka-lah yang paling berhak untuk menyandang
nama ini; bukan orang-orang yang hanya mengikuti pendapat dan hawa nafsu saja.
(2)- Kalau dikatakan:
Perkaranya adalah seperti yang anda sebutkan, akan tetapi; setiap kelompok
selalu berdalil -untuk menguatkan madzhabnya- dengan sebuah hujjah (hadits).
Maka dijawab:
Barangsiapa yang berdalil dengan hadits dha’if (lemah) untuk menentang hadits
shahih, atau hadits mursal (yang sanadnya terputus) digunakan untuk melawan
hadits musnad (yang sanadnya bersambung), atau berdalil dengan perkataan
tabi’in (atau orang setelahnya) untuk melawan sabda Nabi -shallallaahu ‘alaihi
wa sallam-; maka keduanya tidak akan sama.
Karena barangsiapa yang
mengikuti perkataan Rasul -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-; maka dia telah
berpegang dengan hujjah (dalil) -secara pasti-. Orang yang berdalil dengan
sesuatu yang kuat (shahih); maka jelas lebih baik keadaannya dibandingkan orang
yang berdalil dengan sesuatu yang lemah (dha’if).
Dari sinilah menjadi
jelas perbedaan antara Ittiba’ (mengikuti Sunnah) dengan selainnya. KARENA
AHLUS SUNNAH HANYA MENGIKUTI YANG PALING KUAT, SEDANGKAN AHLUL BID’AH DAN
PENGIKUT HAWA NAFSU; MENGIKUTI YANG SESUAI DENGAN HAWA NAFSU (KEINGINAN)NYA.”
[Al-Hujjah Fii Bayaanil
Mahajjah (II/411-4130 dan tambahan dalam kurung dari (II/246)]
Bandingkan perkataan
Imam Al-Ashbahani di atas: “BAHKAN MEREKA MEMBUAT PERMISALAN YANG PALING JELEK
BAGI HADITS DAN AHLI HADITS.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar