TADABBUR AL-QUR’AN
Allah -Ta’aalaa-
berfirman:
كِتَابٌ
أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو
الألْبَابِ
“Kitab (Al-Qur’an) yang
Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati (mentadabburi)
ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.” (QS.
Shaad: 29)
(1)- Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir
As-Sa’di -rahimahullaah- berkata dalam tafsirnya:
“Inilah hikmah diturunkannya (Al-Qur’an); yaitu: agar
manusia mentadabburi ayat-ayatnya, sehingga mereka dapat mengeluarkan ilmu yang
terdapat dalam ayat-ayat tersebut, serta memperhatikan rahasia-rahasia dan
hikmah-hikmahnya. Karena dengan mentadabburinya, memperhatikan makna-maknanya,
dan mengulang-ulang tafakkur (memikirkan) ayat-ayat Al-Qur’an berkali-kali;
dengan itu semua maka akan diraih keberkahan Al-Qur’an dan kebaikannya.”
[Taisiirul Kariimir Rahmaan (hlm. 712)]
(2)- Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah -rahimahullaah-
berkata:
“Tidak ada hal yang lebih bermanfaat bagi hati selain
membaca Al-Qur’an dengan tadabbur dan tafakkur…
Kalau lah manusia mengetahui (manfaat) yang terdapat
pada membaca Al-Qur’an dengan tadabbur; tentulah mereka akan sibuk dengannya
dan meninggalkan yang lainnya…
Karena membaca Al-Qur’an dengan tafakkur merupakan
pokok kebaikan hati…
Oleh karena itulah, Allah menurunkan Al-Qur’an agar
ditadabburi, difikirkan, kemudian diamalkan, bukan sekedar untuk dibaca akan
tetapi berpaling darinya (tidak difahami dan diamalkan-pent).
Hasan Al-Bashri
berkata: “Al-Qur’an diturunkan untuk diamalkan, akan tetapi mereka (manusia)
menjadikan bacaannya sebagai amalan (yakni: mencukupkan amalan dengan hanya
membacanya saja-pent).”.”
[Miftaah Daaris
Sa’aadah (I/550-552)]
(3)- Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah -rahimahullaah- berkata:
“Janganlah (seseorang)
menjadikan semangatnya dalam ilmu-ilmu yang telah menghalangi kebanyakan
manusia dari hakikat-hakikat Al-Qur’an. Apakah: dengan was-was dalam
mengeluarkan huruf-hurufnya, atau tarqiiq, tafkhiim, imaalah, mengucapkan madd
thawiil, qhashiir dan mutawassith, dan lain-lain. Maka sungguh, hal-hal ini
menghalangi hati dan memotongnya dari memahami maksud Allah dari firman-Nya.
Demikian juga kesibukkan dalam mengucapkan:
أَأَنْذَرْتَهُمْ
Dan (sibuk dalam
masalah) men-dhommah-kan huruf Miim dalam:
عَلَيْهِمْ
dan menyambungnya
dengan huruf Waawu, atau (masalah) meng-kasroh-kan huruf Raa’ atau
men-dhommah-kannya, dan (masalah-masalah) yang semisalnya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar