Rabu, 22 Maret 2017

[10]- HADITS KESEPULUH

HADITS KESEPULUH

حديث: ((إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا؛ عَسَلَهُ قَبْلَ مَوْتِهِ)) قِيْلَ: وَمَا عَسْلُهُ قَبْلَ مَوْتِهِ؟ قَالَ: ((يُفْتَحُ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ بَيْنَ يَدَيْ مَوْتِهِ حَتَّى يَرْضَى عَنْهُ [جِيْرَانُهُ -أَوْ قَالَ: مَنْ حَوْلَهُ-]))

Hadits: “Jika Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba; niscaya Allah memaniskannya sebelum kematiannya.” Ada yang bertanya: Apa yang dimaksud dengan memaniskannya sebelum kematiannya? Beliau bersabda: “Dibukakan baginya amal shalih sebelum kematiannya sampai tetangga-tetangganya -atau orang-orang yang disekitarnya- meridhai-nya.”

TAKHRIJ HADITS:

SHAHIH: Dikeluarkan oleh Ahmad (no. 21846- cet. Daarul Hadiits), Ibnu Hibban (no. 342 & 343- cet. Daarul Fikr), dan Al-Hakim (1288-cet. Daarul Fikr), dari jalan Zaid bin Al-Khubab, dia berkata: telah membawakan hadits kepada kami: Mu’awiyah bin Shalih, dia berkata: telah mengabarkan kepada kami: ‘Abdurrahman bin Jubair bin Nufair, dari bapaknya, dia berkata: saya mendengar ‘Amr bin Al-Hamiq Al-Khuza’i -radhiyallaahu ‘anhu- berkata: Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:…kemudian disebutkan haditsnya.

Ini adalah lafazh Ibnu Hibban, dan tambahan dalam kurung [ ] adalah milik Al-Hakim, dan dia (Al-Hakim) berkata:

“Shahih.” Dan disetujui oleh Adz-Dzahabi.

Syaikh Al-Albani berkata dalam “Ash-Shahiihah” (no. 1114):

“Dan [Hibatullaah] Ath-Thabari berkata: “Hadits shahih sesuai syarat Muslim, dan harusnya Muslim mengeluarkannya (dalam Kitab Shahih-nya).”

Saya [Syaikh Al-Albani] berkata: Dan hal itu benar sesuai apa yang dikatakan (oleh Ath-Thabari). Dan anehnya: Al-Hakim mengeluarkan hadits ini dari jalan ini; akan tetapi hanya mengatakan “Shahih” saja, dan disetujui oleh Adz-Dzahabi.” Sekian perkataan Syaikh Al-Albani.

Saya katakan: Al-Hakim dan Adz-Dzahabi telah benar, dan Ath-Thabari serta Al-Albani telah salah. Memang benar bahwa para perawinya -sampai kepada Tabi’in- adalah para perawi Muslim, akan tetapi ‘Amr bin Al-Hamiq Al-Khuza’i; beliau adalah seorang Shahabat yang haditsnya tidak dikeluarkan oleh Muslim dan juga Al-Bukhari, sehingga tidak bisa dikatakan: “Sesuai syarat Muslim” dikarenakan Shahabat yang meriwayatkan tidak dikeluarkan haditsnya oleh Muslim.

Wallaahu A’lam.

Hadits ini juga mempunyai syawaahid (penguat-penguat dari Shahabat-Shahabat yang lainnya), di antaranya: hadits Abu ‘Inabah Al-Khaulani yang diriwayatkan oleh Ahmad (no. 17712- cet. Daarul Hadiits), dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam “Kitaabus Sunnah” (no. 400), dan dari hadits ‘Umar Al-Juma’i yang diriwayatkan oleh Ahmad (no. 17151- cet. Daarul Hadiits).

PENJELASAN HADITS:

[1]- Imam Ibnul Atsir (wafat th. 606 H) -rahimahullaah- berkata:

“Al-‘Asl (memaniskan) adalah: pujian yang baik; diambil dari kata Al-‘Asal (madu). Dikatakan (secara bahasa): ‘Asala Ath-Tha’aam Ya’siluhu (memaniskan makanan): jika menambahkan madu pada makanan.

Beliau (Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-) menyerupakan apa yang Allah rizqikan kepada hamba -berupa amal shalih; yang menjadikan penyebutannya baik di antara kaumnya-; Allah menyerupakannya dengan madu yang ditambahkan pada makanan; sehingga makanan itu menjadi manis dan baik.”

[“An-Nihaayah Fii Ghariibil Hadiits Wal Aatsaar” (hlm. 616- cet. Daar Ibnil Jauzi)]

[2]- Imam ‘Utsman bin Sa’id Ad-Darimi (wafat th. 282 H) -rahimahullaah- berkata:

“Seorang dari penduduk Sijistan -yang hasad kepadaku- berkata: “Kalau bukan karena ilmu; jadi apa kamu?” Maka kukatakan padanya: Kamu menginginkan celaan, tapi berubah jadi pujian.

Saya mendengar Nu’aim bin Hammad berkata: Saya mendengar Abu Mu’awiyah berkata: Al-A’masy berkata: “Kalau bukan karena ilmu; tentulah aku (hanya) menjadi salah satu tukang sayur dari tukang-tukang sayur di Kufah.” Dan aku; kalaulah bukan karena ilmu; tentulah aku (hanya) menjadi salah satu pedagang kain dari pedagang-pedagang kain di Sijistan.”

[“Taariikh Madiinati Dimasyq” (XXXVIII/364-cet. Daarul Fikr)]

[3]- Cobalah renungkan dan fikirkan, siapa kita dahulu?! Sebagian kita ada yang ahli maksiat! Atau bahkan bergabung dengan kelompok sesat!!

Kemudian Allah berikan petunjuk untuk mengenal kebenaran, dan Allah ajarkan ilmu kepada kita; yang dengannya kita dikenal oleh manusia.

Maka, hendaklah kita mensyukurinya, dengan cara menyebarkan ilmu dan kebenaran yang Allah telah ajarkan. BUKAN MENJADIKAN ILMU YANG ALLAH BERIKAN SEBAGAI ALAT UNTUK MENCARI DUNIA -BAIK: HARTA, KEDUDUKAN, KETENARAN, MAUPUN WANITA-!!!!

...وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ

 “…DAN JIKA KAMU BERPALING (DARI JALAN YANG BENAR); MAKA DIA AKAN MENGGANTIAKN (KAMU) DENGAN YANG LAIN, dan mereka tidak akan (durhaka) seperti kamu.” (QS. Muhammad: 38)

Wa Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaah.

-ditulis oleh: Ahmad Hendrix-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar