CANDAAN BERBUAH
KEKAFIRAN
[1]- Syaikh Muhammad bin ]Abdul Wahhab -rahimahullaah-
berkata dalam “Kitab Tauhid”:
)٤٧( بَابُ: مَنْ هَزَلَ بِشَيْءٍ فِيْهِ ذِكْرُ اللهِ، أَوِ
الْقُرْآنِ، أَوِ الرَّسُوْلِ
Bab (47): (Ancaman Keras Kepada)
Orang Yang Bersenda Gurau Dengan Menyebut Nama Allah, Al-Qur’an, Atau Rasul
[2]- Firman Allah -Ta’aalaa-:
وَلَئِنْ
سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ
وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ * لا تَعْتَذِرُوا قَدْ
كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ...
“Dan jika kamu
tanyakan kepada orang-orang munafik (tentang apa yang mereka lakukan); tentulah
mereka akan menjawab: ‘Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan
bermain-main saja’. Katakanlah: ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan
Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?!’ Tidak perlu kamu meminta maaf, karena
kamu telah kafir setelah beriman…” (QS. At-Taubah: 65)
[3]- Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, Muhammad bin Ka’b, Zaid
bin Aslam, dan Qatadah -dan hadits mereka saling melengkapi satu sama lain-:
Bahwasanya ketika dalam peperangan Tabuk; ada orang yang berkata: ‘Belum pernah
kami melihat seperti Qurraa’ (para ahli membaca Al-Qur’an) kita ini; orang yang
lebih buncit perutnya, dan lebih dusta mulutnya, dan lebih pengecut ketika
bertemu musuh’ -maksudnya adalah: Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-
dan para Shahabat beliau yang ahli membaca Al-Qur’an-. Maka ber-katalah ‘Auf
bin Malik kepadanya: ‘Engkau pendusta, engkau munafik, aku akan beritahukan hal
ini kepada Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-’. Lalu ‘Auf pergi
menemui Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- untuk memberitahukan hal
ini kepada beliau, akan tetapi dia dapati Al-Qur’an telah mendahului-nya (telah
turun wahyu tentang hal tersebut-pent).
Maka orang tadi datang kepada Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa
sallam- ketika beliau telah beranjak dari tempatnya dan menaiki untanya. Maka dia berkata: ‘Wahai Rasulullah,
sebenar-nya kami hanya bersenda gurau dan mengobrol sebagaimana obrolan orang
yang mengadakan perjalanan untuk menghilangkan penatnya perjalanan’. Ibnu ‘Umar
berkata: Aku melihat orang tadi berpegangan kepada tali unta Rasulullah
-shallallaahu ‘alaihi wa sallam- -sedang kedua kakinya tersandung-sandung batu-
sambil berkata: ‘Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main
saja’. Maka Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-bersabda kepada-nya
(dengan membaca ayat): “…‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu
selalu berolok-olok?! Tidak perlu kamu meminta maaf, karena kamu telah kafir
setelah beriman’…” Beliau tidak menengok kepada orang tersebut, dan tidak
bersabda kepadanya lebih dari itu.
[Lihat: “Tafsir Ibnu Jarir” (XIV/332-335- tahqiq Syaikh
Ahmad Syakir)]
[3]- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahullaah- berkata:
“Allah -Ta’aalaa- berfirman: “Dan jika kamu tanyakan kepada
orang-orang munafik (tentang apa yang mereka lakukan); tentulah mereka akan
menjawab: ‘Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja’”,
maka mereka mengakui (kesalahan mereka) dan mereka meminta ma’af, oleh karena
itu dikatakan kepada mereka: “Tidak perlu kamu meminta maaf, karena kamu telah
kafir setelah beriman”, maka ini menunjukkan bahwa menurut mereka: mereka tidak
melakukan kekafiran, dan mereka sangka yang mereka lakukan bukanlah suatu
kekafiran. Maka (Allah) jelaskan bahwa bahwa: memperolok-olok Allah,
ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya: adalah suatu kekafiran yang pelakunya menjadi
kafir setelah beriman. Makah al ini menunjukkan bahwa TADINYA MEREKA MEMILIKI
IMAN ynag lemah, maka mereka melakukan keharaman yang mereka tahu bahwa itu
adalah haram, akan tetapi MREKA TIDAK MENYANGKA BAHWA ITU ADALAH SEBUAH
KEKUFURAN; SEHINGGA MEREKA MENJADI KAFIR DENGAN SEBAB KEKAFIRAN TERSEBUT. Karena
mereka sudah yakin bahwa itu tidak dibolehkan.”
[“Kitaabul Iimaan” (hlm. 235- cet. Daaarul Kutub ‘Ilmiyyah)]
[4]- Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani -rahimahullaah-
berkata -ketika menjelaskan haramnya menshalati, memintakan ampun dan rahmat untuk
orang-orang kafir dan munafik-:
“Mereka adalah orang-orang yang menyembunyikan kekafiran dan
menampakkan keislaman. Dan kekafiran mereka menjadi jelas dengan apa yang
mengalir dari perkataan-perkataan mereka berupa: celaan terhadap sebagian hukum
syari’at, dan persangkaan mereka bahwa (hukum) tersebut menyelisihi akal dan
perasaan! Dan Rabb kita telah mengisyaratkan kepada hakikat ini dalam
firman-Nya:
أَمْ حَسِبَ
الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ أَنْ لَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ أَضْغَانَهُمْ * وَلَوْ
نَشَاءُ لأرَيْنَاكَهُمْ فَلَعَرَفْتَهُمْ بِسِيمَاهُمْ وَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِي
لَحْنِ الْقَوْلِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ أَعْمَالَكُمْ
“Atau apakah orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit
mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka? Dan kalau Kami
menghendaki, niscaya Kami perlihatkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar
dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu benar-benar akan mengenal
mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka dan Allah mengetahui segala
perbuatan kamu.” (QS. Muhammad: 29-30)
DAN SEMISAL ORANG-ORANG MUNAFIK TERSEBUT ADALAH BANYAK DI
ZAMAN KITA SEKARANG INI. Wallaahul Musta’aan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar