DUA PONDASI TA’SHIIL
TERBESAR
RINGKASAN
MUQADDIMAH SYAIKH IBRAHIM AR-RUHAILI -hafizhahullaah-:
Sungguh
penuntut ilmu dalam perjalanannya untuk menuntut ilmu: Tidaklah berhenti pada
suatu batas.
Penuntut
ilmu hendaknya dimulai dengan TA'SHIIL -di atas Ushuul (prinsip-prinsip)nya-
yang Syar'i.
Dan
TA'SHIIL adalah: suatu kata yang menunjukkan atas pencarian "Ushuul"
yaitu: "Ushuul" (prinsip-prinsip) ilmu, kaidah-kaidah yang umum dan
agung.
Dan
inilah cara untuk bisa kokoh dalam menuntut ilmu dan memahami agama Allah. Dan
sungguh, ilmu itu dimulai dengan mengenal "Ushuul"-nya baru kemudian
cabang-cabangnya.
Dan
TA'SHIIL ini terbangun di atas 2 (dua) pondasi yang besar:
Yang
Pertama: Mengenal Allah; Dzat yang diibadahi; yaitu: ilmu tentang Allah. Dan
bercabang darinya: Tauhid dengan 3 (tiga) macamnya.
Yang
Kedua: Mengenal ibadah yang kita diciptakan untuk beribadah.
Dan
seluruh cabang-cabang keimanan: kembali kepada dua pondasi ini.
Untuk
ibadah ini; maka porosnya terdapat pada: menyampaikan hak-hak; baik hak Allah
maupun hak-hak makhluk.
Dan
ibadah kepada Allah dibangun diatas 2 (dua) prinsip: Ikhlas dan Ittiba'.
Adapun
hak-hak makhluk; maka asal ibadah adalah memenuhi hak Allah; akan tetapi dengan
kelembutan-Nya: Dia menjadikan pemenuhan hak makhluk termasuk bagian dari
ibadah.
Dan
hak-hak makhluk ini ada banyak macamnya:
1- Hak
Nabi -shallallaahu 'alaihi wa sallam- yang harus dipenuhi umatnya. Dan ini ada
2 (dua) Muqaddimah:
Yang
Pertama: Muqaddimah 'ilmiyyah; yaitu: mengetahui apa yang sah datang dari Nabi
-shallallaahu 'alaihi wa sallam-.
Yang
Kedua: Muqaddimah imaniyyah; yaitu bahwa apa yang dibawa oleh Nabi
-shallallaahu 'alaihi wa sallam-; maka wajib diikuti.
2-
Hak kedua orang tua. Dan hak ibu lebih didahulukan atas hak bapak.
Dikatakan
bahwa: ibu punya 3 (tiga) hak: (1)jasanya dalam hamil dan melahirkan,
(2)jasanya dalam menyusui, & (3)jasanya dalam mendidik. Sedangkan Bapak
hanya memiliki jasa dalam pendidikan.
3-
Hak Ulil Amri; yaitu harus ditaati dalam selain kemaksiatan kepada Allah -dan
inilah yang akan dibahas-.
4-
Hak umumnya kaum muslimin. Dan mereka bermacam-macam: ada yang kerabat,
tetangga, Ustadz kita, dan teman-teman kita.
Kaum
muslimin secara umum terbagi 3 (tiga): ada yang Muhsin, ada yang muqtasid, ada
yang zhalim terhadap diri sendiri -yaitu: ahli Bid'ah dan ahli maksiat-.
Untuk
Ahli Bid'ah; maka banyak dari mereka yang tidak sadar bahwa mereka terjatuh
kepada Bid'ah.
Allah
-Ta'aalaa- berfirman:
الَّذِينَ ضَلَّ
سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ
صُنْعًا
"Yaitu
orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini,
sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya."
(Al-Kahfi: 104)
Sehingga
kita ingatkan di sini sebagian saudara kita [sesama Salafi] yang berlebihan
dalam sikap keras mereka terhadap Ahli Bid'ah; dimana mereka hanya berpegang
kepada segelintir perkataan ulama Ahlus Sunnah untuk bersikap keras terhadap
Ahli Bid'ah.
Maka
kita sabar menghadapi Ikhwan kita yang seperti ini. Dan kita sabar menghadapi
khawarij; maka kita juga harus sabar untuk menghadapi ikhwan kita yang seperti
ini.
Kemudian
sikap lembut kita kepada Ahli Bid'ah bukan berarti: kita membantu mereka atas
kebid'ahan mereka. Bahkan kita bersikap lembut kepada mereka dalam mu'amalah;
akan tetapi tetap mereka diarahkan kepada Sunnah.
Maka
di sini harus dibedakan dua perkara:
-
Mudaaroh: yaitu engkau menghadapi manusia dengan perkataan yang baik, tapi
sikapmu di atas kebenaran tidaklah berubah.
-
Mudaahanah: yaitu engkau berbasa-basi kepada orang lain dalam masalah agama;
seperti engkau mengatakan tentang Bid'ah bahwa itu bukan Bid'ah.
-ditulis
oleh: Ahmad Hendrix-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar