MEREKA
MENINGGALKAN ‘UMAR…
[1]- ‘Abdullah bin ‘Abbas -radhiyallaahu ‘anhumaa-
menceritakan kejadian setelah wafatnya Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa
sallam- bahwa:
Ketika Abu Bakar keluar; maka dia dapati ‘Umar sedang
berbicara di hadapan manusia [bahwa Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-
tidak akan wafat sebelum Allah -‘Azza Wa Jalla- mebinasakan orang-orang
munafik]. Abu Bakar pun berkata: “Duduklah wahai ‘Umar!” Namun Umar tidak mau
duduk. Abu Bakar berkata lagi: “Duduklah wahai ‘Umar!” Namun ‘Umar tetap tidak
mau duduk. Akhirnya Abu Bakar angkat bicara setelah mengucapkan Tasyahhud, maka
seketika itu pula orang-orang mengalihkan perhatiannya kepada Abu Bakar dan
MEREKA MENINGGALKAN ‘UMAR.
Abu Bakar berkata: “Amma Ba’du, barangsiapa di antara kalian
yang menyembah Muhammad -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-; maka sungguh,
Muhammad -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- telah wafat. Dan barangsiapa yang
menyembah Allah; maka sungguh, Allah adalah Maha Hidup dan tidak akan pernah
mati. Allah -Ta’aalaa- berfirman:
وَمَا
مُحَمَّدٌ إِلا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ
قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ
فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
“Dan Muhammad hanyalah seorang Rasul; sebelumnya telah
berlalu beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh; kamu berbalik
ke belakang (murtad)? Barangsiapa berbalik ke belakang; maka ia tidak akan
merugikan Allah sedikit pun. Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang
bersyukur.” (QS. Ali ‘Imran: 144).”
Maka, demi Allah! Seolah-olah manusia tidak mengetahui bahwa
Allah telah menurunkan ayat ini sampai Abu Bakar -radhiyallaahu ‘anhu-
membacanya. Maka mereka pun mererima ayat ini dari Abu Bakar. Dan tidak ada
seorang pun yang mendengarnya; melainkan dia membacanya.
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 1242 & 4454), dan
tambahan dalam kurung terdapat dalam Musnad Ahmad (no. 25.717- cet. Daarul
Hadiits), dari ‘Aisyah -radhiyallaahu ‘anhaa-]
[2]- “Perhatikanlah baik-baik kisah ini:
“…Akhirnya Abu Bakar angkat bicara setelah mengucapkan
Tasyahhud, maka seketika itu pula orang-orang mengalihkan perhatiannya kepada
Abu Bakar dan MEREKA MENINGGALKAN ‘UMAR.”
MEREKA MENINGGALKAN ‘UMAR! Anda tahu sendiri (tentang
keutamaan) ‘Umar!! Mereka meninggalkan ‘Umar karena mereka telah menemukan YANG
LEBIH UTAMA DAN LEBIH BERILMU dari pada ‘Umar. Berkat ketabahan hati Abu Bakar,
dan kepatuhan kaum muslimin, serta jauhnya mereka dari semangat membabi buta
yang tidak dibenarkan oleh Syari’at; maka dapat diketahui sumber pengambilan
ilmu; sehingga dengan demikian api fitnah dapat segera dipadamkan sejak awal.
Maka, kenapa kalian menjauhi para masyaa-yikh kibar
(guru-guru senior) yang telah menghabiskan waktu mereka bersama ilmu; baik
pembelajaran maupun pengajaran, disertai kegigihan dalam berdakwah mengajak
kepada Allah; seperti Syaikh Bin Baz, Syaikh ‘Utsaimin, Syaikh Fauzan dan
lainnya. Lalu kalian lebih condong kepada para penuntut ilmu yang kesalahan
pertama mereka adalah merasa puas dengan sesuatu yang tidak mereka miliki;
yaitu ketika mereka memilih jalur politik, padahal cukuplah para ulama tersebut
yang menanganinya. Akan tetapi justru ucapan jelek yang beredar adalah: “Ulama
kita sekarang kurang mengerti situasi dan kondisi…Kamilah yang akan melengkapi
kekurangan mereka.”!!
Sampai-sampai Syaikh Al-Albani dahulu juga sempat dituduh
dengan tuduhan yang sama seperti para ulama lainnya (tidak tahu realita). Namun
sekarang mereka mengangkat beliau dan menggolongkan beliau sebagai salah satu
ulama yang tahu realita…dengan sebab fatwa beliau tentang krisis Perang Teluk
yang (fatwa tersebut) sesuai dengan selera hati mereka; bukan dikarenakan
dalil-dalil yang beliau paparkan, namun karena kepentingan politik belaka.
Dengan sudut pandang semacam inilah sebagian pengikut I******* M*******
menyukai Ibnu Taimiyah dan menyebarkan keutamaan beliau; bukan karena ‘Aqidah
beliau, Fiqih beliau dan bukan pula Jihad beliau melalui jalur ilmu -sebab hal
itu tidak masuk dalam agenda mereka-…Akan tetapi (mereka mencintai beliau)
hanya semata-mata karena beliau turut serta berperang melawan pasukan Tartar.
Cobalah lihat loyalitas politik semacam ini, dan katakanlah:
Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaah.”
[Madaarikun Nazhar Fis Siyaasah (hlm. 147-148- cet. I),
karya Syaikh ‘Abdul Malik bin Ahmad Ar-Ramadhani Al-Jaza-iri -hafizhahullaah-]
-Ahmad Hendrix-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar