Rabu, 22 Maret 2017

[1]- HADITS PERTAMA

HADITS-HADITS SEPUTAR: ILMU, AMAL, & DAKWAH

HADITS PERTAMA

حديث: ((مَنْ طَلَبَ العِلْمَ لِيُجَارِيَ [وفي لفظ: لِيُبَاهِيَ] بِهِ العُلَمَاءَ، أَوْ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ، أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ؛ أَدْخَلَهُ اللهُ النَّارَ))

Hadits: “Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk bergabung (dalam satu lafazh: berbangga) dengannya di hadapan ulama, atau untuk mendebat orang-orang bodoh, atau memalingkan wajah manusia agar mengahadap kepadanya; maka Allah akan memasukkannya ke dalam Neraka.”

TAKRIJ HADITS:

SHAHIH LIGHAIRIHI: Dikeluarkan oleh At-Tirmidzi (no. 2654), dia berkata: telah membawakan hadits kepada kami: Abul Asy’ats Ahmad bin Al-Miqdam Al-‘Ijli Al-Bashri, dia berkata: Telah membawakan hadits kepada kami: Umayyah bin Khalid, dia berkata: telah membawakan hadits kepada kami: Ishaq bin Yahya bin Thalhah, dia berkata: telah membawakan hadits kepada kami: Ibnu Ka’b bin Malik, dari bapaknya, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:…kemudian disebutkan lafazh di atas.

At-Tirmidzi berkata:

“Gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari jalan ini. Dan Ishaq bin Thalhah tidak terlalu kuat menurut mereka, dia dibicarakan dari segi hafalannya.”

Saya berkata: Para perawi lainnya adalah tsiqah termasuk para perawi Shahih [istilah yang digunakan untuk menunjukkan bahwa sebagian perawinya adalah: perawi Al-Bukhari dan sebagian lainnya: perawi Muslim]. Dan hadits ini memilki beberapa “Syahid” (penguat dari jalan Shahabat yang lain) yang menguatkannya:

Syahid Pertama: Dari hadits Ibnu ‘Umar -dan di sinilah terdapat “lafazh lain”-:

Dikeluarkan oleh Ibnu Majah (no. 253), dia berkata: telah membawakan hadits kepada kami: Hisyam bin ‘Ammar, telah membawakan hadits kepada kami: Hammad bin ‘Abdurrahman, telah membawakan hadits kami kepada kami: Abu Karib Al-Azdi, dari Nafi’, darinya (Ibnu ‘Umar), dari Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-, beliau bersabda:…kemudian disebutkan lafazh haditsnya.

Al-Bushiri berkata dalam “Mishbaahuz Zujaajah” (no. 100):

“Ini adalah sanad yang dha’if (lemah), dikarenakan lemahnya Hammad dan Abu Karib.”

Saya berkata: Benar seperti yang dikatakannya, akan tetapi perkataan beliau kurang tepat. Yang tepat adalah: “dikarenakan lemahnya Hammad dan MAJHUL-nya Abu Karib” Wallaahu A’lam.

Syahid Kedua: Dari hadits Jabir bin ‘Abdillah, dan lafazhnya:

((لَا تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ لِتُبَاهُوْا بِهِ الْعُلَمَاءَ، وَلَا لِتُمَارُوْا بِهِ السُّفَهَاءَ، وَلَا تَخَيَّرُوْا بِهِ الْمَجَالِسَ، فَمَنْ فَعَلَ ذٰلِكَ؛ فَالنَّارُ النَّارُ))

“Janganlah kalian mempelajari ilmu untuk berbangga dengannya di hadapan ulama, jangan pula untuk mendebat orang-orang bodoh, dan jangan pula untuk memilih-milih majlis. Barangsiapa yang melakukannya; maka baginya adalah Neraka.”

Dikeluarkan oleh Ibnu Majah (no. 254), Ibnu Hibban (77- cet. Daarul Fikr), Al-Hakim (no. 292 & 293- cet. Daarul Fikr), Ibnu ‘Abdil Barr dalam “Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi Wa Fadhlihi” (no. 1127- cet. Daar Ibnil Jauzi), Al-Kahthib Al-Baghdadi dalam “Kitaab Al-Faqiih Wal Mutafaqqih” (no. 878- cet. Daar Ibnil Jauzi), semuanya dari dua jalan, dari Yahya bin Ayyub, dari Ibnu Juraij, dari Abuz Zubair, darinya (Jabir), bahwa Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:…kemudian disebutkan lafazhnya.

Al-Bushiri berkata dalam “Mishbaahuz Zujaajah” (no. 101):

“Ini sanad yang para perawinya tsiqah sesuai syarat Muslim.”

Syaikh Al-Atsyubi berkata dalam “Syarh Ibnu Majah” (IV/486):

“Benar seperti yang dikatakannya, akan tetapi dalam (sanad)nya terdapat ‘An’anah-nya Ibnu Juraij dan Abuz Zubair, sedangkan keduanya adalah Mudallis.”

Saya berkata: Benar seperti yang dikatakannya, akan tetapi dalam salah satu riwayat Al-Hakim: ada hal yang menunjukkan atas “Tahdiits” (periwayatan secara langsung) Ibnu Juraij dari Abuz Zubair. Wallaahu A’lam.

Syahid Ketiga: Dari hadits Abu Hurairah.

Dikeluarkan oleh Ibnu Majah (no. 260), Ibnu Hibban (78), Al-Khathib (no. 809), dari beberapa jalan, darinya (Abu Hurairah).

Dan hadits ini sebenarnya mempunyai Syahid Keempat dari hadits Hudzaifah, yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah (no. 259), akan tetapi sandanya “Saaqith” (berat ke-dha’if-annya).

Walhasil bahwa hadits di atas adalah “Shahih Ligharihi”, sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Albani -rahimahullaah- dalam “At-Ta’liiqaatul Hisaan” (no. 77).

PENJELASAN HADITS:

Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hanbali -rahimahullaah- berkata dalam “Fadhlu ‘Ilmis Salaf ‘Alal Khalaf” (hlm. 61-62):

“Maka pada zaman yang rusak ini (manusia harus memilih):

(1)- apakah dia ridha agar dirinya menjadi seorang ‘alim (berilmu) menurut Allah,

(2)- ataukah dia tidak ridha kecuali (harus) menjadi ‘alim menurut manusia zaman sekarang.

Kalau dia ridha dengan yang pertama; maka cukuplah dengan pengetahuan Allah tentang dirinya. Dan barangsiapa yang antara dirinya dengan Allah ada pengenalan; maka dia akan mencukupkan diri dengan pengenalan Allah terhadap dirinya.

Dan barangsiapa yang tidak ridha kecuali agar bisa menjadi ‘alim menurut manusia; maka dia masuk ke dalam sabda Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-: “Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk berbangga dengannya di hadapan ulama, atau untuk mendebat orang-orang bodoh, atau memalingkan wajah manusia agar mengahadap kepadanya; maka siapkanlah tempatnya di Neraka.”

Wuhaib bin Al-Ward berkata: Betapa banyak orang ‘alim (berilmu) yang manusia menyebutnya sebagai seorang ‘alim, ternyata menurut Allah: dia tergolong orang bodoh.”

Dan seorang Shahabat yang mulia: ‘Utbah bin Ghazwan -radhiyallaahu ‘anhu- berkata:

وَإِنِّي أَعُوذُ بِاللهِ أَنْ أَكُونَ فِي نَفْسِيْ عَظِيمًا، وَعِنْدَ اللهِ صَغِيرًا

“Dan sungguh, aku berlindung kepada Allah dari (sifat) merasa besar pada diri sendiri, sedangkan di sisi Allah adalah kecil.”

Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2967)

-ditulis oleh: Ahmad Hendrix-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar