JANGAN SAMPAI
MEYAKINI ADA YANG LEBIH BAIK DARI PETUNJUK NABI -shallallaahu ‘alaihi wa
sallam-
[1]- Para ulama menyebutkan bahwa: di antara pembatal
keislaman adalah:
مَنِ
اعْتَقَدَ أَنَّ غَيْرَ هَدْيِ النَّبِيِّ –صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- أَكْمَلُ
مِنْ هَدْيِهِ، أَوْ أَنَّ حُكْمَ غَيْرِهِ أَحْسَنُ مِنْ حُكْمِهِ؛ كَالَّذِيْنَ
يُفَضِّلُوْنَ حُكْمَ الطَّوَاغِيْتِ عَلَى حُكْمِهِ: فَهُوَ كَافِرٌ
“MEYAKINI BAHWA PETUNJUK SELAIN NABI -shallallaahu ‘alaihi
wa sallam- ADALAH LEBIH SEMPURNA DARI PETUNJUK BELIAU, ATAU (MEYAKINI) BAHWA
HUKUM SELAIN BELIAU ADALAH LEBIH BAGUS DARI HUKUM BELIAU; seperti orang yang
lebih mengutamakan hukum Thaghut atas hukum beliau: MAKA (ORANG YANG MEYAKINI
SEMACAM INI) ADALAH KAFIR.”
[Majmuu’atut Tauhiid (hlm. 27)]
[2]- Petunjuk Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- dalam
menasehati penguasa.
Rasulullah
-shallallaahu alaihi wa salam- bersabda:
مَنْ
أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِسُلْطَانٍ بِأَمْرٍ؛ فَلاَ يُبْدِ لَهُ عَلاَنِيَةً،
وَلٰكِنْ لِيَأْخُذْ بِيَدِهِ، فَيَخْلُوَ بِهِ، فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ، وَإِلاَّ؛ كَانَ قَدْ
أَدَّى الَّذِيْ عَلَيْهِ لَهُ
“Barangsiapa
yang ingin menasehati penguasa dengan suatu perkara; maka janganlah dia menampakkannya
dengan terang-terangan. Akan tetapi hendaklah dia mengambil tangannya dan menyendiri
(berdua) dengannya. Apabila penguasa tersebut menerima; maka itulah maksud yang
diinginkan, dan apabila tidak; maka sungguh dia telah melaksanakan kewajibannya.”
[Shahih: HR. Ahmad (no. 15.270- cet. Daarul Hadiits), Ibnu
Abi ‘Ashim dalam “Kitaabus Sunnah” (no. 1096, 1097 & 1098), dan dishahihkan
oleh Imam Al-Albani dalam “Zhilaalul Jannah” (hlm. 477-478- cet. Al-Maktab
Al-Islami)]
[3]- Petunjuk Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- dalam
menghadapi penguasa yang zhalim.
Rasulullah -shallallaahu alaihi wa salam- bersabda:
مَنْ
رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ؛ فَلْيَصْبِرْ، فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ
الْجَمَاعَةَ شِبْرًا، فَمَاتَ، فَمِيْتَةٌ جَاهِلِيَّةٌ
“Barangsiapa melihat sesuatu yang tidak dia sukai dari
pemimpinnya; maka bersabarlah, karena barangsiapa keluar dari jama’ah (kaum
muslimin) satu jengkal saja kemudian dia mati; maka kematiaannya adalah
jahiliyyah.”
[HR. Al-Bukhari (no. 7054) dan Muslim (III/1477)]
Beliau -shallallaahu alaihi wa salam- juga bersabda:
إِنَّـكُمْ
سَتَلْـقَـوْنَ بَعْدِيْ أَثَــرَةً، فَـاصْــبِــرُوْا حَـتَّـى تَـلْـقَـوْنِـيْ
عَـلَى الْـحَــوْضِ
“Nanti
setelahku kalian akan mendapati Atsarah, maka bersabarlah kalian sampai kalian nanti
menemuiku di telaga.”
[HR. Al-Bukhari (no.7057 ) dan
Muslim (no. 1845)]
Yakni: Nanti akan ada para pemimpin kaum muslimin yang
menggunakan harta kaum muslimin seenaknya dan tidak memberikan harta yang
menjadi hak kaum muslimin kepada mereka. Lihat: Syarh Riyaadhish Shaalihiin
(I/280) karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin -rahimahullaah-.
[4]- Imam Ibnu
Qayyim Al-Jauziyyah -rahimahullaah- berkata:
وَلْيَتْرُكِ
التَّعْرِيْجَ عَلَى كُلَّ مَا خَالَفَ طَرِيْقَةَ رَسُوْلِ اللهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ- كَائِنًا مَا كَانَ، فَإِنَّهُ لاَ يُشَكُّ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ -صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- كَانَ عَلَى الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيْم، وَمَنْ شَكَّ فِيْ
هٰذَا؛ فَلَيْسَ بِمُسْلِمٍ
“DAN JANGANLAH CONDONG KEPADA SEGALA YANG MENYELISIHI JALAN
RASULULLAH -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-; APA PUN BENTUKNYA. KARENA TIDAK
DIRAGUKAN LAGI BAHWA BELIAU -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- BERADA DI ATAS
ASH-SHIRATHUL MUSTAQIM (JALAN YANG LURUS). DAN BARANGSIAPA MERAGUKAN HAL INI;
MAKA DIA BUKAN MUSLIM.”
[Ighaatstul Lahfaan (hlm. 216- Mawaaridul Amaan)]
-ditulis oleh: Ahmad Hendrix-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar