HARUSKAH MENDENGARKAN
SYUBHAT???
Allah
-Subhaanahu
Wa Ta’aalaa- berfirman:
الْحَقُّ مِنْ
رَبِّكَ فَلا تَكُنْ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
“Kebenaran itu dari Rabb-mu, karena itu janganlah engkau
termasuk orang yang ragu.” (QS.Ali Imraan: 60)
“Didalam ayat
ini…terdapat sebuah kaidah yang mulia; yaitu: bahwa segala perkara yang telah
tegak dalil-dalil tentang kebenarannya dan seorang hamba merasa pasti
dengannya, baik dalam masalah-masalah aqidah (keyakinan) maupun yang lainnya;
maka kewajiban (hamba) tersebut adalah meyakini bahwa segala yang menentangnya
adalah bathil (tidak benar) dan semua syubhat (kerancuan) yang dipaparkan
kepadanya adalah rusak; sama saja apakah hamba tersebut mampu untuk
memecahkan (syubhat) tersebut atau tidak. Sehingga ketidak mampuannya dalam
menjawab syubhat tersebut; tidaklah merusak ilmunya (yang telah kokoh). Karena
segala yang menyelisihi kebenaran pasti batil,
...فَمَاذَا
بَعْدَ الْحَقِّ إِلا الضَّلالُ...
“…maka tidak ada setelah
kebenaran itu melainkan kesesatan…” (QS. Yunus: 32)
Maka dengan kaidah syar’i ini;
akan terpecahkan dari seseorang banyak kejanggalan yang diberikan oleh para
ahli kalam dan ahli mantiq. Kalau seseorang mampu untuk menemukan jawabannya;
maka itu (bagus tapi) tidak wajib atasnya. Kalau dia tidak mampu (untuk
memecahkannya); maka tugasnya hanyalah menyampaikan kebenaran dan mengajak
(manusia) kepadanya.”
[Taisiirul Kariimir Rahmaan (hlm.
133-cet. Muassasah ar-Risaalah), karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di
-rahimahullaah-]
-diambil dari “Al-Istinbaath (1),
Faedah Kesembilan: Prinsip Yang Tak Tergoyahkan”, karya: Ahmad Hendrix-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar