Jumat, 03 Maret 2017

131- HARUSKAH MENDENGARKAN SYUBHAT???



HARUSKAH MENDENGARKAN SYUBHAT???

Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa- berfirman:

الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُنْ مِنَ الْمُمْتَرِينَ

“Kebenaran itu dari Rabb-mu, karena itu janganlah engkau termasuk orang yang ragu.” (QS.Ali Imraan: 60)

 “Didalam ayat ini…terdapat sebuah kaidah yang mulia; yaitu: bahwa segala perkara yang telah tegak dalil-dalil tentang kebenarannya dan seorang hamba merasa pasti dengannya, baik dalam masalah-masalah aqidah (keyakinan) maupun yang lainnya; maka kewajiban (hamba) tersebut adalah meyakini bahwa segala yang menentangnya adalah bathil (tidak benar) dan semua syubhat (kerancuan) yang dipaparkan kepadanya adalah rusak; sama saja apakah hamba tersebut mampu untuk memecahkan (syubhat) tersebut atau tidak. Sehingga ketidak mampuannya dalam menjawab syubhat tersebut; tidaklah merusak ilmunya (yang telah kokoh). Karena segala yang menyelisihi kebenaran pasti batil,

...فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلا الضَّلالُ...

“…maka tidak ada setelah kebenaran itu melainkan kesesatan…” (QS. Yunus: 32)

Maka dengan kaidah syar’i ini; akan terpecahkan dari seseorang banyak kejanggalan yang diberikan oleh para ahli kalam dan ahli mantiq. Kalau seseorang mampu untuk menemukan jawabannya; maka itu (bagus tapi) tidak wajib atasnya. Kalau dia tidak mampu (untuk memecahkannya); maka tugasnya hanyalah menyampaikan kebenaran dan mengajak (manusia) kepadanya.”

[Taisiirul Kariimir Rahmaan (hlm. 133-cet. Muassasah ar-Risaalah), karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di -rahimahullaah-]

-diambil dari “Al-Istinbaath (1), Faedah Kesembilan: Prinsip Yang Tak Tergoyahkan”, karya: Ahmad Hendrix-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar