Jumat, 03 Maret 2017

146- MERASA BERJASA? KEPADA SIAPA?!



MERASA BERJASA? KEPADA SIAPA?!

Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa- berfirman:

يَمُنُّونَ عَلَيْكَ أَنْ أَسْلَمُوا قُلْ لا تَمُنُّوا عَلَيَّ إِسْلامَكُمْ بَلِ اللَّهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ أَنْ هَدَاكُمْ لِلإيمَانِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

“Mereka merasa berjasa kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: “Janganlah kamu merasa berjasa kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjukkan kamu kepada keimanan, jika kamu orang yang benar”.”  (QS. Al-Hujuraat: 17)

Dalam ayat ini ada dua pembahasan:

PEMBAHASAN PERTAMA: MAKNA AYAT

Dijelaskan oleh sebagian ahli tafsir bahwa ayat ini turun berkaitan dengan sebagian orang-orang arab badui yang datang kepada Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- untuk masuk Islam tanpa di perangi, sehingga mereka berbangga dan merasa berjasa kepada Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-.

[Lihat: “Tafsiir al-Qur’aanil ‘Azhiim” (Tafsir Ibnu Katsir) (VII/390-391- tahqiiq Sami bin Muhammad As-Salamah)]

PEMBAHASAN KEDUA: SIKAP YANG BENAR DALAM BERAMAL

 Yaitu: mengakui bahwa karunia hanya milik Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa-, Dia-lah yang menjadikan seorang hamba bisa berdiri untuk shalat, membuatnya mampu untuk mengerjakannya, dan memberikan taufik kepadanya untuk bisa menegakkan shalat dengan hati dan badannya demi untuk berkhidmat kepada-Nya. Kalau bukan karena Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa-, maka tidak akan terwujud satu pun dari hal-hal tersebut; sebagaimana para Shahabat berkata dihadapan Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-:

وَاللهِ لَوْ لَا اللهُ مَا اهْتَدَيْنَا...وَلَا تَصَدَّقْنَا وَلَا صَلَّيْنَا

Demi Allah, kalau bukan karena Allah; kami tidak akan mendapat petunjuk

tidak juga kami bisa bersedekah dan tidak juga kami bisa shalat

[Lihat: Shahih Al-Bukhari (no. 4106 & 4196) dan Shahiih Muslim (no. 1802 & 1807)]

Allah -Ta’aalaa- berfirman:
يَمُنُّونَ عَلَيْكَ أَنْ أَسْلَمُوا قُلْ لا تَمُنُّوا عَلَيَّ إِسْلامَكُمْ بَلِ اللَّهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ أَنْ هَدَاكُمْ لِلإيمَانِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

“Mereka merasa berjasa kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: Janganlah kamu merasa berjasa kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjukkan kamu kepada keimanan, jika kamu orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat: 17)

Maka Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa-; Dia-lah yang menjadikan seorang agar bisa menjadi muslim dan seorang agar bisa melaksanakan shalat, seperti perkatakan (Nabi Ibrahim) al-Khaliil -‘alaihis salaam- (yang Allah ceritakan dalam Al-Qur’an-pent):

رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ...

“Wahai Rabb kami, jadikanlah kami orang muslim (yang berserah diri) kepada-Mu, dan anak cucu kami (juga) umat islam (yang berserah diri) kepada-Mu…” (QS. Al-Baqarah: 128)

Dan (juga) perkataan beliau (Nabi Ibrahim) (yang Allah ceritakan dalam Al-Qur’an-pent):

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي...

“Wahai Rabb-ku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang melaksanakan shalat…” (QS. Ibrahim: 40)

Allah -Ta’aalaa- berfirman:

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللهِ ...

“Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah,…” (QS. An-Nahl: 53).

Dan Allah berfirman:

...   وَلَكِنَّ اللهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الإيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ

“…Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan, dan menjadikan (iman) itu indah dalam hatimu, serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (QS. Al-Hujurat: 7)

(Pengakuan bahwa semua karunia itu adalah dari Allah); ini termasuk hal terbesar dan paling bermanfaat bagi seorang hamba, semakin besar tauhid seorang hamba; maka semakin sempurna bagiannya dari (pengakuan) ini.

Dan didalamnya terdapat beberapa faedah; di antaranya: bisa menghalangi hati dari sifat ujub (bangga) dan melihat (besar) amalannya. Karena kalau dia menyaksikan bahwa Allah-lah yang memberikan karunia kepadanya, memberinya taufik dan petunjuk; maka hadirnya hal tersebut akan menyibukkan dirinya dari melihat (besar) dan bangga (terhadap amalnya-pent), dan (mencegahnya) untuk meremehkan manusia. Sehingga (sifat ujub) itu bisa terangkat dari hatinya dan hatinya tidak lagi ujub, dan bisa terangkat dari ucapannya; sehingga dia tidak menyebut-nyebutnya dan tidak menyombongkan diri dengan (amalan)nya. Dan inilah ciri amalan yang terangkat (diterima).

Di antara faedahnya adalah: seorang hamba senantiasa menyandarkan pujian kepada pemiliknya dan yang berhak mendapatkannya (yaitu: Allah-pent), sehingga dia tidak merasa dirinya pantas untuk dipuji, bahkan dia yakini bahwa segala pujian hanya milik Allah; sebagaimana dia meyakini bahwa segala nikmat adalah milik Allah, semua karunia adalah milik-Nya dan segala kebaikan berada di kedua tangan-Nya, dan ini termasuk kesempurnaan tauhid. Maka pijakan tauhidnya tidak akan menetap kecuali dengan ilmu dan persaksian ini. Jika dia sudah berilmu tentangnya dan kokoh ilmunya; maka hal itu akan menjadi sebuah hal yang tetap baginya. Dan apabila di dalam hatinya sudah terdapat hal ini; maka akan membuahkan kecintaan, senang dengan (kedekatan kepada) Allah, rindu untuk bertemu dengan-Nya dan merasa nikmat dengan berdzikir (mengingat)-Nya dan taat kepada-Nya; yang (kenikmatan semacam ini) tidak akan tertandingi -sama sekali- dengan kenikmatan dunia yang tertinggi sekalipun.

Seseorang tidak memiliki kebaikan sama sekali di kehidupan dunia ini; jika hatinya terhalang dari hal ini dan jika jalan menuju kesana terhalangi. Bahkan perkaranya adalah seperti yang Allah -Ta’aalaa- firmankan:

ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الأمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ

“Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong) mereka, kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatannya).” (QS. Al-Hijr: 3).

[“Risaalah Ibnil Qayyim Ilaa Ahadi Ikhwaanihi” (hlm. 46-49) karya Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah -rahimahullaah-]

-diambil dari Al-Istinbaath (2), Faedah Ke-26: Merasa Berjasa? Kepada Siapa?!, karya: Ahmad Hendrix-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar