PENUNTUT ILMU JANGAN MASUK POLITIK!
Syaikh Ibrahim bin ‘Amir Ar-Ruhaili -rahimahullaah- berkata:
“Saya tidak menasehatkan para penuntut ilmu untuk masuk ke
partai politik, karena tidak ada seorang pun yang memasukinya kemudian bisa
keluar dengan selamat. Setiap yang masuk ke dalamnya maka LENYAP. Ini sudah
ma’ruf dalam realitanya.
Kalau zaman dahulu dikatakan tentang ilmu filsafat: telah
masuk ke dalamanya kemudian tidak bisa keluar darinya; demikian juga politik.
Pada kesempatan semacam ini Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata bahwa banyak
kelompok telah menentang syari’at, beliau sebutkan di antaranya adalah: ahli
filsafat dan para umara’. Maka lihatlah kepada perbandingan ini; antara ahli filsafat
dan para umara’:
- orang yang masuk ke filsafat: tidak mampu untuk keluar
darinya, dan
- orang yang masuk ke politik: tidak mampu untuk keluar
darinya.
TIDAK ADA YANG LEBIH UTAMA UNTUK KEDUDUKAN PENUNTUT ILMU
DIBANDINGKAN: MENGAJARI MANUSIA DI MASJID SAMPAI BERTEMU ALLAH SEDANG DIA DALAM
KEADAAN SEPERTI INI.
Jabatan (ilmu) ini tidak mungkin untuk dilengserkan…tidak
mungkin seorang ulama dilengserkan (dari ilmunya). Walaupun dia berada di atas
gunung; maka dia akan menyebarkan ilmunya sehingga manusia pun mengambil
manfaat darinya.
Adapun menteri; maka bisa dilengserkan …pemimpin juga bisa
dilengserkan …bahkan para raja pun bisa dilengserkan. Adapun ulama; maka tidak
akan dilengserkan. Dan kita memiliki kabar gembira dari hadits Nabi
-shallallaahu ‘alaihi wa sallam-:
إِنَّ
اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ العِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ العِبَادِ، وَلَكِنْ
يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ العُلَمَاءِ
“Sungguh, Allah tidak akan mencabut ilmu dari (dada )para
hamba, akan tetapi Allah akan mencabut ilmu dangan mewafatkan para ulama.”
Dan sepanjang sejarah orang-orang yang diberikan taufiq;
siapakah mereka: mereka adalah orang-orang yang senantiasa fokus memberikan
pengajaran, menasehati manusia, dan mengarahkan manusia. (Seperti) Imam Ahmad;
tatkala terjadi kemenangan (untuk Ahlus Sunnah), dan beliau dimuliakan oleh
Al-Mutawakkil; dan -ada yang mengatakan-: dia berniat untuk membangun istana
untuk Imam Ahmad di sisi Khalifah; maka ini kemenangan besar untuk Ahlus
Sunnah; maka ini kemenangan besar. Dimana Imam Ahmad punya istana di samping
khalifah, sehingga bisa senantiasa menasehatinya, maka ini kebaikan.
Bagaimanakah sikap Imam Ahmad: beliau menolaknya.
Beliau mengetahui bahwa: ketika beliau punya istana di
samping khalifah; maka akan datang waktunya muncul suatu perkara yang beliau
nanti berselisih dengan khalifah, atau sebaliknya: beliau melakukan Mudaahanah;
maka beliau sudah mengetahui ini dari awal.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar