BELA NEGARA ATAU
BELA AGAMA???
[1]- Dari Abu Musa -radhiyallaahu ‘anhu-, dia berkata:
seorang laki-laki mendatangi Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- dan
berkata: Seorang yang berperang dikarenakan ghaniimah (rampasan perang),
seorang yang berperang untuk disebut (dikenal), seorang yang berperang karena
ingin terlihat kedudukannya (dalam suatu riwayat: berperang karena keberanian,
berperang karena membela kelompok (keluarga atau teman-pent), berperang karena
riyaa’ (pamer), dalam riwayat lain: berperang karena marah); maka siapakah yang
berperang fii sabiilillaah (di jalan Allah)?
Beliau bersabda:
مَنْ
قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ
“Barangsiapa yang berperang agar kalimat Allah yang paling
tinggi; itulah yang fii sabiilillaah (di jalan Allah).”
[Muttafaqun ‘Alaihi: HR. Al-Bukhari (123, 2810, 3126, &
7458) dan Muslim (no. 1904)]
[2]- Makna “Kalimat Allah” adalah: Dakwah Allah mengajak
kepada Islam
[Lihat: “Fat-hul Baari” (VI/36- cet. Daarus Salaam)]
[3]- Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utaimin -rahimahullaah-
berkata:
“Berjihad melawan musuh-musuh Allah adalah: agar kalimat
Allah lah yang paling tinggi, dan bukan hanya murni untuk membela Negara.
Karena perbuatan murni bela Negara: bisa dilakukan oleh orang mukmin maupun
kafir. Orang-orang kafir, mereka tentunya akan membela negara-negara mereka.
Akan tetapi muslim adalah membela agama Allah, sehingga ketika dia membela
Negara; bukanlah karena itu adalah negaranya. Akan tetapi dia membelanya
dikarenakan itu adalah Negara Islam; sehingga dia membela Negara untuk menjaga
Islam yang ada di Negara ini.
Oleh karena itulah, dalam kondisi semacam ini -yang kita
hidup di dalamnya-: wajib atas kita untuk mengingatkan seluruh orang-orang awam
bahwa “Dakwah mengajak kepada kemerdekaan Negara” dan yang semisalnya: adalah
Dakwah yang tidak sesuai, dan yang wajib adalah mewarnai manusia dengan warna
agama. Sehingga yang dikatakan adalah: Kita membela agama kita sebelum yang
lainnya, kemudian dikarenakan Negara kita adalah Negara agama (Islam); dan
sebuah Negara Islam membutuhkan kepada penjagaan dan pembelaan; maka kita harus
bela Negara dengan niat ini.
Adapun membela dengan niatan kenegaraan atau kesukuan; maka
ini bisa dilakukan oleh orang mukmin maupun orang kafir, dan hal ini tidak akan
bermanfaat bagi pelakunya pada Hari Kiamat. Kalau pun dia terbunuh karena
melakukan pembelaan dengan niat ini; maka dia bukanlah syahid. Karena sungguh,
Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- ketika ditanya tentang seseorang
yang berperang dikarenakan membela kelompok (keluarga atau teman-pent),
berperang karena keberanian, dan berperang karena ingin terlihat kedudukannya:
mana yang fii sabiilillaah (di jalan Allah)? Beliau menjawab:
مَنْ
قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ
“Barangsiapa yang berperang agar kalimat Allah yang paling
tinggi; itulah yang fii sabiilillaah (di jalan Allah).”
Perhatikanlah kepada ikatan ini: “Barangsiapa yang berperang
agar kalimat Allah yang paling tinggi”; bukan karena Negaranya. Kalau engkau
berperang dikarenakan Negaramu; maka (niat)mu dan orang kafir adalah sama. Akan
tetapi berperanglah agar kalimat Allah lah yang paling tinggi, yang mana
kalimat tersebut terwujud di Negaramu, karena Negaramu adalah Negara Islam.
Maka dalam keadaan ini: barulah perangnya fii sabiilillaah (di jalan Allah).”
[“Syarh Riyaadhish Shaalihiin” (I/33-34)]
-ditulis oleh: Ahmad Hendrix-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar