Minggu, 02 April 2017

MUQADDIMAH FAEDAH SURAT YUSUF

FAWAA-ID SURAT YUSUF (MUQADDIMAH)

 “Allah -Ta’aala- berfirman:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Qur’an berbahasa Arab, agar kamu mengerti.”  (QS. Yusuf: 2)

Maka, Allah menurunkannya dengan bahasa (Arab): agar kita mengerti dan berusaha untuk memahami. Allah memerintahkan kita untuk men-tadabburinya, memikirkannya, dan ber-“istinbaath” (mengambil hukum) dari ilmu-ilmunya. Dan hal itu dikarenakan di dalam pentadabburan terhadap Al-Qur’an terdapat: kunci untuk segala kebaikan dan penghasil keilmuan serta rahasia (berbagai persoalan).

Maka, segala puji, syukur dan sanjungan bagi Allah; yang telah menjadikan kitab-Nya sebagai petunjuk, obat, rahmat, cahaya, “Tabshirah” dan “Tadzkirah” (penambah dan pengingat ilmu), berkah, serta petunjuk dan rahmat bagi kaum muslimin.

Jika hal ini telah diketahui; maka (dari sini kita pun) mengetahui: kebutuhan setiap hamba untuk mengenal makna-makna Al-Qur’an dan mengambil petunjuk dari (makna-makna) tersebut.”

[“Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hlm. 29 -cet. Muassasah ar-Risaalah)]

“Maka sungguh, kisah Yusuf -‘alaihis salaam- merupakan contoh satu-satunya dalam kisah-kisah Al-Qur’an; karena (kisahnya) telah dicakup dalam satu Surat secara utuh, berbeda dengan kisah-kisah “haqq” (kebenaran) yang lainnya; yang tersebar dalam berbagai Surat…

Oleh karena itulah; maka selayaknya kita berhenti sejenak untuk mentadabburi Surat Yusuf -‘alaihis salaam-; agar kita mengambil faedah yang ada di dalamnya, berupa: pelajaran dan nasehat yang bisa memperbaiki rencana, pengaturan dan pelaksanaan untuk berbagai kalangan, dan juga mendorong kepada akhlak, ilmu dan amalan; dengan segenap kemampuan.”

[“It-haaful Ilf Bi Dzikril Fawaa-id al-Alf Wan Nayf Min Suurati Yuusuf ‘Alaihis Salaam” (I/5-6), karya Syaikh Muhammad Musa Alu Nashr dan Syaikh Salim bin ‘Id Al-Hilali -hafizhahumallaah-]

Maka, disini kita akan “menyebutkan sedikit dari pelajaran dan faedah yang terkandung dalam kisah (Nabi Yusuf -‘alaihis salaam-) yang agung, yang Allah firmankan di awalnya:

نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ...

“Kami menceritakan kepadamu (Muhammad) kisah yang paling baik  …” (QS. Yusuf: 3)

Allah juga berfirman:

لَقَدْ كَانَ فِي يُوسُفَ وَإِخْوَتِهِ آيَاتٌ لِلسَّائِلِينَ

“Sungguh, dalam (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang bertanya.” (QS. Yusuf: 7)

Dan Allah berfirman di akhirnya:

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لأولِي الألْبَابِ...

“Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal…” (QS. Yusuf: 111).”

[“Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hlm. 407 -cet. Muassasah ar-Risaalah)]

Jadi, maksud dari kisah Nabi Yusuf ini -dan juga kisah para nabi yang lainnya-: bukanlah hanya untuk dongeng semata; akan tetapi agar kita bisa mengambil pelajaran darinya.

Dan kita tidak akan bisa mengambil pengajaran; kecuali jika kita membandingkan keadaan-keadaan yang semisal dengan mereka -yang ada di kehidupan kita- dengan keadaan-keadaan mereka.

[Lihat: “Al-Qawaa-‘idul Hisaan” (hlm. 80-81), karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di dan “Manzhuumah Ushuulil Fiq-hi Wa Qawaa’idihi”, syarh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin -rahimahumallaah-]

-ditulis oleh: Ahmad Hendrix-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar