Minggu, 02 April 2017

FAEDAH KE-10, KE-11, & KE-12

FAWAA-ID SURAT YUSUF (5)

وَكَذَلِكَ يَجْتَبِيكَ رَبُّكَ وَيُعَلِّمُكَ مِنْ تَأْوِيلِ الأحَادِيثِ وَيُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَعَلَى آلِ يَعْقُوبَ كَمَا أَتَمَّهَا عَلَى أَبَوَيْكَ مِنْ قَبْلُ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبَّكَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Dan demikianlah, Rabb-mu memilih engkau (untuk menjadi Nabi) dan mengajarkan kepadamu sebagian dari ta’bir mimpi dan menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Ya’qub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada kedua orang kakekmu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishaq. Sungguh, Rabb-mu Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS. Yusuf: 6)

 [10]- Ta’bir mimpi adalah sebuah ilmu yang memiliki prinsip-prinsip tertentu.

“Dan secara umum…permisalan-permisalan yang terdapat dalam Al-Qur’an; semuanya adalah prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah bagi ilmu Ta’bir -bagi orang yang bagus dalam berdalil dengan (permisalan-permisalan) tersebut-. Demikian juga orang yang memahami Al-Qur’an; maka sungguh, dia akan bisa melakukan Ta’bir mimpi dengan sebaik-baiknya.

Prinsip-prinsip Ta’bir yang benar hanyalah diambil dari cahaya Al-Qur’an. Maka:

- (Mimpi) kapal: dita’birkan dengan keselamatan; berdasarkan firman Allah -Ta’aalaa-:

فَأَنْجَيْنَاهُ وَأَصْحَابَ السَّفِينَةِ...

“Maka Kami selamatkan Nuh dan orang-orang yang ada di kapal itu…” (QS. Al-‘Ankabut: 15)

Dan kapal: juga (bisa) dita’birkan dengan perdagangan.

- (Mimpi) kayu: (dita’birkan) dengan orang-orang munafik.

- (Mimpi) batu: (dita’birkan) dengan kerasnya hati.

- (Mimpi) telur: (dita’birkan) dengan wanita.

- (Mimpi) pakaian: juga (dita’birkan) dengan wanita.

- (Mimpi) minum air: (dita’birkan) dengan fitnah/ujian.

- (Mimpi) makan daging seseorang: (dita’birkan) dengan meng-ghibah-nya.

- (Mimpi) kunci-kunci: (dita’birkan) dengan usaha, perbendaharaan dan harta benda.

- (Mimpi) kemenangan: terkadang dita’birkan dengan do’a dan terkadang dengan pertolongan.

- Seorang yang (mimpi) melihat dirinya berada di suatu tempat yang tidak biasanya dia memasukinya: dita’birkan dengan kehinaan dan kerusakan penghuninya.

- (Mimpi) tali: dita’birkan dengan perjanjian, kebenaran dan bantuan.

- (Mimpi) mengantuk: terkadang dita’birkan dengan keamanan.

- (Mimpi) mengambil sayur mayur, bawang merah, bawang putih, dan kacang adas: dita’birkan dengan orang mengambil sesuatu yang buruk sebagai ganti dari sesuatu yang baik; berupa: harta, rizqi, ilmu, istri, atau tempat tinggal,

- (Mimpi) sakit: (dita’birkan) dengan kemunafikan, keraguan dan riya’.

- (Mimpi) anak kecil yang masih menyusu: (dita’birkan) dengan musuh; berdasarkan firman Allah -Ta’aalaa-:

فَالْتَقَطَهُ آلُ فِرْعَوْنَ لِيَكُونَ لَهُمْ عَدُوًّا وَحَزَنًا...

“Maka (bayi) itu dipungut oleh keluarga Fira’un agar (kelak) dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka…” (QS. Al-Qashaah: 8)

- (Mimpi) nikah: (dita’birkan) dengan wanita.

- (Mimpi) abu: (dita’birkan) dengan amalan yang bathil; berdasarkan firman Allah -Ta’aalaa-:

مَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ أَعْمَالُهُمْ كَرَمَادٍ اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ...

“Orang-orang yang kafir kepada Rabb-nya; amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras…” (QS. Ibrahim: 18).

- (Mimpi) cahaya: (dita’birkan) dengan petunjuk.

- (Mimpi) kegelapan: (dita’birkan) dengan kesesatan.”

[“I’laamul Muwaqqi’iin” (hlm. 131- cet. Daar Thayyibah)]

[11]- Kesempurnaan nikmat adalah suatu perkara yang melebihi asal nikmat itu sendiri.

Dalam ayat di atas Allah -Ta’aalaa- berfirman:

...وَيُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَعَلَى آلِ يَعْقُوبَ كَمَا أَتَمَّهَا عَلَى أَبَوَيْكَ مِنْ قَبْلُ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ...

“…dan menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Ya’qub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada kedua orang kakekmu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishaq...” (QS. Yusuf: 6)

Maka bagi para nabi; kesempurnaan nikmat bagi mereka adalah: dengan menyampaikan risalah (tugas kerasulan) yang mereka ditugaskan untuknya.

Adapun bagi selain nabi; maka kesempurnaan nikmatnya adalah disesuaikan dengan diri masing-masing.

[Lihat: “It-haaful Ilf” (I/92)]

Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaili -hafizhahullaah- berkata -dalam sebagian ceramahnya-:

“Demi Allah -Yang tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi selain Dia-, sungguh, aku tidak mengetahui -pada hari  ini, di dunia ini- sesuatu yang lebih mulia bagi seorang hamba dibandingkan: Allah menjadikan kemenangan Dakwah Salaf melalui kedua tangannya.”

[12]- Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah yang dengannya Allah menutup sebuah ayat; adalah mempunyai kaitan dengan konteks ayat dan hal-hal yang disebutkan sebelumnya.

Maka, di sini Allah -Ta’aalaa- berfirman:

...إِنَّ رَبَّكَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“…Sungguh, Rabb-mu Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS. Yusuf: 6)

Yakni:

- Allah “Maha Mengetahui” jiwa-jiwa yang tepat untuk menerima keutamaan-keutamaan yang Dia berikan ini.

Dan:

- Allah “Maha Bijaksana”, dengan hikmah-Nya; Dia meletakkan nikmat-nikmat-Nya pada tempat-tempat yang sesuai.

[Lihat: “It-haaful Ilf” (I/93)]

Allah -Ta’aalaa- berfirman:

... اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ...

“…Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan risalah (tugas kerasulan)-Nya…” (QS. Al-An’aam: 124)

“Maka, barangsiapa yang Allah mengetahuinya pantas untuk menerima risalah (tugas kerasulan) dan mengembannya, serta bersifat dengan segala akhlak yang mulia dan terbebas dari segala akhlak yang tercela; maka Allah akan memberikan risalah kepadanya sesuai dengan tuntutan hikmah-Nya…

Dan barangsiapa yang tidak demikian; maka Allah tidak akan meletakkan pemberian-Nya yang paling utama kepada orang yang tidak pantas untuk mendapatkannya.”

[“Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hlm. 272- cet. Muassasah ar-Risaalah)]

Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- juga telah mengisyaratkan tentang orang yang pantas untuk mendapatkan hikmah, ilmu dan pemahaman, beliau bersabda:

أَتَاكُمْ أَهْلُ الْيَمَنِ، هُمْ أَلْيَنُ قُلُوبًا وَأَرَقُّ أَفْئِدَةً، اَلإِيْـمَانُ يَـمَانٍ، وَالْـحِكْمَةُ يَـمَانِيَّةٌ

“Telah datang penduduk Yaman; mereka adalah yang paling lunak dan paling lembut hatinya. Fiqih (pemahaman) adalah Yaman dan Hikmah juga Yaman.”

[Muttafaqun ‘Alaihi: HR. Al-Bukhari (no. 4388, 4389 & 4390) dan Muslim (no. 52), dari Abu Hurairah -radhiyallaahu ‘anhu-]

“JIKA HATI ITU LEMBUT; MAKA AKAN MEMUDAHKAN PERKATAAN UNTUK MASUK KE DALAMNYA. DAN JIKA (HATI ITU) KERAS; MAKA AKAN SUSAH BAGI PERKATAAN UNTUK MASUK KE DALAM. DAN JIKA HATI ITU LUNAK; MAKA SEGALA (ILMU) YANG MENGENAINYA AKAN MELEKAT PADANYA.”

[“Fat-hul Baarii” (VII/702- cet. Daar ar-Rayyaan lit Turaats)]

Maka dari sini kita mengetahui: Mengapa ilmu susah sekali untuk masuk ke dalam hati kita, dan kalau pun masuk; maka sulit sekali untuk melekat padanya.

Allaahul Musta’aan.

TAMBAHAN:

Dalam menuntut ilmu: dibutuhkan dua hal yang sangat pokok; yaitu: PEMAHAMAN YANG BENAR dan NIAT YANG BAIK.

“Pemahaman yang benar dan niat yang baik termasuk nikmat Allah terbesar yang Allah berikan kepada hamba-Nya.

- Bahkan, tidaklah seorang hamba diberikan pemberian -setelah Islam- yang lebih besar dan lebih mulia dibandingkan keduanya.

- Bahkan, keduanya merupakan dua tonggak Islam dan Islam tegak berdiri di atas keduanya.

- Dengan keduanya maka hamba akan terbebas dari jalannya “orang-orang yang dimurkai” -yang telah rusak niat mereka- dan juga (terbebas) dari jalannya “orang-orang yang sesat” -yang telah rusak pemahaman mereka-.

- Dan (dengan keduanya hamba) termasuk “orang-orang yang diberi nikmat” yang bagus pemahaman dan niat mereka. Dan merekalah yang berada di atas Ash-Shiratul Mustaqim (jalan yang lurus); yang Allah perintahkan kepada kita agar kita meminta -pada setiap shalat- agar Dia menunjukki kita kepada jalan mereka.

Dan:

(1) BENARNYA PEMAHAMAN adalah: cahaya yang Allah berikan kepada hati seorang hamba; yang dengannya dia bisa membedakan antara yang bagus dan yang rusak, antara kebenaran dan kebathilan, antara petunjuk dan kesesatan, antara penyimpangan dan kelurusan.

(2) Dan (benarnya pemahaman) tersebut akan dibantu oleh NIAT YANG BAIK, mencari kebenaran, ketaqwaan kepada Allah -baik dalam kesendirian maupun terang-terangan-, yang akan memotong keinginan untuk: mengikuti keinginan (hawa nafsu), lebih mengutamakan dunia, mencari pujian makhluk dan meninggalkan ketaqwaan.”

[“I’laamul Muwaqqi’iin” (I/164-165- cet. III), karya Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah -rahimahullaah-]

-ditulis oleh: Ahmad Hendrix-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar