Minggu, 02 April 2017

FAEDAH KE-26

Faedah Ke-26

MENJAUHI SUMBER FITNAH

[1]- Allah -Ta’aalaa- berfirman:

وَاسْتَبَقَا الْبَابَ وَقَدَّتْ قَمِيصَهُ مِنْ دُبُرٍ وَأَلْفَيَا سَيِّدَهَا لَدَى الْبَابِ قَالَتْ مَا جَزَاءُ مَنْ أَرَادَ بِأَهْلِكَ سُوءًا إِلا أَنْ يُسْجَنَ أَوْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

 “Dan keduanya berlomba menuju pintu dan perempuan itu menarik baju gamisnya (Yusuf) dari belakang hingga koyak, dan keduanya mendapati suami perempuan itu di depan pintu. Dia (perempuan itu) berkata: “Apakah balasan terhadap orang yang bermaksud buruk terhadap istrimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan siksa yang pedih?” (QS. Yusuf: 25)

[2]- Kita harus menjauhi sumber fitnah (ujian yang bisa mengantarkan kepada keburukan).

“Seorang hamba yang melihat tempat yang berisi fitnah dan sebab-sebab kemaksiatan; maka hendaknya dia lari dan kabur dengan segenap kemampuan dia; agar bisa meloloskan diri dari kemaksiatan. Karena Yusuf ‘alaihis salaam -tatkala digoda perempuan yang dia (Yusuf) tinggal di rumahnya-; maka beliau lari menuju pintu untuk menyelamatkan diri dari kejelekan perempuan itu.”

[“Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hlm. 409- cet. Muassasah Ar-Risaalah)]

[3]- Hal serupa juga dilakukan oleh Ka’b bin Malik -radhiyallaahu ‘anhu-, ketika beliau diboikot oleh Rasul dan para Shahabatnya karena tidak mengikuti perang Tabuk tanpa udzur, dan -dalam keadaan semacam ini- beliau mendapat surat dari Raja Ghossan untuk bergabung dengannya. Maka beliau pun membakar surat tersebut dan mengatakan: “Ini juga termasuk balaa’ (musibah).”

[Muttafaqun ‘Alaihi: HR. Al-Bukhari (no. 4418) dan Muslim (no. 2769)]

“Maka jika seseorang melihat fitnah atau takut akan fitnah; hendaknya dia menghilangkan hal yang menjadi sebab fitnah menimpa dirinya.

Karena Ka’b, tatkala khawatir kalau dirinya nanti condong kepada Raja tersebut dan nantinya surat itu dijadikan perjanjian; maka beliau pun membakarnya.”

[“Syarh Riyaadhish Shaalihiin” (I/149) karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin -rahimahullaah-]

[4]- Terutama bagi hati yang sedang sakit; maka lebih ditekankan lagi untuk menjauhi tempat-tempat fitnah -baik fitnah syubhat (kerancuan dalam agama), maupun fitnah syahwat (kerusakan dalam amalan)-.

“(Ibarat) badan yang sakit yang akan terlukai dengan sesuatu yang tidak melukai badan yang sehat -berupa sedikit cuaca panas atau dingin, sedikit gerakan, dan semisalnya; maka demikian juga HATI YANG SAKIT: bisa terlukai dengan sedikit syubhat atau syahwat; dimana dia tidak kuat untuk menolaknya jika keduanya (syubhat dan syahwat) datang menghampirinya. Adapun hati yang sehat dan kuat; walaupun terkena yang lebih dari itu: maka akan bisa menolaknya dengan kekuatan dan kesehatannya.”

[“Ighaatsatul Lahfaan” (hlm. 49- Mawaaridul Amaan), karya Imam Ibnul Qayyim -rahimahullaah-]

“MAKA WAJIB ATAS SEORANG MUSLIM UNTUK MENGUATKAN ‘AQIDAH-NYA DAN MEMAHAMI TAUHIDULLAAH; AGAR PONDASINYA MENJADI KOKOH & KUAT; (SEHINGGA) TIDAK AKAN TERPENGARUH/BERUBAH DENGAN ADANYA COBAAN DAN TIDAK TERGOYAHKAN DENGAN ADANYA MUSIBAH DAN FITNAH."

[“Mawaaridul Amaan Al-Muntaqaa Min Ighaatsatul Lahfaan” (hlm. 49), karya Syaikh ‘Ali bin Hasan Al-Halabi -hafizhahullaah-]

[5]- CATATAN:

- Hati Yang Sehat adalah: hati yang selamat dari setiap syahwat yang menyelisihi perintah Allah dan larangan-Nya, serta selamat dari syubhat yang bertentangan dengan kabar dari Allah (sehingga meyakini sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran).

- Hati Yang Sakit adalah: hati yang padanya ada kehidupan sekaligus terdapat penyakit: terkadang sadar untuk berbuat ta’at, namun terkadang lalai. Apabila ada tarikan kuat untuk berbuat keta’atan; maka dia pun  mengerjakan keta’atan, namun jika ada dorongan kuat untuk berbuat maksiat; maka dia pun kembali berbuat kemaksiatan. Terkadang berada dalam kebenaran, dan terkadang larut dalam kemaksiatan, tergantung mana yang lebih kuat.

[Lihat: Manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Dalam Tazkiyatun Nufus (hlm. 40 & 49), karya Fadhilatul Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas -hafizhahullaah-]

-ditulis oleh: Ahmad Hendrix-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar