Minggu, 02 April 2017

FAEDAH KE-23

Faedah ke-23

DORONGAN IMAN DAN AKAL SEHAT

[1]- Selain pendorong agama; anggapan jelek terhadap suatu dosa juga bisa menjadi pendorong untuk meninggalkannya.

[2]- Allah -Ta’aalaa- berfirman:

وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَنْ نَفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الأبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ إِنَّهُ لا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ

“Dan perempuan yang dia (Yusuf) tinggal di rumahnya menggoda dirinya. Dan dia menutup pintu-pintu, lalu berkata: “Marilah mendekat kepadaku.” Yusuf berkata: “Aku berlindung kepada Allah, SUNGGUH TUANKU TELAH MEMPERLAKUKAN AKU DENGAN BAIK.” Sesungguhnya orang yang zhalim itu tidak  akan beruntung.” (QS. Yusuf: 23)

[3]- “Intinya: bahwa yang menghalanginya (Yusuf) untuk melakukan perbuatan (jelek) tersebut adalah: ketaqwaan kepada Allah, penjagaan terhadap hak tuannya yang telah memuliakannya, dan penjagaan terhadap dirinya dari perbuatan zhalim yang tidak akan beruntung orang yang melakukannya (kezhaliman).”

[“Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hlm. 395- cet. Muassasah ar-Risaalah)]

[4]- Oleh karena itulah; ketika hawa nafsu menginginkan untuk berbuat keburukan dan kejelekan; -selain menggunakan kekuatan iman-; maka seorang hamba juga harus senantiasa menggunakan akal sehatnya. Karena: “dia (akal) lah yang bisa merasakan segala kesudahan (atas kemaksiatan-pent), dia bisa memperhatikannya untuk kemudian bisa memilih yang bermanfaat, sehingga dia bisa melawan hawa nafsu dan mengalahkan bala tentaranya, dia (akal) juga akan membantu kesabaran sehingga bisa mengalahkan-nya (hawa nafsu) -padahal sebelumnya kesabaran tertawan olehnya-, dia bisa menguatkan semangat -sehingga tegak di atas tonggaknya-, dan dia juga bisa menguatkan keinginan (baik); sampai mendapatkan taufik dari Allah. Maka akal akan mendatangkan hal-hal yang terpuji dan mengusir hal-hal yang tercela.”

[“Raudhatul Muhibbiin Wa Nuz-hatul Musytaaqiin” (I/12)]

[5]- Dan realita yang ada -pada orang yang tergila-gila pada wanita yang tidak halal baginya- adalah: layaknya orang yang telah kehilangan akal sehatnya; dimana seolah sudah hilang rasa malunya, tidak memperdulikan pandangan manusia dan omongan -bahkan nasehat- mereka, tidak malu kepada keluarga si wanita -bahkan kepada suaminya; jika wanita itu telah bersuami-; hanya demi melampiaskan hawa nafsu dan cintanya.

Oleh karena itulah; dalam kitabnya: “Raudhatul Muhibbiin Wa Nuz-hatul Musytaaqiin” (Taman Para Pecinta Dan Tamasya Para Perindu); yang -secara umum- membahas tentang cinta dan jatuh cinta; maka termasuk yang pertama kali dibahas oleh Imam Ibnul Qayyim -rahimahullaah- adalah tentang keutamaan akal (sehat) [Lihat: hlm. 10 s/d 19, dari jilid pertama (cet. Daar ‘Aalam Al-Fawaa-id)]. Bahkan -pada hlm. 19- beliau menjelaskan tujuan beliau menulis kitab tersebut:

“Oleh karena itulah kami membuat kitab ini sebagai bentuk IKATAN PERDAMAIAN ANTARA HAWA NAFSU DENGAN AKAL (SEHAT). (Karena) dengan sempurnanya ikatan perdamaian antara keduanya; maka akan mudah bagi seorang hamba untuk memerangi jiwa (yang jelek) dan syaithan. Allaahul Musta’aan Wa ‘Alaihit Tuklaan (Allah-lah Yang Dimintai pertolongan dan hanya kepada-Nya-lah (kita) bertawakkal).”

Wallaahu A’lam.

-ditulis oleh: Ahmad Hendrix-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar