Minggu, 02 April 2017

FAEDAH KE-13, KE-14, & KE-15

FAWAA-ID SURAT YUSUF (6)

لَقَدْ كَانَ فِي يُوسُفَ وَإِخْوَتِهِ آيَاتٌ لِلسَّائِلِينَ

“Sungguh dalam (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang bertanya.” (QS. Yusuf: 7)

[13]- Orang-orang yang bertanya; merekalah yang mengambil manfaat dari ayat-ayat dan pelajaran. Adapun orang-orang yang berpaling; maka mereka tidak akan mengambil manfaat dari ayat-ayat, kisah-kisah maupun bukti-bukti keterangan yang dibawakan kepada mereka.

Orang-orang yang tidak bertanya tentang apa yang mereka bodoh darinya, dan tidak berusaha untuk mengetahui hal-hal yang harus mereka ketahui; maka mereka adalah orang-orang malas yang tidak akan mengambil pelajaran dari apa yang mereka dengar -berupa ayat-ayat maupun kejadian-kejadian-.

[Lihat: “It-haaful Ilf” (I/100-101)]

“Maka, diantara manusia ada yang terhalang dari ilmu dikarenakan tidak bagus dalam bertanya:

- baik karena tidak bertanya sama sekali;

- maupun karena bertanya tentang sesuatu; padahal ada hal lain yang lebih penting; seperti orang yang menanyakan tentang ilmu-ilmu yang tidak berfaedah -yang dia tidak rugi kalau tidak mengetahuinya-; akan tetapi dia meninggalkan sesuatu yang harus dia ketahui. Dan ini adalah keadaan banyak dari para pelajar yang bodoh.

Dan di antara manusia ada juga yang terhalang dari ilmu karena dia tidak bisa diam; sehingga dia lebih suka untuk berbicara dan berdebat dibandingkan diam. Dan ini adalah penyakit tersembunyi yang ada pada kebanyakan penuntut ilmu, sehingga menghalangi mereka dari ilmu yang banyak -walaupun bagus pemahaman mereka-.”

[“Miftaah Daaris Sa’aadah” (I/508- tahqiiq Syaikh ‘Ali Al-Halabi)]

[14]- Tugas seorang muslim yang membaca Al-Qur’an adalah untuk mencari pelajaran dari kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Qur’an.

[Lihat: “It-haaful Ilf” (I/98)]

“Dan di antara ilmu Al-Qur’an adalah: (penejalasan tentang) sifat-sifat para rasul, keadaan-keadaan mereka, dan apa yang terjadi pada mereka bersama orang-orang yang membela maupun menyelisihi mereka, serta sifat-sifat mulia yang ada pada diri mereka.

Kalau seorang (muslim) melewati (membaca/mendengarkan) ayat-ayat tentang ini; maka dia akan mengetahui sifat-sifat (para rasul) tersebut; sehingga bertambah pengenalan dan kecintaannya kepada mereka, dan dia akan mengetahui akhlak-akhlak dan amalan-amalan mereka -khusunya: imam dan penghulu mereka; yaitu: Nabi Muhammad -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-; sehingga dia bisa meneladani akhlak dan amalan mereka -semampu dia-, dan dia menjadi faham bahwa kesempurnaan keimanan kepada mereka (para rasul) hanya didapatkan dengan pengenalan yang sempurna terhadap keadaan-keadaan mereka, dan dengan mencintai serta “Ittibaa”; (mengikuti) mereka. Dan di dalam Al-Qur’an terdapat banyak sekali sifat-sifat mereka yang akan memberi kecukupan (bagi orang yang mencarinya).

Dan diambil faedah juga: meneladani cara pengajaran mereka yang tinggi serta bagaimana mereka memberikan pengarahan kepada manusia, dan bagaimana bagusnya pembicaraan mereka, lembutnya jawaban mereka, serta kesabaran mereka yang sempurna.

Jadi, maksud dari kisah-kisah mereka bukan hanya untuk menjadi obrolan; akan tetapi untuk diambil pelajaran.”

[“Al-Qawaa-‘idul Hisaan (hlm. 80-81)”]

Dan kita tidak akan bisa mengambil pelajaran; kecuali jika kita membandingkan keadaan-keadaan yang semisal dengan mereka -yang ada di kehidupan kita- dengan keadaan-keadaan mereka.

[Lihat: “Al-Qawaa-‘idul Hisaan” (hlm. 80-81), karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di dan “Manzhuumah Ushuulil Fiq-hi Wa Qawaa’idihi”, syarh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin -rahimahumallaah-]



إِذْ قَالُوا لَيُوسُفُ وَأَخُوهُ أَحَبُّ إِلَى أَبِينَا مِنَّا وَنَحْنُ عُصْبَةٌ إِنَّ أَبَانَا لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ * اقْتُلُوا يُوسُفَ أَوِ اطْرَحُوهُ أَرْضًا يَخْلُ لَكُمْ وَجْهُ أَبِيكُمْ وَتَكُونُوا مِنْ بَعْدِهِ قَوْمًا صَالِحِينَ * قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ لا تَقْتُلُوا يُوسُفَ وَأَلْقُوهُ فِي غَيَابَةِ الْجُبِّ يَلْتَقِطْهُ بَعْضُ السَّيَّارَةِ إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ

“Ketika mereka berkata: “Sesungguhnya Yusuf dan saudaranya (Bunyamin) lebih dicintai ayah daripada kita, padahal kita adalah satu golongan (yang kuat). Sungguh ayah kita dalam kekeliruan yang nyata. Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu tempat agar perhatian ayah tertumpah kepadamu, dan setelah itu kamu menjadi orang yang baik.” Seorang di antara mereka berkata: “Janganlah kamu membunuh Yusuf, tetapi masukkan saja dia ke dasar sumur agar dia dipungut oleh sebagian musafir, jika kamu hendak berbuat.”.” (QS. Yusuf: 8-10)

[15]- Yang dijadikan patokan dari keadaan seorang hamba adalah: bagaimana kesempurnaan dari akhir hidupnya; bukan kekurangan yang pernah dialaminya pada awalnya.

Karena, pada awalnya  telah terjadi keburukan pada saudara-saudara Yusuf -‘alaihis salaam- yang merupakan sebab terbesar dari kekurangan dan celaan bagi mereka. Akan tetapi akhirnya mereka bertaubat dengan taubat “Nashuuhaa” (semurni-murninya) dan mereka mendapatkan maaf dari Yusuf dan bapak mereka, serta dido’akan agar mendapat ampunan dan rahmat.

[Lihat: “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hlm. 408- cet. Muassasah ar-Risaalah)]

TAMBAHAN:

KALAU BUKAN KARENA PETUNJUK DARI ALLAH; ENTAH JADI APA KITA INI…(Diambil dari “Al-Maqaalaat” (II/122-124), karya Ahmad Hendrix.)

(1)- Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

((إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا؛ عَسَلَهُ قَبْلَ مَوْتِهِ)) قِيْلَ: وَمَا عَسْلُهُ قَبْلَ مَوْتِهِ؟ قَالَ: ((يُفْتَحُ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ بَيْنَ يَدَيْ مَوْتِهِ حَتَّى يَرْضَى عَنْهُ [جِيْرَانُهُ -أَوْ قَالَ: مَنْ حَوْلَهُ-]))

“Jika Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba; niscaya Allah memaniskannya sebelum kematiannya.” Ada yang bertanya: Apa yang dimaksud dengan memaniskannya sebelum kematiannya? Beliau bersabda: “Dibukakan baginya amal shalih sebelum kematiannya sampai tetangga-tetangganya -atau orang-orang yang disekitarnya- meridhai-nya.”

[Shahih: HR. Ahmad (no. 21846- cet. Daarul Hadiits), Ibnu Hibban (no. 342 & 343- cet. Daarul Fikr), dan Al-Hakim (1288-cet. Daarul Fikr), dari ‘Amr bin Al-Hamiq Al-Khuza’i -radhiyallaahu ‘anhu-. Dishahihkan oleh Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi. Hadits ini juga mempunyai “Syawaahid” (penguat-penguat dari Shahabat-Shahabat yang lainnya)]

(2)- Imam Ibnul Atsir (wafat th. 606 H) -rahimahullaah- berkata:

“Al-‘Asl (memaniskan) adalah: pujian yang baik; diambil dari kata Al-‘Asal (madu). Dikatakan (secara bahasa): ‘Asala Ath-Tha’aam Ya’siluhu (memaniskan makanan): jika menambahkan madu pada makanan.

Beliau (Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-) menyerupakan apa yang Allah rizqikan kepada hamba -berupa amal shalih; yang menjadikan penyebutannya baik di antara kaumnya-; beliau menyerupakannya dengan madu yang ditambahkan pada makanan; sehingga makanan itu menjadi manis dan baik.”

[“An-Nihaayah Fii Ghariibil Hadiits Wal Aatsaar” (hlm. 616- cet. Daar Ibnil Jauzi)]

(3)- Imam ‘Utsman bin Sa’id Ad-Darimi (wafat th. 282 H) -rahimahullaah- berkata:

“Seorang dari penduduk Sijistan -yang hasad kepadaku- berkata: “Kalau bukan karena ilmu; jadi apa kamu?” Maka kukatakan padanya: Kamu menginginkan celaan, tapi berubah jadi pujian.

Saya mendengar Nu’aim bin Hammad berkata: Saya mendengar Abu Mu’awiyah berkata: Al-A’masy berkata: “Kalau bukan karena ilmu; tentulah aku (hanya) menjadi salah satu tukang sayur -di antara tukang-tukang sayur di Kufah-.” Dan aku; kalaulah bukan karena ilmu; tentulah aku (hanya) menjadi salah satu pedagang kain -di antara pedagang-pedagang kain di Sijistan-.”

[“Taariikh Madiinati Dimasyq” (XXXVIII/364-cet. Daarul Fikr)]

(4)- Cobalah renungkan dan fikirkan, siapa kita dahulu?! Sebagian kita ada yang ahli maksiat! Atau bahkan bergabung dengan kelompok sesat!!

Kemudian Allah berikan petunjuk untuk mengenal kebenaran, dan Allah ajarkan ilmu kepada kita; yang dengannya kita dikenal oleh manusia.

Maka, hendaklah kita mensyukurinya, dengan cara menyebarkan ilmu dan kebenaran yang telah Allah ajarkan. BUKAN MENJADIKAN ILMU YANG ALLAH BERIKAN: SEBAGAI ALAT UNTUK MENCARI DUNIA -BAIK: HARTA, KEDUDUKAN, KETENARAN, MAUPUN WANITA-!!!

...وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ

 “…DAN JIKA KAMU BERPALING (DARI JALAN YANG BENAR); NISCAYA DIA (ALLAH) AKAN MENGGANTIKAN (KAMU) DENGAN KAUM YANG LAIN, dan mereka tidak akan (durhaka) seperti kamu.” (QS. Muhammad: 38)

Wa Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaah

-ditulis oleh: Ahmad Hendrix-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar