Minggu, 02 April 2017

FAEDAH KE-21

Faedah Ke-21

MENGURANGI KESIBUKAN UNTUK MELANCARKAN PEMBELAJARAN

[1]- Allah -Ta’aalaa- berfirman:

وَقَالَ الَّذِي اشْتَرَاهُ مِنْ مِصْرَ لامْرَأَتِهِ أَكْرِمِي مَثْوَاهُ عَسَى أَنْ يَنْفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي الأرْضِ وَلِنُعَلِّمَهُ مِنْ تَأْوِيلِ الأحَادِيثِ وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ * وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُ آتَيْنَاهُ حُكْمًا وَعِلْمًا وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ

“Dan orang dari Mesir yang membelinya berkata kepada istrinya: “Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik, mudah-mudahan dia bermanfaat bagi kita atau kita pungut dia sebagai anak.” Dan demikianlah Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di negeri (Mesir), dan agar Kami ajarkan kepadanya takwil/ta’bir mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti. Dan ketika dia telah cukup dewasa; Kami berikan kepadanya kekuasaan dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Yusuf: 21-22)

[2]- Allah telah memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf, sehingga: “Jika dia (Yusuf) tidak mempunyai kesibukan dan tidak juga memiliki keinginan melainkan hanya ilmu; maka hal itu menjadi sebab dia bisa mempelajari ilmu yang banyak; berupa ilmu tentang hukum-hukum, ilmu ta’bir mimpi, dan lain-lain.”

[“Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hlm. 395- cet. Muassasah ar-Risaalah)]

[3]- “Dan di antara perkataan yang dinukil dari Imam Asy-Syafi’i -rahimahullaah- adalah: Kalaulah aku dibebani untuk membeli bawang merah (belanja ke pasar-pent); niscaya aku tidak akan bisa memahami permasalahan (ilmu).”

“Maksudnya adalah: bahwa (dalam menuntut ilmu); seseorang haruslah mengumpulkan hatinya dan memfokuskan fikirannya.”

[“Tadzkiratus Saami’ Wal Mutakallim” (hlm. 115-116)]

[4]- Jika hal semacam ini saja -sibuk dengan berbelanja dan semisalnya- bisa mengganggu konsentrasi dalam menuntut ilmu; terlebih lagi sibuk dengan berita politik dan semisalnya; yang mereka namakan dengan Fiq-hul Waaqi’ (fiqih tentang realita dan perkara kontemporer).

“Oleh karena itulah: wajib seimbang dalam mendakwahkan kaum muslimin untuk mengenal Fiq-hul Waaqi’ dengan tidak menenggelamkan mereka ke dalam berita-berita politik dan prediksi-prediksi para pemikir barat.

Yang diwajibkan hanyalah -bahkan selalu dan selamanya-: mengulang-ulang seputar Tashfiyah (pemurnian) Islam dari kotoran-kotoran yang mencampurinya, kemudian Tarbiyah (mendidik) kaum muslimin -secara kelompok maupun individu- di atas Islam yang sudah di-Tashfiyah ini, serta mengikat mereka dengan Manhaj dakwah yang paling pokok: Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman Salaful Ummah.”

-sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Albani -rahimahullaah- dalam “Su-aal Wa Jawaab Haula Fiq-hil Waaqi’” (hlm. 47)-

[5]- Syaikh ‘Abdul Malik bin Ahmad Ar-Ramadhani -hafizhahullaah- berkata:

“Wahai para pemuda Islam! Umat tidak membutuhkan kepada juru dakwah yang (hanya bermodal) semangat menggebu, akan tetapi sungguh, umat butuh kepada seorang ‘alim mujtahid yang berfirasat tajam. Sudahkah datang waktunya bagi kalian untuk bisa membedakan antara keduanya?!

Perlu kalian ketahui bahwa Fiq-hul Waaqi’ harus diserahkan penanganannya kepada (ulama-ulama) yang telah beruban rambut mereka (telah bertahun-tahun menekuni) dalil-dalil syari’at.

Kelancangan dan sikap meremehkan ulama, juga sikap meremehkan -secara amalan- terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah serta para pengembannya, serta pengagungan berlebihan terhadap para pembawa berita di koran-koran: (semuanya ini) merupakan tanda kejelekan yang merata.

Allah berfirman -Ta’aalaa- berfirman:

وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا

“Dan Rasul (Nabi Muhammad) berkata: “Wahai Rabb-ku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur’an ini diabaikan.”.”  (QS. Al-Furqan: 30).”

[“Madaarikun Nazhar Fis Siyaasah” (hlm. 146-147-cet. I)]

[6]- Imam Ibnul Qayyim berkata -seolah-olah beliau menyifati berita-berita politik dan semisalnya-:

“Dan di antara tipu daya SETAN adalah: perkataan batil, pendapat-pendapat yang saling bertentangan, khayalan-khayalan yang saling kontradiksi; yang merupakan sampah pemikiran dan buih yang dilontarkan kepada hati yang gelap dan kebingungan, yang menyamakan antara kebenaran dan kebatilan, antara kesalahan dan ketepatan. Gelombang-gelombang syubhat saling bergulung, awan-awan khayalan menjadi gelap, tunggangannya adalah katanya dan dikatakan, keraguan dan meragukan, banyaknya perdebatan, tidak ada hasil yang meyakinkan yang bisa dijadikan pedoman, dan tidak ada keyakinan yang sesuai dengan kebenaran yang bisa dijadikan rujukan, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain: perkataan yang indah sebagai tipuan. DAN DENGAN SEBAB ITULAH MEREKA MENJADIKAN AL-QUR’AN INI DIABAIKAN.”

[“Ighaatsatul Lahfaan” (hlm. 191-192- Mawaaridaul Amaan)]

-ditulis oleh: Ahmad Hendrix-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar