Kamis, 05 Oktober 2017

KAJIAN 'AQIDAH WASITHIYYAH (12)



[Penetapan Sifat Ridha Dan Murka Bagi Allah]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah berkata:
[1]- Pembahasan Ayat Pertama
{...رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ...}
“…Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya…” (QS. At-Taubah: 100)
Di sini ada beberapa pembahasan:
(1)- Kelengkapan ayat ini:
{وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ}
“Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (QS. At-Taubah: 100)
(2)- Makna ayat ini
Maka ayat ini berkaitan dengan keutamaan para Shahabat dari kalangan Muhajirin (yang hijrah dari Makkah ke Madinah) dan Anshar (asli penduduk Madinah yang menolong para Muhajirin), serta keutamaan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Mereka semua mendapatkan keridhaan dari Allah dan Allah pun ridah kepada mereka, dan Allah siapkan bagi mereka: surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
(3)- Penetapan sifat “Ar-Ridhaa” bagi Allah.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullaah berkata:
“Maka kita katakan: Ridha adalah sifat Allah ‘Azza Wa Jalla dan ini sifat yang hakiki bagi-Nya yang berkaitan dengan Masyii-ah (kehendak) Allah. Dan (Ridha) ini termasuk sifat fi’liyyah (berkaitan dengan perbuatan Allah). (Yakni:) Allah ridha terhadap orang-orang yang beriman, orang-orang yang bertakwa, orang-orang yang berlaku adil, dan orang-orang yang bersyukur. Dan Allah tidak ridha terhadap orang-orang kafir, orang-orang yang fasik, dan orang-orang munafik…Dan Allah (juga) meridhai sebagian amalan dan membenci amalan-amalan (lainnya).”
[“Syarh Al-‘Aqiidah Al-Waasithiyyah” (I/260), karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullaah]
[2]- Pembahasan Ayat Kedua
{وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ...}
“Dan barangsiapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja; maka balasannya ialah Neraka Jahannam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya…” (QS. An-Nisaa’: 93)
Di sini ada beberapa pembahasan:
(1)- Kelanjutan ayat ini:
{...وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا}
“…serta menyediakan adzab yang besar baginya.”
(2)- Orang yang membunuh orang mukmin dengan sengaja; maka diancam dengan 5 hukuman:
1. Neraka Jahannam.
2. Kekal di dalam Neraka Jahannam.
3. Allah murka kepadanya.
4. Allah melaknatnya.
5. Allah menyediakan adzab yang besar baginya.
(3)- Pelaku dosa besar tidaklah kafir sehingga jika dia masuk Neraka; maka tidak akan kekal di dalamnya.
Adapun ancaman dengan kekal di Neraka Jahannam dalam ayat ini; maka ini adalah di antara sebab untuk menjadikan seseorang kekal di Neraka; yaitu: membunuh mukmin dengan sengaja. Akan tetapi kalau ada sesuatu yang mengahlanginya dari kekekalan di Neraka; maka sebab tersebut tidak terlaksana.
Sedangkan kalau si pembunuh adalah seorang mukmin; maka ini merupakan penghalang baginya untuk kekal di Neraka walaupun dia melakukan dosa besar.
[Lihat: “Syarh Al-‘Aqiidah Al-Waasithiyyah” (I/264), karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullaah]
(4)- Di dalam ayat ini terdapat penetapan sifat “Al-Ghadhab” (murka) bagi Allah yang layak bagi-Nya, dan ini termasuk sifat fi’liyyah (yang berkaitan dengan perbuatan Allah).
[3]- Pembahasan Ayat Ketiga
{ذٰلِكَ بِأَنَّهُمُ اتَّبَعُوا مَا أَسْخَطَ اللهَ وَكَرِهُوا رِضْوَانَهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ}
“Yang demikian itu, karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah, dan membenci (apa yang menimbulkan) keridhaan-Nya…” (QS. Muhammad: 28)
Di sini ada beberapa pembahasan:
(1)- “Yang demikian itu” adalah berkaitan dengan ayat sebelumnya:
{فَكَيْفَ إِذَا تَوَفَّتْهُمُ الْمَلائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ}
“Maka bagaimana (nasib mereka) apabila malaikat (maut) mencabut nyawa mereka, memukul wajah dan punggung mereka?” (QS. Muhammad: 27)
(2)- Makna ayat:
Yang demikian itu (yakni: dipukulnya wajah dan punggung mereka) karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah, dimana mereka melakukan semua hal yang membuat Allah murka; berupa perkataan, perbuatan, dan juga keyakinan yang rusak. Adapun hal-hal yang membuat Allah ridha; maka mereka justru membenci hal-hal yang menimbulkan keridhaan-Nya. Sehingga itulah balasan bagi mereka; yaitu: ketika matinya; maka para malaikat memukul wajah dan punggung mereka.
(3)- Di dalam ayat ini terdapat penetapan sifat “As-Sukht” (murka) bagi Allah, yang maknanya dekat dengan makna “Al-Ghadhab” dan juga terdapat penetapan sifat “Ar-Ridhaa” bagi Allah.
[4]- Pembahasan Ayat Keempat
{فَلَمَّا آسَفُونَا انْتَقَمْنَا مِنْهُمْ...}
“Maka ketika mereka membuat kami murka; Kami hukum mereka…” (QS. Az-Zukhruf: 55)
Di sini ada beberapa pembahasan:
(1)- Dalam ayat ini terdapat bantahan atas orang yang mentakwilkan sifat murka dengan “Al-Intiqaam” (menghukum) atau “Iraadatul Intiqaam” (keinginan untuk menghukum). Maka dalam ayat ini disebutkan bahwa hukuman/siksaan adalah sebagai akibat dari kemurkaan Allah. Sebagaimana kita katakan bahwa pahala adalah akibat dari keridhaan Allah.
(2)- Maka Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa murka dan marah kepada mereka, kemudian Dia menghukum dan menyiksa mereka.
(3)- Maka dalam ayat ini terdapat penetapan sifat “Al-Asaf” bagi Allah yang maknanya adalah “Al-Ghadhab” (murka).
Karena kata “Al-Asaf” bisa juga bermakna “Al-Huzn” (sedih), maka ini tidak dimutlakkan kepada Allah.
Dalam ayat ini juga terdapat sifat “Al-Intiqaam” (menghukum) bagi Allah.
[5]- Pembahasan Ayat Kelima
{...وَلَكِنْ كَرِهَ اللَّهُ انْبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ...}
“...tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka; maka Dia melemahkan keinginan mereka…” (QS. At-Taubah: 46)
Di sini ada dua pemabahasan:
(1)- Makna ayat ini
Ayat ini berkaitan tentang orang-orang munafik yang tidak keluar bersama Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam peperangan, karena Allah Ta’aalaa tidak menyukai keberangkatan mereka, dikarenakan amalan mereka tidak ikhlas, dan juga karena kalau mereka keluar; maka sikap mereka adalah seperti apa yang Allah firmankan:
{لَوْ خَرَجُوا فِيكُمْ مَا زَادُوكُمْ إِلا خَبَالا وَلأوْضَعُوا خِلالَكُمْ يَبْغُونَكُمُ الْفِتْنَةَ...}
“Jika (mereka berangkat bersamamu), niscaya mereka tidak akan menambah (kekuatan)mu, malah hanya akan membuat kekacauan, dan mereka tentu bergegas maju ke depan di celah-celah barisanmu untuk mengadakan kekecauan (di barisanmu)…” (QS. At-Taubah: 47)
(2)- Maka dalam ayat ini terdapat penetapan sifat “Al-Kurh” (tidak menyukai) bagi Allah.
[6]- Pembahasan Ayat Keenam
{كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ}
“Sangatlah dibenci di sisi Allah: jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash-Shaff: 3)
Dalam ayat ini terdapat penetapan sifat “Al-Maqt” (benci) bagi Allah.
Di sini disebutkan bahwa Allah membenci seorang hamba yang mengatakan apa yang tidak dia kerjakan. Oleh karena itulah hendaknya seorang yang memerintahkan kebaikan; maka dia menjadi orang yang pertama kali melaksanakan. Dan hendaknya orang yang melarang dari kejelekan; maka dia menjadi orang yang paling menjauhi kejelekan tersebut.
-ditulis oleh: Ahmad Hendrix-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar