Selasa, 19 September 2017

KAJIAN 'AQIDAH WASITHIYYAH (11)



[Penetapan Sifat “Ar-Rahmah” (kasih sayang) Bagi Allah]
Sifat “Ar-Rahmah” (rahmat/kasih sayang) bagi Allah telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, sehingga sebagaimana kaidah yang telah disebutkan di awal: tidak boleh menolak sifat “Ar-Rahmah” ini (Ta’thil), tidak boleh menyamakannya dengan sifat makhluk-Nya (Tamtsil), dan tidak perlu dita’wil/tahrif (diselewengkan pada makna lain).
Rahmat (kasih sayang) Allah tidaklah sama dengan kasih sayang makhluk-Nya, sehingga tidak perlu diselewengkan menjadi “iraadah” (keinginan); yakni: “Iraadatul In’aam” (keinginan untuk memberikan nikmat”.
[1]- Pembahasan Ayat Pertama
{بِسْمِ اللهِ الرَّحْـمٰنِ الرَّحِيْمِ}
“Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.” (QS. Al-Fatihah: 1)
Di dalam ayat ini ada beberapa pembahasan:
(1)- Allah telah mengawali Kitab-Nya (Al-Qur’an) dengan:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْـمٰنِ الرَّحِيْمِ
Demikian juga Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memulai dengannya -ketika menulis surat-suratnya-.
(2)- Ketika kita mengucapkannya; maka kita meminta pertolongan kepada Allah dalam amalan yang akan kita lakukan. Sehingga jika kita mengawali tulisan kita dengan Bismillaah; maka berarti kita minta pertolongan kepada Allah dalam kita menulis, jika kita mulai membaca dengan Bismillaah; maka berarti kita minta pertolongan kepada Allah dalam kita membaca, dan seterusnya dari amalan-amalan yang lainnya.
(3)- Di dalam ayat ini terdapat 3 (tiga) nama Allah; yaitu:
1. “Allaah”; dan nama ini mengandung sifat “Al-Uluuhiyyah”; yakni: hak untuk diibadahi.
2. “Ar-Rahmaan” (Maha Pengasih), yang mengandung sifat “Ar-Rahmah” (rahmat/kasih sayang).
3. “Ar-Rahiim” (Maha Penyayang), yang juga mengandung sifat “Ar-Rahmah” (rahmat/kasih sayang).
(4)- Perbedaan antara nama “Ar-Rahmaan” dan “Ar-Rahiim”
“Ar-Rahmaan” menunjukkan bahwa Allah memiliki sifat “Ar-Rahmah” (kasih sayang) pada Dzat-Nya. Adapun “Ar-Rahiim”; maka ada keterkaitannya dengan yang dirahmati; yaitu makhluk-makhluk Allah yang dirahmati-Nya.
(5)- Faedah yang bisa diambil dari ayat ini untuk keseharian kita:
1. Kita senantiasa “Isti’aanah” (meminta tolong) kepada Allah dalam kegiatan kita, di antara caranya adalah dengan membaca Bismillaah.
2. Kita senantiasa mengharapkan rahmat (kasih sayang) dari Allah.
[2]- Pembahasan Ayat Kedua
{... رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا...}
“Ya Rabb kami, rahmat dan ilmu yang ada pada-Mu meliputi segala sesuatu…” (Al-Mukmin: 7)
    Di sini ada beberapa pembahasan:
(1)- Ayat ini adalah tentang para malaikat yang memikul ‘Arsy dan yang di sekelilingnya, yang bertasbih kepada Allah dengan memuji-Nya, dan memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman; maka di antara perkataan mereka:
{... رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا...}
“Ya Rabb kami, rahmat dan ilmu yang ada pada-Mu meliputi segala sesuatu…” (Al-Mukmin: 7)
(2)- Ayat ini menunjukkan bahwa Rahmat Allah mengenai seluruh makhluk-Nya; baik mukmin maupun kafir, karena Rahmat Allah di sini digandengkan dengan ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu. Sehingga rahmat ini disebut dengan Rahmat ‘Aammah (rahmat yang umum).
(3)- Rahmat Allah untuk orang-orang kafir itu berbentuk kasih sayang dalam urusan dunia mereka; seperti: makan, pakaian, tempat tinggal, kesehatan, dll. Bahkan terkadang melebihi nikmat dunia yang diberikan kepada orang-orang yang beriman. Akan tetapi Allah mengingatkan orang-orang yang beriman agar jangan terkecoh dengan orang-orang kafir. Allah Ta’aalaa berfirman:
{لَا يَغُــرَّنَّكَ تَقَلُّبُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا فِـي الْبِلَادِ * مَـتَاعٌ قَـلِيْلٌ ثُـمَّ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمِهَادُ}
“Jangan sekali-kali kamu terpedaya oleh kegiatan orang-orang kafir (yang bergerak) di seluruh negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat kembali mereka adalah Neraka Jahannam. Dan (Jahannam) itu seburuk-buruk tempat tinggal.” (QS. Ali Imran: 196-197).
Adapun yang Allah berikan kepada orang-orang yang beriman adalah kenikmatan di dunia dan akhirat, seperti yang Allah firmankan:
{مَنْ عَمِلَ صَالِـحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَـلَـنُـحْـيِـيَـنَّـهُ حَـيَاةً طَـيِّـبَـةً وَلَــنَـجْـزِيَـنَّـهُمْ أَجْـرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ}
“Barangsiapa beramal shalih -baik laki-laki maupun perempuan- dalam keadaan beriman; maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka amalkan.” (QS. An-Nahl: 97).
Terkadang orang kafir menghina orang mukmin dalam urusan dunia, karena mereka diberi kekayaan lebih dari orang yang beriman, Allah Ta’aalaa berfirman:
{زُيِّــنَ لِلَّذِيْنَ كَفَرُوا الْـحَيَاةُ الدُّنْيَا وَيَسْخَرُوْنَ مِنَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا  ...}
“Kehidupan dunia dijadikan terasa indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka menghina orang-orang yang beriman…” (QS. Al-Baqarah: 212)
Akan tetapi orang-orang kafir, mereka makan dan minum seperti binatang dan Neraka menjadi tempat tinggal bagi mereka, sebagaimana firman Allah:
{... وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا يَتَمَتَّعُوْنَ وَيَأْكُلُوْنَ كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَـهُمْ}
“…Dan orang-orang yang kafir menikmati kesenangan (dunia), dan mereka makan seperti hewan makan, dan (kelak) Neraka lah tempat tinggal bagi mereka.” (QS. Muhammad: 12)
Sehingga ketika di akhirat: kalaulah mereka memiliki dunia dan sesisinya -bahkan ditambah lagi yang semisalnya-; tentulah mereka akan menebus dengannya agar mereka terbebas dari siksa, seperti yang Allah firmankan:
{وَلَوْ أَنَّ لِلَّذِيْـنَ ظَلَمُوْا مَا فِـي الْأَرْضِ جَـمِيْعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لَافْــتَدَوْا بِـهِ مِنْ سُوْءِ الْعَذَابِ يَوْمَ الْقِـيَامَةِ...}
“Dan sekiranya orang-orang yang zhalim mempunyai segala apa yang ada di bumi dan ditambah lagi sebanyak itu; niscaya mereka akan menebus dirinya dengan itu dari adzab yang buruk pada Hari Kiamat…” (QS. Az-Zumar: 47)
Bahkan mereka berangan-angan seandainya mereka dahulu adalah termasuk kaum muslimin. Allah Ta’aalaa berfirman:
{رُبَـمَا يَوَدُّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَوْ كَانُوْا مُسْلِمِيْـنَ}
“Orang-orang itu kadang-kadang (nanti di akhirat) menginginkan: sekiranya dahulu (di dunia) menjadi orang muslim.” (QS. Al-Hijr: 2)
Dan sekali lagi kami ingatkan: bahwa janji Allah untuk orang-orang yang beriman dengan kenikmatan di akhirat; maka hal ini tidak menafikan kenikmatan di dunia yang Allah berikan kepada mereka, sebagaimana telah disebutkan dalam friman Allah:
{مَنْ عَمِلَ صَالِـحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَـلَـنُـحْـيِـيَـنَّـهُ حَـيَاةً طَـيِّـبَـةً وَلَــنَـجْـزِيَـنَّـهُمْ أَجْـرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ}
“Barangsiapa beramal shalih -baik laki-laki maupun perempuan- dalam keadaan beriman; maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka amalkan.” (QS. An-Nahl : 97)
(4)- Dalam ayat ini terdapat keutamaan bagi orang-orang yang beriman, dimana mereka dimintakan ampunan oleh para malaikat yang memikul ‘Arsy dan yang di sekelilingnya. Maka hendaknya kita berusaha meningkatkan keimanan kita, terutama keimanan terhadap yang gaib, seperti yang Allah sebutkan pertama kali tentang sifat orang yang bertakwa:
{الٓم * ذٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِــيْـهِ هُدًى لِلْمُـتَّــقِـيْـنَ * الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُــقِيْمُوْنَ الصَّلَاةَ وَمِـمَّا رَزَقْـــنَاهُمْ يُــنْـفِقُوْنَ}
“Alif Laam Miim. Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, menegakkan shalat, dan menginfakkan sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. Al-Baqarah: 1-3).
(5)- Dalam ayat ini juga terdapat penetapan sifat ilmu bagi Allah.
[3]- Pembahasan Ayat Ketiga
{...وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِـيْـنَ رَحِــيْـمًا}
“…dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Ahzaab: 43)
Allah menyebutkan dalam ayat ini bahwa diri-Nya merahmati orang-orang yang beriman. Dan sifat Rahmat bagi Allah yang disebutkan dalam ayat ini adalah Rahmat Allah yang khusus bagi orang-orang yang beriman. Maka hal ini menunjukkan keutamaan yang besar bagi orang-orang yang beriman.
[4]- Pembahasan Ayat Keempat
{...وَرَحْـمَتِـيْ وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ...}
“…dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu.” (QS. Al-A’raaf: 156)
Rahmat dalam ayat ini adalah seperti Rahmat dalam ayat yang kedua (QS. Al-Mukmin: 7); yakni: Rahmat ‘Aamm; yaitu rahmat yang mencakup orang mukmin dan orang kafir, orang baik dan jahat.
[5]- Pembahasan Ayat Kelima
{...كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْـمَةَ...}  
“…dan Rabb-mu telah menetapkan sifat kasih sayang pada diri-Nya…” (QS. Al-An’aam: 54)
Dalam ayat ini Allah menetapkan Rahmat atas dirinya sendiri. Dan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa Rahmat Allah mengalahkan kemurkaan-Nya, beliau bersabda:
لَمَّا خَلَقَ اللهُ الْـخَلْقَ، كَـتَبَ فِـيْ كِــتَابِهِ، فَهُوَ عِنْدَهُ فَوْقَ الْعَرْشِ: إِنَّ رَحْـمَتِـيْ تَغْلِبُ غَضَبِـيْ
“Ketika Allah menciptakan makhluk; maka Dia menuliskan dalam kitab-Nya yang ada di sisi-Nya di atas ‘Arsy: Sungguh rahmat-Ku mengalahkan kemurkaan-Ku.”
[Muttafaqun ‘Alaihi: HR. Al-Bukhari (no. 3194) dan Muslim (no. 2751)]
Dalam kelanjutan ayat ini disebutkan hal yang menunjukkan atas rahmat Allah; yaitu: ketika ada orang yang berbuat keburukan -sekalipun kesyirikan- yang dia lakukan karena kebodohan, ketika dia bertaubat dan berbuat baik: maka Allah akan mengampuninya.
{...كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْـمَةَ أَنَّهُ مَنْ عَمِلَ مِنْكُمْ سُوءًا بِـجَهَالَةٍ ثُـمَّ تَابَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَصْلَحَ فَأَنَّهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ}
“…Rabb-mu telah menetapkan sifat “Rahmah” (kasih sayang) pada diri-Nya, (yaitu) barangsiapa yang berbuat kejahatan di antara kamu karena kebodohan, kemudian dia bertaubat setelah itu dan memperbaiki diri; maka Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-An’aam: 54)
Kebodohan di sini bukanlah kebodohan karena tidak tahu, karena kalau seseorang melakukan kemaksiatan dikarenakan ketidaktahuan dia; maka dia tidak berdosa. Akan tetapi kebodohan yang dimaksud di sini adalah kebodohan yang merupakan lawan dari hikmah, yakni: keodohan karena kurang bisa menjaga diri sehingga berbuat bermaksiat.
[6]- Pembahasan Ayat Keenam
{...إِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ}
“…Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 173)
Di sini ada dua faedah:
(1)- Di dalam ayat ini terdapat penetapan dua nama bagi Allah:
1. “Al-Ghafuur” (Maha Pengampun), yang mengandung sifat “Al-Maghfirah” (ampunan).
2. “Ar-Rahiim” (Maha Penyayang), yang mengandung sifat “Ar-Rahmah” (kasih sayang).
(2)- Digabungkannya ampunan dan rahmat karena: dengan ampunan maka hukuman atas hamba bisa gugur sehingga hamba tidak disiksa atas dosanya (karena mendapat ampunan). Adapun Rahmat; maka dengan mendapatkannya: hamba bisa mendapatkan apa yang dia inginkan.
[Lihat: “Syarh Al-‘Aqiidah Al-Waasithiyyah” (I/253), karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullaah]
[7]- Pembahasan Ayat Ketujuh
{...فَاللهُ خَيْرٌ حَافِظًا وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِـمِيْـنَ}

“…maka Allah adalah penjaga yang terbaik dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.” (QS. Yusuf: 64)
Maka di sini ditetapkan bahwa makhluk memiliki sifat rahmat (kasih sayang), akan tetapi berbeda dengan sifat rahmat bagi Allah. Bahkan dalam ayat ini disebutkan bahwa rahmat Allah lebih besar dari pada rahmat seluruh hamba-Nya, kalaulah seluruh rahmat (kasih sayang) dari semua makhluk dikumpulkan; maka tentulah rahmat (kasih sayang) Allah adalah lebih besar.
Dari ‘Umar bin Al-Khathtthab radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam datang menemui tawanan, tiba-tiba ada seorang tawanan wanita yang terlihat sedang mencari-cari, kemudian dia dapatkan seorang bayi dan langsung dia ambil dan ditempelkan ke perutnya dan dia menyusuinya. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada kami (para Shahabat): “Menurut kalian mungkinkah wanita ini melemparkan anaknya (tersebut) ke dalam api?” Kami (para Shahabat) berkata: Tidak demi Allah, kalau dia punya kemampuan untuk tidak melemparkannya. Maka Rasulullah shallalalahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَــلّٰـهُ أَرْحَمُ بِعِبَادِهِ مِنْ هٰذِهِ بِوَلَدِهَا
“Sungguh, Allah lebih sayang terhadap hamba-Nya dibandingakn wanita ini terhadap anaknya.”
[Muttafaqun ‘Alaihi: HR. Al-Bukhari (no. 5999) dan Muslim (no. 2754)]
[8]- Faedah Dari Mengimani Sifat “Ar-Rahmah” (Kasih Sayang) Milik Allah
“Yaitu bahwa seorang insan selama dia mengetahui bahwa Allah Ta’aalaa adalah “Rahiim” (Maha Penyayang); maka dia akan senantiasa bergantung kepada rahmat Allah dan menunggu datangnya (rahmat) tersebut.
Dan keyakinan ini tentunya akan mendorongnya untuk melakukan semua sebab yang bisa mengantarkan kepada rahmat; seperti:
(1)- Ihsan (berbuat baik), Allah Ta’aalaa berfiman:
{...إِنَّ رَحْـمَةَ اللهِ قَرِيْبٌ مِنَ الْمُحْسِنِيـْنَ}
“…Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Al-A’raaf: 56)
(2)- Taqwa (dengan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya), Allah Ta’aalaa berfirman:
{...وَرَحْـمَتِـيْ وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ فَسَأَكْـتُــبُهَا لِلَّذِيْنَ يَــتَّـقُوْنَ وَيُـؤْتُـوْنَ الزَّكَاةَ وَالَّذِيْنَ هُمْ بِآيَاتِــنَا يُؤْمِنُوْنَ}
“…dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan aku tetapkan rahmat-Ku bagi orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami.” (QS. Al-A’raaf: 156)
 (3)- Iman, karena iman merupakan sebab datangnya rahmat Allah, sebagaimana firman Allah Ta’aalaa:
{...وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِـيْـنَ رَحِــيْـمًا}
 “…Dan Dia (Allah) “Rahiim” (Maha Penyayang) kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Ahzaab: 43)
Sehingga semakin kuat iman seseorang; maka rahmat akan semakin dekat dengannya dengan izin Allah ‘Azza Wa Jalla.”
[Syarh Al-‘Aqiidah Al-Waasithiyyah” (I/259), karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullaah]
-ditulis oelh: Ahmad Hendrix-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar