Minggu, 22 Oktober 2017

PENTINGNYA MEMPELAJARI 'AQIDAH SECARA RINCI

[1]- Iman Mujmal (Global)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah berkata:

“Amalan-amalan (lahiriyah), jika diamalkan oleh seseorang dengan ikhlas karena Allah; maka Dia akan memberinya pahala atas (amalan-amalan) tersebut. Dan hal itu pasti dengan disertai pengakuan dengan hatinya bahwa Laa Ilaaha Illallaah (tidak ada yang berhak diibadahi selain Allah) dan bahwa Muhammad adalah Rasul (utusan) Allah; sehingga dengan pengakuan ini; maka bersamanya ada keimanan (yang global). Dan pengakuan semacam ini tidak mesti menuntut pemiliknya untuk mempunyai keyakinan (sempurna) yang tidak menerima keraguan, dan tidak juga (keyakinan yang disertai) jihad, serta tidak juga perkara-perkara lainnya yang membedakan seorang mukmin dari muslim yang tidak (mencapai derajat) mukmin.

Dan banyak dari kaum muslimin yang mereka secara lahir dan batin mempunyai Islam semacam ini beserta konsekuensinya: berupa keimanan (yang global), akan tetapi mereka belum mencapai derajat yakin dan tidak pula jihad. Maka mereka diberi pahala atas keislaman mereka serta pengakuan mereka terhadap Rasul (walaupun hanya) secara global. Bisa jadi mereka terkadang tidak mengetahui bahwa Rasul membawa kitab (Al-Qur’an), atau bisa jadi tidak mengetahui bahwa malaikat mendatanginya (untuk menyampaikan wahyu), atau tidak mengetahui bahwa beliau mengabarkan ini atau itu. Sehingga, jika tidak sampai kepada mereka bahwa Rasul mengabarkan hal tersebut; maka mereka tidak wajib untuk mengakui secara rinci, akan tetapi harus diakui bahwa beliau (Muhammad) adalah Rasul (utusan) Allah, dan bahwa beliau adalah benar dalam segala apa yang beliau kabarkan dari Allah.”

[2]- Iman Mufashshal (Rinci)

Allah Ta’aalaa berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

“Sungguh, orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (Al-Hujuraat: 15)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah berkata:

“Kemudian Iman yang istimewa adalah: Iman yang terdapat rincian di dalamnya serta ada Thuma’niinah (ketenangan) dan keyakinan. Maka, (keimanan) semacam inilah yang memiliki keistimewaan dengan sifat dan kadarnya; dari segi kuantitas dan kualitasnya. Karena bersama mereka ada keimanan kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, dan Rasul-Rasul-Nya, serta rincian tentang Hari Kebangkitan dan tentang Takdir; yang tidak dipunyai oleh mereka (yang global keimanannya).

Dan juga di dalam hati mereka (yang rinci imannya) terdapat keyakinan, keteguhan dan tetapnya pembenaran dalam hati mereka; yang tidak dipunyai oleh mereka (yang global keimanannya). Mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman.
Setiap mukmin pasti muslim, karena Iman akan menuntut terwujudnya amalan-amalan. Akan tetapi tidak setiap muslim itu mukmin -dengan keimanan yang sempurna-, karena kepasrahan kepada Allah dan beramal ikhlas karena-Nya: tidak mesti dibarengi dengan keimanan khusus semacam ini (yakni: cukup Iman yang global saja -pent).

Dan perbedaan semacam ini didapatkan oleh seseorang di dalam dirinya, dan juga dia ketahui pada orang lain.”

[3]- Bahaya Yang Bisa Menimpa Orang-Orang Yang Hanya Global Keimanannya

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah berkata:

“Dan umumnya manusia, jika mereka (baru) masuk Islam -setelah lepas dari kekafiran-, atau mereka yang dilahirkan dalam lingkungan Islam, kemudian mereka meyakini syari’at-syari’at Islam, dan mereka adalah orang-orang yang ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya; maka mereka adalah kaum muslimin, dan bersama mereka terdapat Iman Yang Mujmal (Global).

Akan tetapi masuknya hakikat keimanan ke dalam hati mereka terjadi sedikit demi sedikit -itupun kalau Allah memberikannya kepada mereka-. Karena banyak dari manusia yang tidak mencapai derajat yakin dan tidak pula Jihad, kalau mereka diberikan keraguan; maka mereka akan ragu, dan kalau mereka diperintahkan untuk berjihad; maka mereka tidak akan mau berjihad. Akan tetapi mereka bukanlah orang-orang kafir dan bukan pula orang-orang munafik.

Mereka adalah: orang-orang yang tidak mempunyai ilmu, pengenalan dan keyakinan hati; yang bisa menolak keraguan.

Mereka adalah: orang-orang yang tidak mempunyai kekuatan cinta karena Allah dan Rasul-Nya; yang lebih mereka dahulukan atas keluarga dan harta mereka.

Mereka adalah: orang-orang yang kalau diselamatkan dari ujian, kemudian mereka mati; maka mereka akan masuk Surga. Adapun kalau mereka diuji dengan adanya orang-orang yang memberikan syubhat-syubhat (kerancuan-kerancuan dalam agama) yang menyebabkan mereka menjadi ragu; maka: jika Allah tidak memberikan karunia kepada mereka dengan sesuatu yang bisa menghilangkan keraguan mereka; maka mereka akan menjadi orang-orang yang ragu dan berpindah kepada suatu jenis kemunafikan.

Demikian juga jika datang kewajiban berjihad; maka mereka tidak akan berjihad, dan mereka mendapat ancaman.

Oleh karena itulah, tatkala Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah; maka umumnya penduduk Madinah masuk Islam, akan tetapi ketika datang ujian dan cobaan; maka sebagian orang menjadi munafik. Kalaulah mereka mati sebelum terkena ujian; maka mereka akan mati di atas Islam, dan mereka akan masuk Surga; akan tetapi mereka tidak masuk golongan orang-orang yang benar-benar beriman; yang kalau mendapat ujian; maka akan terbukti kebenaran (Iman) mereka.

Allah Ta’aalaa berfirman:

 الم * أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ * وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِيْنَ

Alif laam miim. Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya mengatakan: “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar, dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-‘Ankabuut: 1-3)

Dan Allah Ta’aalaa berfirman:

مَا كَانَ اللَّهُ لِيَذَرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَىٰ مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ حَتَّىٰ يَمِيزَ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ

“Allah tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman sebagaimana dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia membedakan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin)…” (QS. Ali ‘Imran: 179)

Allah juga berfiman:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَىٰ حَرْفٍ ۖ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ ۖ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَىٰ وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ

“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika dia memperoleh kebaikan; dia merasa puas, dan jika dia ditimpa suatu cobaan; dia berbalik ke belakang. Dia rugi di dunia dan di akhirat. Itulah kerugian yang nyata.” (QS. Al-Hajj: 11).”

-diambil dari buku: "Iman (Faedah-Faedah Rukun Iman)" (hlm. 13-19), karya Ahmad Hendrix-




Tidak ada komentar:

Posting Komentar